Warga Jabar dan Bayang-bayang Jeratan Utang Pinjaman Online

Round Up

Warga Jabar dan Bayang-bayang Jeratan Utang Pinjaman Online

Rifat Alhamidi - detikJabar
Minggu, 09 Jul 2023 19:30 WIB
Ilustrasi pinjol
Foto: Ilustrasi: Luthfy Syahban
Bandung -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis data mencengangkan mengenai aktivitas warga Jawa Barat di platform pinjaman online atau pinjol. Berdasarkan data OJK, utang warga Jabar yang menggunakan pinjol tembus Rp 13,8 triliun.

Utang warga Jabar ini bahkan tercatat dibukukan dalam 4,8 juta rekening per Mei 2023. Dibandingkan daerah tetangganya, utang warga Jabar di pinjol lebih tinggi, sementara di Jakarta mencapai angka Rp 10,5 triliun.

Kepala OJK Kantor Regional II Jabar Indarto Budiwitono mengatakan, utang pinjol warga Jawa Barat terhitung mengalami kenaikan hingga 17,6 persen. Ironisnya, pengguna pinjol tersebut rata-rata warga di usia produktif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bicara dari sisi rekeningnya, data dari kami per Mei 2023 jumlahnya sekitar 4,8 juta rekening. Jadi kalau dibandingkan tahun lalu memang kita ada peningkatan 17,6 persen, tahun lalu 4,1 juta," katanya via sambungan telepon, Jumat (7/7/2023).

"Kita bicara usia, produktif, karena ada klasifikasi, mereka menunjukkan KTP, foto dan semacamnya dan mereka harus bisa meyakini perusahaan pemberi pinjaman bahwa yang bersangkutan produktif dan mampu mengembalikan pinjamannya," ujarnya menambahkan.

ADVERTISEMENT

Meski utang pinjol digunakan warga Jabar untuk menutup kebutuhan produktif, namun tak sedikit yang menggunakannya untuk keperluan yang tidak penting-penting amat. Menurut Indarto, sebagian warga Jabar ada yang mengutang ke pinjol untuk membeli handphone.

"Sementara ini berdasarkan data masih untuk yang non produktif. Tapi yang non produktif ini belum tentu jelek ya, misalkan untuk pendidikan atau renovasi rumah dan biaya rumah sakit, tapi ada yang konsumtifnya seperti beli handphone dan keperluan yang sifatnya konsumtif," kata Indarto.

Indrarto mengungkap naiknya utang warga Jabar terhadap pinjol disebabkan karena pandemi COVID-19. Masyarakat menganggap meminjam ke pinjol lebih mudah dibanding harus mengajukan pinjaman ke penyedia jasa keuangan lainnya.

Selain itu, masyarakat juga memilih pinjol untuk menghindari BI-Checking yang dilakukan bank konvensional. Hal itulah, membuat mereka meminjam uang ke pinjol.

"Dari sisi pemahaman masyarakat sekarang cenderung meningkat, banyak pilihan masyarakat kalau mau minjam ke mana, tapi ke pinjol kecenderungan lebih cepat dari pada bank. Caranya cepat dan bisa dikembalikan lebih cepat juga, meskipun ada konsekuensinya bunga relatif lebih tinggi dibandingkan dari lembaga jasa keuangan lain," jelasnya.

Tapi akibatnya, warga Jabar yang mengutang ke pinjol banyak yang terpaksa gali lubang tutup lubang. Banyak warga yang tak mampu membayar sehingga membuat mereka terpaksa mengutang lagi ke pinjol.

"Banyak, kalau kita lihat NPL 3,9 persen (wanprestasi) tidak (tinggi), tetapi ada kemungkinan mereka gali lubang tutup lubang, karena ada beberapa kasus," kata Indarto.

Ia pun mengingatkan masyarakat Jawa Barat agar tidak terbujuk rayuan iklan pinjol di media sosial atau di internet. "Kan banyak situs yang menawarkan pinjaman, jangan main klik saja, bahaya itu, kembali ke 2L ya," tuturnya.

Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mempertanyakan soal jumlah pinjaman online yang mencapai triliunan rupiah itu mengkhawatirkan atau tidak.

"Namanya utang selalu ada. Jadi jawabannya utangnya masuk ke batas yang mengkhawatirkan atau tidak. Kalau namanya berutang hampir semua dari kita kan berutang," kata Ridwan Kamil saat diwawancarai di Gedung DPRD Jabar, Kamis (6/7/2023).

Emil mengungkapkan, tidak semua utang yang berasal dari pinjaman online bersifat negatif. Apalagi saat ini banyak aplikasi pinjol yang nyatanya sudah mendapat izin dari OJK. Karena itu Emil menganggap jika utang warga Jabar yang mencapai Rp 13,8 triliun adalah hal wajar.

"Sehingga pertanyaannya analisanya apa, namanya pinjaman mah dimana-mana dan semua serba fintech. Dan pinjol itu tidak semua negatif, Rp 13,8 T itu pinjol legal atau ilegal. Kalau legal kan diizinkan OJK," ucap Emil.

"Saya gak bisa berkomentar itu negatif atau positif karena namanya berutang, apalagi warga Jabar 50 juta jiwa, itu hal biasa. Tinggal kami diberi penilaian saja itu negatif apa positif kan," sambungnya.

Emil meminta kepada OJK untuk menganalisa proporsi ekonomi terhadap nilai utang warga Jabar di pinjaman online apakah berdampak negatif atau positif.

"Ingat gak dulu zaman COVID-19 kebanyakan menabung dianggap negatif karena beban bank tidak berutang tidak, ada spending, sehingga orang berlomba meminjam untuk usaha," ujarnya.

"Maka saya balikan ke OJK, saya masih netral terhadap isu itu kecuali ada analisa bahwa itu negatif terhadap proporsi ekonomi," pungkasnya.




(tey/tey)


Hide Ads