Jabar Hari Ini: Sampah Menggunung di Bandung Raya

Jabar Hari Ini: Sampah Menggunung di Bandung Raya

- detikJabar
Kamis, 13 Nov 2025 22:00 WIB
Gunungan sampah di Jalan Gunung Batu, Kota Bandung
Gunungan sampah di Jalan Gunung Batu, Kota Bandung (Foto: Bima Bagaskara/detikJabar)
Bandung -

Sejumlah peristiwa terjadi di Jawa Barat (Jabar) hari ini, Kamis (13/11/2025). Mulai dari DLH Jabar soroti pengolahan sampah di Bandung Raya hingga terungkapnya fakta pilu pembunuhan satu keluarga di Indramayu.

Berikut rangkuman Jabar hari ini

1. Bandung Raya Dikepung Sampah, DLH Jabar Soroti Ketidakdisiplinan Daerah

Bau menyengat dan tumpukan sampah yang kian meninggi di berbagai sudut Bandung Raya menjadi potret buram pengelolaan lingkungan akhir-akhir ini. Setelah pembatasan pembuangan ke Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Sarimukti diberlakukan, sejumlah wilayah di Bandung Raya mulai kewalahan menampung sampah yang tak terangkut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun di balik persoalan teknis itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat menemukan akar masalah yang lebih mendasar yakni ketidakdisiplinan pemerintah kabupaten dan kota dalam menjalankan aturan pengelolaan sampah.

Kepala DLH Jabar Ai Saadiyah Dwidaningsih mengungkapkan, banyak daerah masih melanggar ketentuan pembuangan ke Sarimukti. Padahal, sistem baru berbasis tonase sudah diterapkan untuk mengontrol kapasitas pembuangan.

ADVERTISEMENT

"Dulu kan ritase, sekarang dikonversi jadi tonase karena kami menggunakan jembatan timbang. Ternyata setelah pakai sistem tonase, kelihatan kabupaten/kota ketika masih ritase itu melebihi kapasitas seharusnya. Itu tidak disiplin pertama, sehingga overload," ujar Ai saat dihubungi detikJabar, Kamis (13/11/2025).

Tak hanya soal kuota, pelanggaran juga terjadi dalam jenis sampah yang dibuang. Aturannya kata Ai, hanya sampah residu yang boleh dibuang ke Sarimukti. Tetapi kenyataannya, sampah organik yang seharusnya diolah di hulu, masih ikut tercampur.

"Bahwa organik itu dilarang masuk, jadi hanya residu. Kenyataannya saat ini organik itu masuk. Kami pernah memberlakukan sampah organik kita tolak, tapi dari sisi pengangkutannya belum dipilah juga sehingga yang masuk itu tercampur," kata Ai.

DLH menilai kabupaten dan kota belum memiliki sistem pemilahan yang kuat di tingkat masyarakat. Edukasi soal pengelolaan sampah dari sumbernya masih minim, sementara fasilitas seperti bank sampah dan TPS3R belum optimal berjalan.

"Belum (optimal), masih jauh dari harapan. Dari sisi edukasi masih belum, dari sisi sarana prasarana juga kurang. Di kabupaten/kota di Jabar seluruhnya, TPA itu tanpa pengolahan, masih open dumping," tegasnya.

Persoalan lain yang membuat daerah sulit disiplin adalah minimnya anggaran. Rata-rata dana pengelolaan sampah hanya sekitar 1 persen dari total APBD, bahkan ada yang di bawah angka itu. Akibatnya, armada pengangkut terbatas dan pengawasan ke lapangan tak berjalan maksimal.

"Anggaran pengolahan sampah di kabupaten/kota minim sekali. Rata-rata hanya 1 persen bahkan ada yang di bawah 1 persen. Jadi tidak ideal, padahal kewajiban kabupaten/kota dari pengolahan sampai pengangkutan juga," tutur Ai.

Tak tinggal diam, DLH Jabar telah memberikan sanksi administratif kepada beberapa daerah yang dianggap mengabaikan tanggung jawabnya. Jika pembiaran terus terjadi, sanksi bisa ditingkatkan sesuai ketentuan undang-undang, bahkan hingga ranah pidana.

