Di salah satu sudut jalan Wastukencana, Bandung ada sebuah bangunan yang dicap sebagai 'Gedung Setan' pada tahun 1900 awal. Tempat itu kerap dijadikan tempat berkumpulnya perkumpulan persaudaraan Freemasonry pada masa kolonial.
Dikutip dari berbagai literatur, sebenarnya nama asli dari gedung tersebut adalah "Loge St. Jan" atau disebut juga Loge Sint Jan, tetapi karena warga kesulitan melafalkan nama Sint Jan maka diplesetkan menjadi 'Gedung Setan'.
"Dulunya, tepat di tempat Masjid Ukhuwwah didirikan, dibangun loge pertama perkumpulan Freemason di Bandung. Sebetulnya gedung ini hanya menjadi tempat diskusi bagi anggota, namun muncul stigma negatif," papar Gadis Noer Hadianty, Story Teller Cerita Bandung, mengawali cerita dalam walking tour beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gadis mengutip literasi mengenai Freemasonry, dijelaskan bahwa kaum pribumi memanggil nama Loge St Jan menjadi Gedung Setan. Selain karena fasad gedung yang tertutup, juga karena pergerakan organisasi yang terkesan rahasia.
"Pribumi memanggil gedung itu dengan Gedung Setan, mungkin pabaliut (berbelit) dengan kata St Jan ya. Tampilan gedung zaman itu juga kaca jendelanya kecil, padahal bangunannya besar. Mungkin ingin lebih eksklusif aja," kata Gadis sembari menunjukkan foto gedung zaman dulu.
Ia juga menceritakan sedikit kisah lucu. Para orang tua pribumi biasa menggunakan Gedung Setan untuk menakut-nakuti anaknya yang tak mau pulang usai bermain hingga petang.
"Sebetulnya kegiatan Freemason ini cenderung bagus, lekat dengan aktivitas sosial dan pendidikan. Para anggota membangun perpustakaan dengan koleksi buku terlengkap di Bandung. Perpustakaan inilah yang dikunjungi ibu Inggit Garnasih untuk menyelundupkan buku-buku ke dalam penjara Soekarno di Banceuy," terang Gadis.
![]() |
De Openbare Bibliothec van Bandoeng merupakan nama perpustakaan ini. Perkumpulan Freemasonry juga mendirikan sebuah sekolah Taman Kanak-kanak (Frobelschool) yang kini difungsikan sebagai Museum Kota Bandung.
Disitat dari buku Sejarah Singkat Freemasonry oleh Robert Freke Gould Senior Grand Deacon of England, menyebut pada tanggal 23 November 1880, beberapa Freemason memutuskan untuk melanjutkan pendirian St Jan di Masonnieke Sociëteit dengan nama Bandoeng atau kini kota Bandung.
Dalam literasi Belanda tersebut juga menyebut gedung dibangun pada bulan Januari 1901. Saat peresmian sekitar Juli 1901, pemberi sambutan mengharapkan St Jan akan menjadi berkat bagi Bandoeng.
Namun karena kesan rahasia dan tak banyak pribumi yang masuk ke organisasi ini maka gerakan Freemason mulai dirasa sebagai gerakan ajaran sesat. Bahkan beberapa orang berpendapat organisasi ini merupakan pemuja setan.
Di dalam buku Okultisme di Bandoeng Doloe oleh M Ryzki Wiryawan, disebutkan akhir perkumpulan organisasi Freemasonry yakni berawal dari keberadaan para penjajah Jepang.
"Kemudian singkat cerita setelah Indonesia merdeka, Soekarno membuat Keputusan Presiden yang melarang adanya kegiatan Freemasonry di Indonesia karena muncul dugaan menjadi perkumpulan sesat. Loge St Jan pun beralih fungsi jadi Gedung Graha Pancasila," ucap Gadis.
"Sayangnya, Gedung Graha Pancasila kemudian diratakan dengan tanah. Kemudian dibangunlah masjid dengan nama Al Ukhuwwah. Mungkin ini teori cocokologi atau apa, arti Ukhuwwah itu persaudaraan. Makanya masih suka dikaitin sama jejak Freemason," lanjutnya.
![]() |
Kini, bangunan yang dulunya disebut 'Gedung Setan' itu sudah berganti menjadi rumah ibadah. Segala kegiatan keagamaan Islam kerap dilakukan di masjid tersebut.
Terlebih lokasi masjid yang sangat dekat dengan gedung Balai Kota membuatnya menjadi ramai digunakan untuk para Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Bandung melaksanakan ibadah.
Wahyu Arifin pengurus bidang Ri'ayah Masjid Al Ukhuwwah menuturkan, masjid ini mulai dibangun pada tahun 1998 dan diarsiteki oleh seseorang bernama Ir Keulman.
Masjid Al Ukhuwwah memiliki luas sekitar lebih dari 4.000 meter persegi dengan tiga lantai, yakni lantai dasar atau basement, dan dua lantai utama dalam bangunan.
Masjid Al Ukhuwwah menjadi salah satu masjid bersejarah yang memiliki arsitektur cantik. Pada bagian atap mengingatkan kita dengan atap Gedung Sate.
Masuk ke bagian dalam, atap masjid ini nampak begitu megah dengan lampu gantung berwarna emas.
Bagian dalam masjid yakni ruang utama dan area balkon (lantai tiga) mampu menampung hingga 3.000 jamaah. Uniknya, tak ada tiang penyangga di bagian dalam sehingga ubin masjid terhampar luas untuk jamaah beribadah.