Pelaku judi online (judol) diwacanakan dapat bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Pernyataan Menko PMK Muhadjir Effendy itu menuai kontroversi.
Tidak lama dari pernyataan itu buat geger mayarakat, Presiden Joko Widodo angkat bicara dan menyatakan tidak ada bansos yang akan diberikan kepada korban judi online.
Menko PMK pun mengklarifikasi soal korban judi online bakal dapat bansos yang dimaksud, yakni keluarga dari pelaku judi online yang dirugikan. Wacana bansos untuk keluarga korban judol itu mendapatkan sorotan dari Psikiater RSIA Limijati Kota Bandung dr Elvine Gunawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Elvine mengatakan, orang yang kecanduan judol harus diobati bukan diberi bansos. "Itu agak aneh, kalau diobati betul, tapi kalau gitu (diberi bansos) dengan proses yang instan akan lebih enak dan tidak akan bertanggung jawab yang membuat dia untuk tidak akan berhenti judi online, ini dikasih solusi yang instan juga, itu (wacana) agak unik ya," kata Elvine kepada detikJabar, Jumat (21/6/2024).
"Yang layak dapat bansos aja belum semuanya, mereka ini korban kriminalitas terselubung ya, jangan-jangan uang bansos yang didapatkan malah dipakai judi lagi," tambahnya.
Elvine menyebut, mengapa orang yang kecanduan judol harus diobati agar kontrol impulsnya dapat terkontrol. "Kecanduan judi online ini sudah gangguan, masalahnya kontrol impuls sudah terganggu, bagaimana perasaan uang yang sudah hilang itu, dan rasa kecewa akan membuat dorongan impuls akan lebih besar lagi," ungkapnya.
"Kedua, biasanya yang kecanduan judi online berasal dari banyak kalangan, karena kalau yang tidak mampu ingin mengembalikan uang yang hilang dan terjerumus, sementara kalau ekonomi rendah membuat masalah baru dengan melakukan peminjaman online, karena ada dorongan yang tidak bisa dia setop," terangnya.
Disinggung apakah orang yang kecanduan judi merupakan maslah gangguan kejiwaan, Elvine membenarkan hal tersebut.
"Ketergantungan judi sudah gangguan itu, orang kalau sudah ke konotasi negatif itu sudah pada stigma, tidak mau minta tolong dan keluarga pun tidak sadar bahwa dengan kasus seperti ini sebetulnya bisa dilakukan pertolongan," tuturnya.
Apalagi, tak tanggung-tanggung judol juga bisa dilakukan oleh anak-anak di bawah umur. Untuk anak yang kecanduan judol, peran orang tua harus berperan dalam hal ini.
"Kontrol apa yang ada di aplikasi anaknya, proses judi ini memang proses instan, jadi kadang semuanya pengen dapat uang dengan cepat, tanpa bersusah payah. Kita juga harus ajarkan anak masalah nilai ekonomi dan proses mendapatkan uang, itu penting sejak dini. Kontrol orang tua terhadap gadget anaknya, pengawasan harus ditingkatkan," jelasnya.
Jika kecanduannya sangat parah, Elvine sarankan kepada orang tua untuk ajak anaknya ke psikiater. "Kalau ada indikasi segera berobat, adict gadget, judi online atau judi online, berobat ke psikiater, jadi impulsivitasnya menjadi baik lagi," pungkasnya.
Penanganan Paralel
Sementara itu, pakar hukum Universitas Islam Bandung (Unisba) Nandang Sambas mengatakan, penanganan judol di Indonesia harus dilakukan secara paralel. Tak hanya dilakukan oleh aparat hukum saja melainkan oleh pemerintah juga.
"Untuk judi online harus pararel, tapi memang pemberantasan harus diutamakan, kasus enggak akan selesai kalau akar permasalahannya tidak diselesaikan," kata Nandang kepada detikJabar, Jumat (21/6/2024).
Nandang juga menyebut, permasalahan judol tidak semata-mata bisa diselesaikan dengan diberi bantuan sosial (bansos) seperti yang diwacanakan pemerintah saat ini. "Itu harus diselesaikan, tapi bukan dengan cara diberikan bantuan, tapi harus diketahui apa sih permasalahan pokok dari judi online ini. Misal kehidupan kurang layak, ekonomi yang tidak merata dan lain-lain, karena orang yang judi ingin cari keuntungan dan ingin dapatkan kesejahteraan ekonomi dari cara yang cepat," ungkapnya.
Selain itu, soal penegakan hukum, tak hanya menghukum pelaku judol dan bandar judol. Orang yang ada di belakang bandar itu sendiri juga harus dibasmi.
"Jadi untuk yang sudah terjadi tindak, terutama para bandar dan backing-nya. Usut tuntas sampi para backing-nya," tegasnya.
"Kemudian agar tak menjamur akar permasalahannya harus diselesaikan, kondisi sosial, kondisi ekonomi juga, bagaimana supaya mayarakat memperoleh standar kehidupan yang layak," tambahnya.
Disinggung terkait judol dilakukan oleh orang yang mapan dan dilakukan untuk berenang-senang, Nandang sebut orang seperti itu harus menjalani brain wash.
"Itu harus di-brain wash etika dan moralnya. Memang judi tak memandang usia dan ekonomi walaupun kebanyakan rata-rata mereka yang melakukan judi keadaan ekonominya rendah, yang kaya mungkin hobi, itu harus betul-betul diberikan sanksi karena negara sudah mengaturnya dalam undang-undang, apalagi dalam agama Islam judi itu juga kan dilarang," jelasnya.
Terkait apakah penanganan judol di Indonesia ini sudah dilakukan dengan baik, Nandang menyebut jika judol terus menjamur dan korbannya semakin banyak mengartikan penanganan belum maksimal.
"Barometernya lihat saja kalau korbannya semakin banyak dan menjamur berarti belum selesai dan belum optimal penindakannya," terangnya.
Belum lagi, pengguna judol yang di bawah umur, Nandang mengatakan dibutuhkan pengawasan ketat dari para orang tua, jangan sampai akibat kecanduan judol anak-anak bisa terjerumus ke dunia kejahatan.
"Iya karena penggunaan HP di permudah secara online dan akibatnya bisa merembet ke yang lain, muali dari pinjol dan kejahatan seperti mencuri hingga merampok," pungkasnya.
(wip/sud)