Temuan Walhi Soal Biang Kerok Bencana di Sukabumi

Temuan Walhi Soal Biang Kerok Bencana di Sukabumi

Siti Fatimah - detikJabar
Sabtu, 14 Des 2024 15:30 WIB
Foto udara jembatan jalur wisata Pelabuhan Ratu - Geopark Ciletuh terputus di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (7/12/2024). Hujan ekstrem dengan intensitas tinggi dan berdurasi lama yang melanda Kabupaten Sukabumi pada Rabu (5/12), membuat Sungai Cisantri meluap dan mengakibatkan terputusnya jembatan akses wisata menuju Geopark Ciletuh. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.
Jembatan Penghubung Pelabuhan Ratu-Geopark Ciletuh Rusak Diterjang Banjir (Foto: Antara Foto/Yulius Satria Wijaya)
Sukabumi -

Bencana alam banjir bandang yang memporak-porandakan Kabupaten Sukabumi pada 4 Desember 2024 lalu menyita perhatian berbagai pihak termasuk aktivis lingkungan.

Setidaknya, bencana banjir, tanah longsor hingga pergerakan tanah terjadi di 39 kecamatan dan 176 desa. Selain itu, ribuan warga mengungsi, 10 orang meninggal dunia dan dua dinyatakan hilang.

Direktur Eksekutif Walhi Daerah Jawa Barat, Wahyudin mengatakan, pihaknya sudah menurunkan tim untuk melakukan investigasi. Dilihat dari hasil pemantauan citra satelit, sedikitnya terdapat beberapa kawasan hutan yang telah hancur. Kehancuran hutan itu diduga kuat karena aktivitas pertambangan emas dan tambang galian kuarsa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu yang disorot yaitu di wilayah Kecamatan Waluran Jampang. Di sana, kata dia, terjadi degradasi hutan yang diduga kuat karena adanya pembukaan lahan untuk proyek Hutan Tanaman Energi (HTE) guna pasokan serbuk kayu ke PLTU Pelabuhanratu.

"Dari lapangan ditemukan fakta bahwa tidak hanya Kawasan Guha dan Dano saja yang telah terdegradasi. Di tempat lain juga terdapat kerusakan hutan dan lingkungan akibat tambang emas, dan tambang galian kuarsa untuk bahan pendukung pembuatan semen," kata Wahyudin dalam keterangan resmi yang diterima detikJabar, Sabtu (14/12/2024).

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Wahyudin menyebutkan beberapa nama perusahaan yang diduga terlibat dalam perusakan lingkungan hingga menyebabkan bencana alam.

"Tidak salah jika kawasan hutan berubah fungsi dan dapat meningkatkan run oleh kegiatan ini, malah kecenderungan kami, bahwa tanaman kaliandra dan gamal hanya menjadi kedok untuk menutupi tambang-tambang yang illegal dan setelahnya di panen untuk kebutuhan suplay serbuk kayu ke PLTU," jelasnya.

Bukan hanya itu, Walhi juga telah menemukan adanya operasi tambang emas di kawasan hutan. Di Ciemas, beroperasi sebuah perusahaan dengan luas konsesi 300 hektare dan juga di Kecamatan Simpenan beroperasi kegiatan tambang.

"Kawasan perhutanan sosial tidak luput pula dari objek tambang sebagaimana terdapat di petak 93 Bojong Pari dan Cimaningtin dengan luas 96,11 hektare," imbuhnya.

Dia menjelaskan, apabila mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi, kawasan tersebut tidak masuk pada lokasi pertambangan dan juga bukan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Menurutnya, bencana ekologis yang telah memporakporandakan wilayah Sukabumi jelas karena adanya kontribusi perusahaan. Untuk itu, Walhi Jabar meminta Polri agar melakukan penegakan hukum tindak pidana lingkungan.

"Kepada pemerintah kami mendesak agar menuntut perusahaan untuk melakukan pemulihan lingkungan, mengganti kerugian yang diderita masyarakat dan mengevaluasi areal perhutanan sosial yang dijadikan objek tambang," ucapnya.

WALHI mengaku, keberatan jika pemulihan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat hanya dibebankan kepada negara. Alasannya, kata dia, banjir bandang di Kabupaten Sukabumi karena adanya andil besar perusahaan dan karena keuangan negara bersumber dari kebanyakan pajak rakyat.

Ke depan pasca tanggap darurat dicabut pemerintah, WALHI mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum terhadap pihak-pihak yang diduga kuat berkontribusi pada bencana ekologis di Sukabumi.

"Kami berharap pula kepada pemerintah untuk tidak gegabah memberikan perizinan kepada perusahaan ekstraktif dengan alasan investasi. Di sejumlah tempat bencana yang disumbang, bahkan didalangi perusahaan ekstraktif agar menjadi pembelajaran," tutupnya.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads