Dengan sinar matahari yang lembut menyapa, hari wisuda menjadi momen penting bagi para lulusan untuk memulai perjalanan hidup yang baru. Di antara kerumunan orang dan nuansa kebahagiaan, satu sosok menonjol dengan bunga-bunga indah yang dijualnya.
Seorang wanita tegar bernama Sumiati, membawa pemandangan berwarna yang tak terpisahkan dari momen indah di hari-hari wisuda. Dengan suara lemah lembutnya, sesekali ia menawarkan buket bunga itu kepada pembeli dari kalangan mahasiswa. "Neng, sini neng mawarnya neng".
Setiap pagi, seusai shalat subuh, ia tiba di depan pintu gerbang kampus Unpad Dipatiukur, Kota Bandung dengan buket-buket bunga segar yang dipetik dari kebunnya sendiri di Parongpong, Lembang. Ia mengungkapkan bahwa kehadirannya di sini sudah berlangsung bertahun-tahun, sejak mahasiswa banyak berkuliah disini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Udah lama dari beberapa tahun lalu pas pada kuliah di sini. 20 tahun kurang lah pas mahasiswa masih banyak di sini," ungkapnya.
Dengan latar belakang almarhum suaminya sebagai seorang petani, ia dapat mengerti cara untuk menanam bunga mawar dan dengan gigih membentuk buket-buket indah yang memikat hati para wisudawan. Dalam prosesnya, ia melibatkan anak-anaknya untuk membentuk berbagai ukuran, mulai dari buket besar hingga bunga mawar satuan dengan harga yang terjangkau.
"Dulu si bapak mah petani. Jadi ibu teh juga dah ngerti cara tanemnya ini. Ada lahannya itu, jadinya nanemin bunga buat dijual. Ngerangkainya bareng anak, tapi ibu mah sendiri weh kalo jaga, anak ngebantu buat belahin, motongin, rangkai bunga gitu tapi yang ngejaga tetep ibu soalnya pada sibuk kerja," terangnya.
"Ini ada yang besar-besar pisan 100 ribu, ada yang 50 ribu, ada juga yang 25 ribu. Trus yang ini (menunjuk ke arah bunga mawar satuan) 15 ribu dapat dua," lanjutnya.
Sambil menyusun buket-buket indah, Sumiati bercerita bahwa ia tidak pernah berpindah tempat, meskipun lapaknya hanya berlangsung lima hari selama masa wisuda. Ia tetap setia di tempat itu karena itu adalah tempat pilihan bagi mahasiswa yang ada di sana.
"Ibu mah selalu di sini lapaknya (di depan pintu gerbang Unpad samping), gak pernah kemana-mana dari dulu. Di tempat lain mah kosong, soalnya itu biasanya pilihan orang-orang buat ngebelinya. Tapi ibu juga kadang nerima pesanan kayak ke Bojongsoang waktu itu teh. Terus biasanya juga buat pas ada valentine buat anak-anak muda gitu," katanya.
Namun, seiring perubahan waktu dan mahasiswa yang pindah, jumlah pembeli berkurang. Pada tahun-tahun ke belakang, Sumiati bisa meraih omzet hingga 10 juta dalam tiga hari. Kini, angka tersebut menurun. Namun, ia tidak pernah menyerah. Dia tetap berusaha semaksimal mungkin.
"Sekarang mah nurun jualannya. Kalo dulu mah bagus-bagus gitu. Biasanya teh tiga hari dapat 10 juta. Kayak ini (menunjuk ke buket bunga miliknya) bisa dibeli 2 sampai 3 pot (pot besar untuk menampung buket bunga) sama mahasiswa. Ini juga yang harga 15 ribuan biasa dibeli 30 buah. Dulu kan banyak mahasiswa mah sekolahnya di sini, sekarang mah pindah ke Jatinangor. Jadinya kalo sekarang mah malah dikit dapatnya, belum sampai kayak waktu itu," tuturnya.
Ketika ditanya apakah ia menjual buket-buket khusus seperti dengan tambahan snack atau boneka, Sumiati hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Menurutnya, keindahan bunga saja sudah cukup.
