Ini Biang Kerok Dicabutnya Status UHC BPJS Kesehatan di Sukabumi

Ini Biang Kerok Dicabutnya Status UHC BPJS Kesehatan di Sukabumi

Siti Fatimah - detikJabar
Jumat, 17 Mei 2024 17:30 WIB
bpjs
Ilustrasi BPJS Kesehatan (Foto: 20Detik)
Sukabumi -

Bupati Sukabumi Marwan Hamami buka suara pasca dicabutnya Universal Health Coverage (UHC) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan program cakupan kesehatan semesta Non-Cut Off bagi masyarakat Kabupaten Sukabumi. Dia mengatakan, Pemkab memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk melanjutkan predikat UHC Non Cut-Off.

"Iya, terkait Adendum BPJS Kesehatan itu kita harus mengejar capaian target 85 ribu, untuk mengejar 75 persen (keaktifan kepesertaan) tetapi Pemerintah Kabupaten Sukabumi uangnya harus darimana," kata Marwan kepada awak media, Jumat (17/5/2024).

"Ini sebagai contoh saja, pada saat Pemkab Sukabumi melakukan persiapan Healthy Cities Summit. Untuk satu desa saja membuat sampel 100 orang warga setempat, pada saat di cek 20 orang warga sudah meninggal, pindah alamat keberadaan yang tidak diketahui," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, Marwan juga menduga adanya data fiktif dari kepesertaan UHC khususnya warga yang sudah meninggal dunia namun pembayaran masih dibebankan kepada Pemkab. "Maka kita keberatan dalam hal ini harus membayar yang sudah meninggal tapi datanya tidak dihapus," sambungnya.

Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPTSK SPSI) Kabupaten Sukabumi mengancam akan melakukan aksi besar-besaran usai predikat Universal Health Coverage (UHC) PBPU/BP dicabut. BPJS Kesehatan pun menanggapi ancaman tersebut.

ADVERTISEMENT

"Mau bersuara sih mangga (silahkan) saja ya, justru kalau saya sih melihatnya kenapa buruh yang pertama kali bersuara. Apakah ini indikasi justru PBPU Pemda ini banyak dipakai oleh buruh karena banyak kan kita sinyalir ya masih banyak yang statusnya pegawai tapi dijamin di PBI atau PBPU Pemda," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi Dwi Surini kepada detikJabar, Jumat (17/5/2024).

Dia mengatakan, permasalahan pencabutan UHC ini cukup kompleks. Selama Januari-Mei 2024, Pemkab belum menunaikan iuran dengan total sebesar Rp80 miliar. Selain itu, Pemkab juga belum memenuhi syarat keaktifan sebesar 75 persen yang saat ini statusnya masih 71 persen.

"Nah ini kan yang harus diluruskan ya tapi kalau semangat menyuarakan aspirasi itu kan biasa ya karena buruh juga bagian dari masyarakat. Namanya berpendapat negara juga melindungi orang berpendapat tetapi saya sih berharapnya ketika disampaikan apalagi dalam forum yang lebih luas dipahami dulu permasalahannya seperti apa, kendalanya seperti apa sehingga kita nggak ngomongin masalah dan saling menyalahkan tapi kita ngomongnya solusi bagaimana supaya UHC ini kembali," jelasnya.

"Tapi kalau misalnya buruh berpendapat sih hal yang wajar namanya reaksi dari masyarakat, jangan sampai buruh berpendapat karena selama ini banyak buruh yang dijamin oleh PBI IJ atau PBPU Pemda ini yang kita nggak harapkan sehingga membebani penganggaran di Pemda," sambungnya.

Dia menjelaskan, kalangan buruh seharusnya dijamin oleh perusahaan. Pengusaha wajib menunaikan pembayaran BPJS sebesar 4 persen sedangkan pegawai 1 persen.

"Justru ini kan sebetulnya jaminan pemerintah terhadap para pekerja ya jangan sampai nanti kehilangan pekerjaan statusnya bukan PPU BU sehingga manfaat kehilangan jaminan pekerjaan itu tidak diperoleh karena dia status kepesertaan JKN nya bukan PPU BU apakah PBI JK atau PBPU Pemda. Sebetulnya ini merugikan buruh kalau seperti itu tapi secara umum nggak masalah namanya buruh bagian masyarakat umum berpendapat," jelasnya.

"Sebetulnya ini bentuk keperhatian seluruh elemen terhadap keberlangsungan JKN jadi ada sisi positifnya lah dengan seluruh pihak berpendapat sehingga ini jadi hal fokus kita semua," tambahnya.

Terkait permasalahan ini, pihaknya sudah bertemu dengan Sekda Kabupaten Sukabumi Ade Suryaman dan jajarannya. Keduanya berkomitmen akan berupaya untuk melunasi tunggakan sebesar Rp80 miliar tersebut.

"Kita (BPJS dan Pemda) sampai hari ini masih se-iya se-kata, masih berdampingan saling support. Kalaupun ini tidak bisa memenuhi seketika karena semua memang perlu proses dan semua juga berusaha menyelesaikan kendala-kendala di lapangan," kata dia.

Dia juga tidak menetapkan batas waktu bagi Pemda untuk melunasi tunggakan tersebut. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada kemampuan Pemerintah Daerah.

"Kalau deadline nggak sebetulnya, deadline itu tergantung pada kebijakan Pemda ya, tapi sejauh ini Pemda sangat menginginkan ini pun segera kembali. Jadi kita hargai proses yang sedang berjalan. Hasilnya kita tunggu saja insyallah ke arah positif," tutupnya.

Buruh Terdampak

Ketua Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPTSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Mochammad Popon mengatakan, pihaknya merasa keberatan dengan keputusan BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi yang mencabut status UHC Non Cut Off per 1 Mei 2024.

Dia mengatakan, buruh menjadi kelompok yang rentan terdampak dalam kebijakan pencabutan UHC tersebut. Atas dasar itu, serikat buruh Kabupaten Sukabumi mendesak BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi untuk mengembalikan status UHC non cut off bagi masyarakat Kabupaten Sukabumi. Pihaknya juga mengancam akan mengadakan unjuk rasa besar-besaran.

"Apabila dalam bulan Mei 2024 ini, ternyata BPJS Kesehatan belum juga mengembalikan status UHC non cut off, kami mendesak pimpinan atau Direksi BPJS Kesehatan di Jakarta untuk segera memecat Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi karena dinilai tidak cakap untuk bekerja," kata Popon.

"Dan apabila sampai akhir bulan Mei 2024 ini BPJS Kesehatan belum juga mengembalikan status UHC non cut off bagi masyarakat Kabupaten Sukabumi, SP TSK SPSI dengan penuh kesadaran akan mengadakan aksi unjuk rasa di kantor BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi," sambungnya.

(yum/yum)


Hide Ads