Pakar ITB Bedah Prinsip Mengerikan Oknum Sopir Bus

Pakar ITB Bedah Prinsip Mengerikan Oknum Sopir Bus

Wisma Putra - detikJabar
Rabu, 28 Jun 2023 19:30 WIB
Ilustrasi Bus
Ilustrasi bus. (Foto: Dok. Shutterstock)
Bandung -

Jagat maya digegerkan dengan pernyataan seorang sopir bus yang mengatakan 'lebih baik hilang satu nyawa di mobil kecil daripada hilang nyawa satu bus'. Pernyataan tersebut menuai kontroversi.

Video pernyataan sopir bus itu dibagikan melalui Instagram resmi anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni @ahmadsahroni88.

Dalam video itu, terjadi perdebatan antara sopir bus dengan seorang perempuan yang merupakan pengendara lain. Diduga perdebatan ini terjadi setelah ada yang membahayakan di jalan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pakar Transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono angkat bicara terkait hal tersebut. Sony menilai, yang diobrolkan seorang sopir adalah suatu hal natural, yang penting dia selamat meski orang lain celaka. Itu menandakan sang sopir tak tahu konsep keselamatan berkendara.

"Ini adalah salah satu indikasi bahwa sopir tersebut tak memahami konsep keselamatan," kata Sony via sambungan telepon, Rabu (28/6/2023).

ADVERTISEMENT

"Kalau kita lihat isu yang lagi ramai tentang SIM, bahwa prosedur SIM kita tidak sampai menciptakan orang berkompetensi berkeselamatan," tambahnya.

Sony mengungkapkan, jika merujuk pada prosedur pembuatan surat izin mengemudi (SIM), psikologis atau kejiwaan sopir yang melontarkan pernyataan tersebut patut dipertanyakan.

"Artinya sebenarnya salah satu syarat untuk dapat SIM itu, aspek psikologis. Aspek psikologosnya itu, tidak teruji dengan baik saat proses pembuatan SIM, apakah itu B1, A atau C, artinya tidak ada evaluasi kejiwaan. Kalau kayak gitu lolos, berarti ada permasalahan terkait masalah seleksi dan masalah pengajuan SIM," ungkap Sony.

Disinggung pernyataan sang sopir yang dinilai sudah menjadi prinsip di kalangan sopir, Sony menyebut psikologis sopir seperti itu harus dibenahi.

"Aspek psikologis harus dibenahi, berarti ada masalah, sopir itu cari aman untuk diri sendiri, nggak peduli orang lain. Sopir seperti itu egois, tidak menghargai orang lain, bentuk seperti itu sangat berbahaya kalau masuk ke jalan," jelasnya.

Jika masih ada sopir yang memiliki pola pikir demikian, hal tersebut menurutnya mencerminkan sopir tersebut tak kompeten meski memiliki SIM.

"Ini indikasi bahwa SIM itu bukan suatu hal yang bagus, karena SIM itu harus mencerminkan kompetensi orang itu atau pemegang SIM itu agar menjaga keselamatan, memahami aturan, secara emosi baik dan menguasai kendaraan. Ini kan tidak teruji dengan baik dalam pengajuan SIM, sehingga tidak mencerminkan kompetensinya," terang Sony.

Sony juga menegaskan, sopir yang memilki mindset seperti itu salah dan pola pikir seperti itu harus dibenahi. "Sudah salah secara psikologis, ada permasalahan psikologisnya dan itu mencerminkan sopir bus pada umumnya, sehingga harus kita benahi. Jangan sampai jadi pembenaran untuk lakukan tindakan-tindakan seperti itu," paparnya.

Menurut Sony, berdasarkan data KNKT kecelakaan lalu lintas notabene disebabkan oleh faktor manusia. "Kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia, faktor manusia ini bukan karena tidak menguasai kendaraan, lebih banyak terlalu konfiden dalam mengendarai kendaraannya, pemahaman dia terhadap aturan dan medan perjalanan kurang diperhatikan," pungkasnya.

(wip/orb)


Hide Ads