Peristiwa perusakan rumah seorang Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Kota Sukabumi memiliki runut perjalanan yang panjang. Bermula dari laporan caleg PDIP soal dugaan pemindahan suara, kemudian persidangan Pemilu, peristiwa penyerangan rumah hingga terungkapnya praktek jual beli suara.
Dirangkum detikJabar, Sabtu (9/3/2024) berikut runutan peristiwa yang menjadi awal mula terungkapnya peristiwa jual beli suara dalam Pemilu 2024.
Caleg PDIP Lapor Dugaan Pemindahan Suara oleh PPK
Semua bermula saat salah satu calon legislatif (caleg) PDIP Rojab Asyari mengendus dugaan kecurangan Pemilu legislatif Kota Sukabumi di tingkat kecamatan Cibeureum dan Baros. Rojab membuat laporan ke Bawaslu pada 24 Februari 2024.
Rojab mengatakan, peristiwa dugaan pemindahan suara itu pertama kali diketahui saat ia menerima hasil rapat pleno PPK. Menurutnya, ada perbedaan jumlah suara antara hasil pleno dengan formulir C1 yang ia miliki.
Letak perbedaan jumlah suara itu secara rinci terjadi di empat TPS, yakni TPS 05, 06, 10 dan 19 Kelurahan Limusnunggal, Kecamatan Cibeureum dengan jumlah suara sebanyak 32. Menurutnya, ada pemindahan suara dari caleg PDIP nomor urut 01 dan 02.
"Ketika dicek yang TPS bersangkutan, C1 nya ternyata memang beda. Jadi ini sudah jelas ada tindakan pelanggaran yang dilakukan dengan mengubah hasil," kata Rojab.
Selain di Kelurahan Limusnunggal, Kecamatan Cibeureum, dia juga melaporkan pemindahan suara di dua TPS yang ada di Kelurahan Baros, Kecamatan Baros. Jumlah suara yang dipindahkan di Kecamatan Baros sebanyak 27.
Bawaslu Nyatakan PPK Bersalah
Singkat cerita, persidangan dugaan pelanggaran Pemilu pun berjalan di ruang sidang kantor Bawaslu Kota Sukabumi, Kecamatan Warudoyong. Proses persidangan dilakukan secara terbuka dan dengan penjagaan ketat oleh aparat kepolisian.
Sidang putusan berlangsung pada 1-2 Maret dini hari. Dalam amar putusannya, Ketua Bawaslu Kota Sukabumi Yasti Yustia Asih bahwa dua PPK tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif pemilu.
"Menyatakan terlapor (PPK/KPU) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif pemilu," kata Yasti dalam amar putusan.
Selain menyatakan bersalah, Bawaslu juga memberikan teguran tertulis kepada PPK, memerintahkan PPK agar melakukan pencermatan dan perubahan, memerintahkan KPU untuk mengawasi terhadap hasil putusan dan mereka dinyatakan telah melanggar kode etik.
(mso/mso)