"Nggak atuh ribet ah (diselingi oleh gelak tawa) lebih gampangan bunga aja, banyak juga soalnya kan bunga di rumah," jawabnya.
Di balik bisnisnya yang tampak sederhana, Sumiati juga membagikan kisah tentang proses panen bunga di kebunnya. Meski harus bersusah payah, namun ia bangga dengan bunga-bunga yang ia tanam sendiri. Modal besar yang dikeluarkan untuk memulai bisnis ini tidak pernah membuatnya menyerah.
"Nanem bunga modalnya sekaligus, tapi panennya mah selang seling sehari sekali gitu. Iya tapi lumayan lah, bisa dapet beberapa iket gitu. Satu iketnya itu 20 bijian. Terus ini ngerakitnya empat hari lah, sehari bisa dapat ngebikin 60 buah gitu. Kalo misalkan hari ini ga habis, besok masih bisa. Nanti disimpen dibawa ke rumah, besok bawa lagi kesini. Ini kan juga bunga-bunga kemarin. Masih segar juga soalnya dipotong dikit terus kasih air. Paling 5 hari lah masih seger," jelasnya.
"Modal mah banyak atuh. Mawarnya aja ini 25 tapi kan punya sendiri, kalo bunga lainnya teh pada beli 50 kodi lah. Nah itu aja udah berapa kan. Jadi ada beberapa beli ada juga yang ngambil sendiri. Yang ibu punya mawar, kalo yang beli ini kayak bunga mahrit. Jadi dicampur gitu punya ibu sendiri sama yang beli buat bikin buket bunganya," kata Sumiati menambahkan.
Jeda Pandemi
Di tengah pandemi yang merenggut banyak peluang usaha, Sumiati terpaksa berhenti sejenak, karena tak ada perayaan wisuda di kampus. Namun sekarang, dengan berakhirnya masa sulit tersebut, ia kembali beraktivitas dengan semangat yang sama. Meskipun penjualannya hari ini mungkin tidak sebanyak dulu, Sumiati melihat masa depan yang lebih cerah.
"Ga, ga jualan pas pandemi dulu teh. Orang gada juga yang wisuda disini kan. Ga jualan sama sekali, jadi gada pemasukan. Tapi alhamdulillah ini udah selesai jadi bisa ngapa-ngapain lagi",
Dalam percakapan hangat dengan detikJabar, Sumiati menyampaikan bahwa jualan buket bunga bukan hanya sekadar bisnis baginya. Ia menjalankan usahanya untuk mencukupi kebutuhan sekolah anak-anaknya dulu.
"Dari dulu mah jualin ini aja. Soalnya uang mah bisa habis kan, cuma ibu dapetin buat biaya sekolah anak. Ini dulu anak mau sekolah, tapi ga lolos daftar lagi, ga lolos lagi daftar lagi, baru yang ketiga kalinya keterima" ucapnya.
Meski ia diminta beristirahat di rumah oleh anak-anaknya yang kini telah mendapatkan pekerjaan dan gaji, Sumiati tetap setia pada bisnisnya dan menjawab dengan tulus bahwa semua ini demi masa depan anak-anaknya. Ia tetap teguh pada prinsipnya untuk memberikan yang terbaik bagi mereka.
"Iya buat masa depan anak pokoknya mah biar ga kesusahan. Sekarang alhamdulillah udah pada punya kerjaan dan udah punya gaji. Anak-anak juga bilang ke ibu ga usah jualan lagi istirahat aja, tapi ibu mah tetep jualan karena ibu punya tempat dan punya modal," tutupnya.
Setiap bunga yang ia bungkus dan setiap daun yang ia susun, adalah cermin dari perjalanan hidupnya yang penuh warna. Dalam kisah ini, Sumiati mengajarkan kita tentang kekuatan tekad, kegigihan, dan cinta tanpa syarat.
Ia adalah pahlawan tak dikenal di balik keindahan bunga-bunga yang dijualnya di hari wisuda kampus dan berharap untuk masa depan yang lebih baik dan penuh kebahagiaan.
(yum/yum)