Sebanyak 13 orang tewas dalam insiden pemusnahan amunisi tidak layak pakai atau bahan peledak kedaluwarsa di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (12/5) kemarin. Pakar bahan peledak atau ahli peledakan ITB Ganda Simangunsong mengatakan amunisi kedaluwarsa sejatinya harus dimusnahkan.
"Bahan peledak kedaluwarsa memang harus dimusnahkan karena performance-nya sudah nggak bagus, jadi bisa terjadi hal yang tidak sesuai rencana lah kalau nggak dimusnahkan ya," kata Ganda Simangunsong kepada detikJabar, Selasa (13/5/2025).
Ganda menjelaskan soal ciri bahan peledak kedaluwarsa. "Jadi jenisnya beda-beda ya, setiap jenis bahan peledak tentunya. Tapi yang pasti banyak sih, mulai dari kondisi fisik yang tadinya warnanya putih, terus berubah jadi warna kuning gitu ya. Itu salah satunya. Atau, bisa juga yang tadinya bentuknya serbuk terus menjadi kristal, yang tadinya kenyal menjadi tidak kenyal," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Ganda menyebut bahan peledak kedaluwarsa memiliki daya ledak yang lebih kuat atau lemah dibandingkan saat masih aktif. "Atau yang ujung-ujungnya sih kalau yang paling tidak diinginkan adalah kalau diledakan, terus dia (bahan peledak kedaluwarsa) bisa jadi lebih kuat atau menjadi lebih lemah gitu aja sih," tuturnya.
Ganda menjelaskan untuk waktu kedaluwarsa pun berbeda-beda dari setiap jenis bahan peledak. "Nggak bisa generalisasi ya. Ada yang 6 bulan, ada yang 1 tahun, ada yang 5 tahun, macam-macam," tambahnya.
Batas Aman Peledakan
Pria bergelar doktor di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB ini juga membahas terkait batas aman lokasi pemusnahan bahan peledak tidak layak pakai. "Ya benar harus jauh (dari pemukiman) karena ada batas aman ya namanya. Batas aman itu artinya kalau untuk orang ada di radius, misalnya kalau ngeledakin tuh di atas 500 meter nggak boleh ada orang. Atau kalau ada infrastruktur penting nggak boleh kurang dari 300 meter, itu kan ada aturannya," terangnya.
"Ya, jadi memang harus di daerah yang clear, paling tidak kalau manusia sih di luar radius 500 meter ya, itu aturan yang ada sekarang," tambahnya.
Menurut Ganda, aturan di Indonesia pemusnahan harus jauh dari permukiman. Selain di tempat terbuka, pemusnahan juga bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan khusus.
"Tapi kan ada kalanya, kalau aturan Indonesia kan segitu, tapi ada kalanya kalau misalnya jaraknya itu nggak bisa tercapai. Misalnya kita nemuin bahan peledaknya itu ada di lingkungan padat gitu ya, nggak bisa dapat jarak 500 meter. Maka salah satu caranya adalah pakai kendaraan yang bisa nahan gitu ya. Kalau di luar negeri kan banyak tuh kendaraan yang bisa dipakai untuk menghancurkan bahan peledak. Jadi nggak perlu dijarak 500 meter, tapi dimasukan ke dalam kontainer, kontainernya nanti diledakin, udah aman," terangnya.
Tak hanya bahan peledak, detonator atau alat untuk memantik api dalam proses pemusnahan bahan peledak itu juga menurut Ganda bisa kedaluwarsa.
"Detonator itu namanya pemicu ya. Jadi untuk nyalain kalau istilah sederhananya kayak korek apinya. Jadi bahan peledak utamanya yang diledakin bisa macam-macam. Misalnya saya mau ngebakar koran, maka detonator itu sebagai pemantiknya, yang jadi bahan peledaknya korannya gitu ya. Detonator juga bisa expire tentunya, makanya perlu dimusnahkan juga kalau sudah tidak sesuai dengan speknya ya," terangnya.
TNI Harus Evaluasi
Ganda menyarankan kepada pihak TNI AD untuk melakukan evaluasi pascakejadian ledakan yang memakan 13 nyawa. Apalagi dalam kejadian ini, ada 9 warga sipil yang terlibat dan turut menjadi korban. "Kalau saya lihat sih harus di evaluasi SOP-nya. Kalau saya baca berita, ini saya cuma berinterpretasi ya, kalau persoalan bahwa orang yang pertama kali masuk ke area peledakan itu adalah orang yang harus ngerti bahan peledak tentunya gitu ya. Jadi nggak boleh orang warga atau siapapun yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengerti bahan peledak itu masuk ke dalam area tersebut," tuturnya.
"Nah kalau di situ kan saya lihat ada warga segala macam, mestinya kan tidak diperbolehkan itu. Kalau di tambang tuh nggak boleh tuh masuk ke area peledakan orang-orang yang nggak ngerti peledakan," tambahnya.
Selain itu, anggota TNI yang bertugas melakukan pemusnahan bahan peledak ini harus sudah tersertifikasi. "Kalau di kita adanya sertifikasi ya, certified untuk yang ngerti bahan peledak dan yang menyatakan pertama kali, dan boleh masuk (ke kawasan peledakan) itu adalah orang yang kompeten. Artinya yang memicu itu kan satu orang. Setelah dia memicu, ketika dia mau memicu yang satunya lagi dia harus bilang, ini area udah aman, bisa dimasukin sama orang," ujarnya.
Jika peledakan sudah dilakukan dan dinyatakan aman, menurut Ganda baru orang bisa masuk, sekalipun orang tersebut tidak kompeten. Tapi jika tidak ada perintah dari orang yang mau melakukan peledakan bahwa daerahnya itu belum aman mestinya tidak boleh masuk.
"Jadi lebih banyak ke SOP menurut saya, prosedur, prosedurnya harus diperbaiki dan harus dipahami ya, diikuti," tuturnya.
Pertama Kali Terjadi
Dari catatan Ganda, kejadian pemusnahan amunisi kedaluwarsa dan memakan korban jiwa baru pertama kali terjadi. "Kalau untuk penghancuran amunisi terjadi kecelakaan ini kayaknya baru selama saya belajar tentang bahan peledak ya, mulai dari tahun 2000-an, baru pertama kali ini," ujarnya.
Selama ini, kejadian yang pernah terjadi di antaranya ada yang menemukan bahan peledak meledak saat menjinakan. "Di beberapa tempat ada, kalau yang gitu," ucapnya.
"Ini kan meledakannya tidak terencana jadinya ya, artinya bahan peledak yang mestinya belum meledak terus meledak duluan. Makanya disebutnya unplanned detonation, jadi peledakan yang tidak terencana ya," pungkasnya.
(wip/sud)