Lorong Waktu

Repotnya Kolonial Belanda Urus Pemudik Pribumi Saat Lebaran

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Jumat, 21 Apr 2023 15:00 WIB
Suasana saat Belanda membagikan pakaian untuk masyarakat Pribumi (Foto : Dok Yayasan Dapuran Kipahare/Istimewa)
Sukabumi -

Aktivitas mudik menjadi semacam budaya para perantau yang dilakukan setiap tahunnya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mudik diartikan ke-udik atau pulang ke kampung halaman.

Aktivitas mudik berlangsung sejak dahulu, bahkan sejak era kolonial Belanda. Menurut Irman Firmansyah, pengamat sejarah dari Yayasan Dapuran Kipahare, istilah mudik sebenarnya baru berkembang sekitar tahun 1970-1980.

"Istilah sebelumnya yang popular adalah pulang kampung, namun istilah ini juga berlaku bagi yang tak kembali lagi ke kota. Mudik dalam artian hanya pulang saat ada libur lebaran, sebenarnya bukan hal yang baru," kata Irman, kepada detikJabar, Sabtu (15/4/2023).

Suasana saat Belanda membagikan pakaian untuk masyarakat Pribumi Foto: (Foto : Dok Yayasan Dapuran Kipahare/Istimewa)

Irman bercerita, kebiasaan masyarakat selalu pulang ke kampung menemui saudara, ayah ibu, teman, tetangga berlangsung sudah sejak lama. Para pekerja Sukabumi yang bekerja atau sekolah di Batavia (Jakarta) misalnya selalu pulang pada masa menjelang lebaran.

"Namun karena jumlahnya tidak banyak maka tidak menjadi fenomena istimewa hanya pulang begitu saja baik menggunakan mobil, kereta maupun kereta kuda. Arus urbanisasi ke Batavia yang terjadi sekitar tahun 1920-an mulai menunjukan banyaknya warga yang mudik banyak daerah termasuk Sukabumi," ujarnya.

"Karena sering terjadi kekurangan kendaraan saat mudik, maka pada bulan Desember 1937 pemerintah menambah kereta api menuju Bogor Sukabumi berupa kereta expres dan kereta malam. Kereta yang ke Sukabumi mulai ditambah pada hari sabtu tanggal 4 Desember 1937 dengan jadwal pukul 14.45 WIB dari Batavia," sambung Irman.

Upaya itu ternyata belum menyelesaikan masalah mudik, dijelaskan Irman, catatan Algemeen Handelsblad November 1939 menyebutkan bahwa banyak orang Belanda yang harus menyetir sendiri karena sopirnya pulang kampung untuk berlebaran di kampungnya.

"Beberapa ruas jalan termasuk Jalan Batavia menuju Sukabumi menjelang hari raya Idul Fitri dipadati oleh pemudik dimana ratusan orang berjalan kaki, ada juga yang menggunakan gerobak atau bahkan Taksi. Uniknya setiap taksi selalu kelebihan muatan karena yang naik biasanya cukup banyak dengan barang bawaan yang tidak sedikit," cerita Irman.

Dikisahkan Irman, mereka semua menuju kampung untuk merayakan lebaran yang disebut Belanda sebagai Inlands Nieuwjaar (Tahun Baru Pribumi). Orang Belanda kadang menyebut juga dengan istilah Inlaandsche Paasfeest (Pesta paskah pribumi) yang sebenarnya punya arti yang juga tidak pas.

"Kegiatan pulang kampung ini saat itu sudah menjadi tradisi dimana masyarakat muslim mengunjungi kerabat, teman-teman dan orang tua jika masih ada di kampungnya. Momen yang paling tepat bagi semua masyarakat adalah Idul Fitri atau lebaran," tutur Irman.

Istilah flexing ternyata sudah ada saat zaman itu, banyak para pemudik yang kemudian memperlihatkan buah dari kerja kerasnya selama merantau di kampung halamannya.

"Seiring libur bekerja atau meliburkan diri bagi para pedagang dan menyempatkan diri untuk pulang selama beberapa hari, sekalian menunjukkan kesuksesannya di Batavia kepada masyarakat di kampungnya pada waktu lebaran," pungkas Irman.

Menjelajahi fenomena dan kejadian masa lalu lainnya melalui artikel-artikel Lorong Waktu khas detikJabar di sini.




(sya/yum)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork