Mengenalkan Keberagaman Indonesia Lewat Pendidikan di Pangandaran

Mengenalkan Keberagaman Indonesia Lewat Pendidikan di Pangandaran

Aldi Nur Fadillah - detikJabar
Sabtu, 28 Sep 2024 06:00 WIB
Suasana pembelajaran program multikultural di SMK Bakti Karya
Suasana pembelajaran program multikultural di SMK Bakti Karya (Foto: Aldi Nur Fadillah/detikJabar)
Pangandaran -

Kultur budaya di Pangandaran lekat dengan kebudayaan lokal. Namun ada satu kampung di daerah ujung Jawa Barat itu yang menggambarkan keberagaman atau bisa disebut miniatur Indonesia.

Nama kampung itu disebut Kampung Nusantara. Letaknya berada di Dusun Cikubang, Desa Cintakarya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran.

Disebut miniatur Indonesia juga lantaran nama-nama jalan di kampung itu diambil dari nama-nama provinsi yang ada di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asal mula lahirnya Kampung Nusantara melalui jalan panjang. Pria bernama Ai Nurhidayat jadi aktor di balik lahirnya kampung keberagaman tersebut.

Pria 34 tahun lulusan Universitas Paramadina, Jakarta ini menggagas kampung Nusantara. Di kampung itu, Ai mengagas pendidikan dengan mendirikan sekolah SMK Bakti Karya yang sebagian siswanya berasal dari 34 provinsi di Indonesia.

ADVERTISEMENT

Sekolah berkonsep multikultural itu didirikan Ai untuk mengapresiasi keberagaman Indonesia. Sekolah yang didirikan pada tahun 2016 itu bahkan kini sudah melahirkan lulusan yang kembali untuk berkontribusi di daerah asalnya.

Ai merajut persatuan dengan membuat desa tempat tinggalnya saat kecil menjadi semakin beragam. Usai selesai menjalankan pendidikannya. Dia pun memilih menjadi penggerak pendidikan.

Sekolah SMK Bakti KaryaSekolah SMK Bakti Karya Foto: Aldi Nur Fadillah/detikJabar

Namun, dibalik itu semua jalan terjal Ai mendirikan sekolah program multikultural dan kampung Nusantara tidaklah mudah.

Ai mengatakan awal mula dirinya tergerak mendirikan kampung Nusantara dan SMK Bakti Karya karena resah melihat asumsi masyarakat soal perbedaan yang ada.

Ia pun berpikir jika pendidikan menjadi salah satu ujung tombak bersatunya perbedaan dan penyelamatan pikiran bangsa.

"Ide itu tertuang dalam sanubari saat saya melakukan perjalanan keliling ke berbagai provinsi di Indonesia," kata Ai kepada detikJabar, Jumat (27/9/2024).

Dengan melihat keberagaman di berbagai daerah di Indonesia, kata dia, menjadi modal untuk memperkuat toleransi di daerah.

"Dulu memang awalnya saya punya rekan di hampir setengahnya provinsi Indonesia, dan saya keliling untuk melihat sisi lain negeri ini," kata Ai.

Menurut dia, hasil keliling hampir setengah provinsi di Indonesia menemukan banyak keresahan terutama masa depan Indonesia di mata para pemuda daerah.

"Kemudian ngobrol-ngobrol soal kebangsaan ternyata masih banyak anak muda resah, gelisah melihat masa depan bangsa yang selalu kena percikan konflik hal sepele, seperti perbedaan agama, kultur dan adat," terang Ai.

Padahal kata Ai, masih banyak anak muda yang punya optimisme cukup tinggi. Tetapi rata-rata frustasi melihat kondisi kenyataan yang melupakan semangat cinta tanah air, semangat kebangsaan dan melupakan warisan budaya salah satunya bahasa dan kebudayaan lainnya.

"Ditambah dengan situasi mudah tersurut konflik, terpecah belah, akhirnya menuntut kawan-kawan dengan situasi seperti ini menikmati masa tua atau bahkan mewarisi generasi selanjutnya dengan beragam perbedaan yang damai," ucapnya.

Keresahan seperti itu menurut Ai, yang memunculkan paling tidak berupaya untuk menyambungkan daya dengan banyak pihak, bukan hanya di satu daerah tetapi di berbagai penjuru.

"Kemudian saya bersama komunitas belajar Sabalad di Pangandaran pada membuat konsep kelas multikultural SMK Bakti Karya Parigi," katanya.

Ia bercerita dari keliling Indonesia itu betapa banyaknya ragam nusantara yang banyak sekali potensi di daerah-daerah.

"Tapi seperti lampu cempor tidak terhubung satu sama lain, mudah-mudahan kelas Multikultural ini jadi rangkaian saling terhubung supaya bisa membagi daya manakala ada yang redup," ucapnya.

Ai Nurhidayat Pengagas Sekolah Multikultural di PangandaranAi Nurhidayat Pengagas Sekolah Multikultural di Pangandaran Foto: Istimewa

Meski demikian, kelas Multikultural ini tujuannya adalah semakin banyak yang terhubung semakin banyak yang memahami satu sama lain, semakin banyak orang-orang yang berpotensi di kemudian hari untuk saling mengupayakan damai, mengabarkan potensi-potensi daerah-daerah lain atau kebudayaan lain sehingga akan mudah mengeksplorasi hal-hal baru.

"Membangun kelas multikultural di Pangandaran tidaklah mudah banyak jalan terjal yang dilalui selama pendirian SMK Bakti Karya bersama komunitas Sabalad," ucapnya.

Berkat geliat yang digaungkan Ai, dirinya beberapa kali diganjar penghargaan di bidang pendidikan salah satunya, SATU Indonesia Award 2019 bidang Pendidikan, Frans Seda Award 2021 bidang Pendidikan dan Pemuda Pelopor Jawa Barat 2019 bidang Pendidikan.

Selain itu Ai menjadi pembicara di berbagai talk show diantaranya, Guru Penggerak Kemendikbud (Oktober 2020), Semiloka Pendidikan Multikultural Universitas Atma Jaya (Oktober 2019), Bukatalks (Juni 2019), TEDxJakarta Talks (September 2018), Ashoka Changemaker Exchange Thailand (Oktober 2018), ASEAN Community Forum Singapore (Maret 2018) dan Sarasehan Literasi - Kemendikbud (Juli 2018).

Menerima Penolakan Warga

Ai mengatakan beberapa kali menerima penolakan saat akan mendirikan kelas multikultural. Hal itu dialami Ai di awal pendirian tahun 2016-2017.

"Waktu itu konfliknya cukup alot. Namun isu ini justru bukan dari warga lokal, tetapi sejumlah pihak yang menyebarkan ujaran kebencian," ucapnya.

Menurutnya, warga di Desa Cintakarya ini sebetulnya tidak ada yang mempermasalahkan. Namun, kata dia, ada beberapa kalangan masyarakat yang berpikir fanatik.

"Menyebarkan fitnah, melakukan penolakan. Tapi alhamdulillah bisa terjawab dan telah terklasifikasi," ucapnya.

"Waktu itu Bupati Pangandaran mengundang semua pihak termasuk muspida. Orang yang menyebarkan ujaran kebencian sudah diamankan waktu itu, dan semuanya beres hanya kesalahpahaman," sambung Ai.

Perjalanan Ai membuahkan hasil yang berdampak pada murid alumni SMK Bakti Karya sebagai sekolah dengan jurusan multimedia, Kelas Ekologi, Kelas Multikultural dan Kelas Profesi. Pendidikan multikultural diajarkan di setiap kelas.

Keberlanjutan Program Multikultural di SMK Bakti Karya

Ai mengatakan sejauh ini program kelas Multikultural berjalan sudah angkatan ke 9 dengan jangkauan peserta lebih beragam.

"Ada lebih dari 250 siswa dari 48 suku dan dari 26 provinsi di Indonesia dan Malaysia telah mengikuti program ini," ucapnya.

Siswa SMK Bakti Karya PangandaranSiswa SMK Bakti Karya Pangandaran Foto: Aldi Nur Fadillah/detikJabar

Sementara ini, siswa aktif berjumlah 50 siswa dengan 3 angkatan aktif. Namun, ia mengaku mengalami beberapa kendala dan tantangan dalam menyelenggarakan sekolah tersebut.

"Tantangan penyelenggaraan sekolah ini setidaknya 3 hal yaitu, pembiayaan, dukungan publik dan pemenuhan kebutuhan guru," ucap dia.

Ia pun bercerita, walau pernah berhadapan dua isu besar yaitu isu SARA pada tahun 2017 dan isu keamanan siswa Papua tahun 2019, hubungan sekolah dengan warga setempat baik-baik saja.

"Walau begitu, kami kesulitan menghadapi isu kristenisasi Sebagai akibat dari isu SARA sebelumnya. sulit meyakinkan orang tua siswa dari warga Pangandaran karena masih banyak yang takut dengan perbedaan agama. Akan tetapi, setiap angkatan selalu ada siswa lokal yang mendaftar dengan jumlah 10% hingga 20%," terangnya.

Mempertahankan Keberagaman

Ai mengatakan akan terus berupaya untuk mempertahankan keberagaman yang tidak hanya di kampung Nusantara Desa Selasari.

"Upaya yang kami lakukan adalah selalu menggaungkan program ini melalui pendekatan media sosial, ragam publikasi dan kolaborasi kegiatan dengan banyak pihak," katanya.

Menurutnya, dalam mendirikan kelas ini benefit penyelenggaraan sekolah lebih ke social capital. "Kami sebagaimana sekolah swasta lain belum dapat memenuhi kesejahteraan apalagi ini di desa," ujarnya.

Kendati demikian, kata dia, para penyelenggara mendapat keuntungan relasi sehingga peluang menyelenggarakan usaha di luar sekolah dapat terbantu.

Dia menerangkan konsep Pendidikan multikultural adalah konsep yang diperlukan bukan semata untuk sebuah penyelenggaraan Pendidikan di sekolah, lebih jauh dari itu, konsep ini menjadi trend baru dunia.

"Masa depan dunia bergantung pada relasi antar manusia yang beragam. Karena itu program ini cocok untuk menambah daya jelajah, memperluas relasi dan memperbanyak perspektif untuk mengurangi persepsi buruk sebagai biang dari terjadinya konflik," terangnya.

Ai pun meyakini melalui program ini dapat mengurangi kesenjangan dan konflik antar suku. "Kami yakin program ini dapat mengurangi kesenjangan sosial dan resiko konflik sosial di kemudian hari," katanya.




(dir/dir)


Hide Ads