Psikolog Ungkap Faktor Pemicu Tindak Kekerasan Pelajar di Sukabumi

Psikolog Ungkap Faktor Pemicu Tindak Kekerasan Pelajar di Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Jumat, 03 Mei 2024 16:00 WIB
Polisi mengamankan sejumlah remaja yang diduga hendak tawuran di Jalan Syamsudin, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi. Beberapa diantaranya adalah remaja perempuan.
Pelajar yang diamankan polisi karena hendak tawuran (Foto: Siti Fatimah)
Sukabumi - Beberapa pekan terakhir ini, kekerasan di kalangan pelajar di Sukabumi semakin marak. Tidak sekadar tawuran, mereka juga dengan matang merencanakan bagaimana cara, waktu, tempat, bahkan senjata yang dibawa untuk berduel.

Psikolog menggarisbawahi bahwa fenomena ini tidak bisa dianggap sepele, karena mencerminkan konflik internal yang kompleks di tengah-tengah masa remaja.

"Masa Remaja yang berkisar 12 - 18 tahun, berada dalam situasi konflik identitas dan gejolak emosi meledak-ledak serta fungsi kontrol emosi yang belum optimal. Remaja yang cenderung tenang karena dorongan emosi, sebenarnya dapat tersalurkan melalui aktivitas positif," kata Dikdik Hardy, tenaga ahli psikologi pada Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kabupaten Sukabumi, Jumat (3/5/2024).

Terkait dorongan perilaku yang mengakibatkan remaja tersebut berbuat kekerasan, Dikdik menganalisa hal itu karena adanya dorongan dari lingkungan sekitarnya. Tanpa itu agresi itu biasanya hanya diekspresikan di dunia maya namun karena adanya dorongan, agresi bisa berujung konfrontasi di dunia nyata.

"Kondisi duel pelajar (salah satunya) SMP ini, biasanya muncul karena ada penguat, istilahnya dikomporin teman sebaya atau peer group atau dari significant other seperti orang dewasa atau alumni. Karena jika tanpa penguat, biasanya agresi ini hanya berada di dunia maya atau media sosial," ujar Dikdik.

"Sayangnya indikasi perilaku agresi yang diekspresikan di dunia nyata, kerap tidak terpantau oleh orang tua, masyarakat atau siapapun" imbuhnya.

Dikdik mengungkap, sebagai psikolog ia tidak menyalahkan siapapun. Ia juga berharap peristiwa tawuran yang ramai kembali terjadi bisa dijadikan bahan pembelajaran ke depannya termasuk bagaimana cara mengatasinya.

"Tanpa harus menyalahkan siapapun, semoga kejadian ini menjadi bahan pembelajaran untuk kita semua, Diharapkan ke depannya kita bukan hanya bisa mendeteksi, tapi menunjukkan perhatian yang serius terhadap perkembangan anak-anak remaja sebagai bentuk care dan ini bkn hanya tanggung jawab orang tua saja tapi juga semua pihak," papar Dikdik.

Dalam satu waktu saat menganalisa salah satu pelaku kekerasan, Dikdik menemukan ada dugaan perilaku agresif juga diakibatkan tontonan para remaja .

"Sebagi gambaran, ada kasus pembacokan yang dilakukan anak remaja, saat dicek HP-nya ternyata banyak video yang menampilkan adegan kekerasan dan seksual. Agresi semu itu mudah muncul karena sensitif atau mudah terpancing emosi, kontrol emosi rendah dan cara mengekspresikannya yang tidak benar," paparnya.

Dalam kasus lainnya, Dikdik juga menemukan adanya perubahan perilaku pada remaja yang menjalani hukuman akibat melakukan kekerasan hingga korbannya meninggal dunia. Saat menjalani hukuman, remaja tersebut kembali menunjukkan perilaku yang kikuk, malu dan pendiam.

"Beberapa tahun silam ada kasus yang melibatkan anak remaja yg melakukan pembacokan saat tawuran sehingga korban meninggal. Pas dilihat saat mereka berada di Lapas Nyomplong, mereka terlihat seperti anak remaja biasa yang kadang kikuk, malu dan pendiam. Yang jadi pertanyaan dari mana agresi yang terlihat sadis seperti itu. Ternyata itu agresi semu yang muncul pada masa remaja dan diperkuat oleh peer group atau significant other," pungkas Dikdik. (sya/yum)



Hide Ads