"Sanksi ada, baik dari KLH maupun DLH provinsi. Kita sudah menerapkan sanksi ke beberapa kabupaten dan kota dan ini tidak main-main. Bisa sampai pidana karena dianggap melakukan pembiaran," ujarnya.

2. Pergerakan Tanah di Ciamis, Ratusan Warga Mengungsi

Hujan deras yang mengguyur wilayah Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis, dalam beberapa hari terakhir memicu terjadinya bencana gerakan tanah di dua dusun Desa Payungagung. Pergerakan tanah mulai terjadi Senin (10/11/2025), pukul 15.00 WIB, hingga kini terus terjadi dan meluas.

Bencana akibat hidrometeorologi tersebut mengakibatkan puluhan rumah warga rusak dan puluhan kepala keluarga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Kepala Desa Payungagung Muhamad Haris Nasution mengatakan, pergerakan tanah terjadi di dua dusun, yakni Susun Limusagung dan Dusun Pamekaran. Di Dusun Limusagung tercatat dua rumah rusak kategori berat dan sedang, dengan dua kepala keluarga atau 6 jiwa terdampak.

Sementara di Dusun Pamekaran, sebanyak 47 unit rumah terdampak, terdiri atas delapan rusak berat, lima rusak sedang, dan 34 rusak ringan. Total ada 57 kepala keluarga atau 158 jiwa yang merasakan dampak langsung.

"Ada juga 7 rumah lainnya beserta satu masjid dilaporkan terancam akibat retakan tanah yang terus meluas. Sebanyak 68 kepala keluarga terdiri dari 191 jiwa)dari dua dusun tersebut telah mengungsi ke lokasi aman untuk sementara waktu. Rata-rata ke rumah kerabat , keluarganya dan madrasah," ungkap kepala desa saat ditemui di lokasi.

Pantauan di lokasi, pada siang hari, sejumlah warga telah memindahkan perabotan rumahnya ke tempat aman. Sedangkan pada malam hari mereka mengungsi ke rumah kerabat, saudaranya dan madrasah. Rumah yang tinggalkan kondisinya cukup memprihatinkan, bagian dinding retak-retak cukup lebar, lantai retak-retak bahkan ada juga yang sudah miring.

Haris menyebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan BPBD Ciamis dan aparat setempat untuk melakukan penanganan cepat. Sejumlah bantuan darurat berupa paket sembako telah disalurkan kepada warga terdampak.

"Kami berterima kasih kepada BPBD dan seluruh pihak yang sudah turun membantu," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Ciamis Ani Supiani membenarkan terjadi pergerakan tanah di Desa Payungagung, Kecamatan Panumbangan. Kejadian tersebut berawal setelah curah hujan tinggi selama beberapa hari menyebabkan tanah di wilayahnya menjadi lembap dan jenuh air. Akibatnya, kontur tanah di beberapa dusun mengalami pergeseran.

"Air hujan yang terus meresap membuat kadar air tanah meningkat dan akhirnya terjadi pergerakan tanah. Kondisi ini sudah sering terjadi di wilayah kami, terutama di daerah dengan kemiringan tinggi," ujar Ani.

Berdasarkan catatan BPBD Kabupaten Ciamis, wilayah Desa Payungagung memang memiliki riwayat kejadian serupa. Bencana gerakan tanah tercatat pernah terjadi pada Februari 2010, April 2015, Maret 2016, Februari 2018, dan April 2024. Kondisi geografis serta curah hujan yang tinggi membuat wilayah ini sangat rentan terhadap pergeseran tanah.

Hingga kini, pergerakan tanah masih menghantui warga Desa Payungagung karena retakan-retakan masih terus terjadi dan cukup cepat. Petugas BPBD dan desa pun masih bersiaga di lokasi.

3. Rekonstruksi Ungkap Fakta Pilu Pembunuhan Sekeluarga di Indramayu

Fakta memilukan terungkap dalam rekonstruksi kasus pembunuhan satu keluarga di Indramayu. Seorang balita korban pembunuhan ternyata sempat diberi susu oleh pelaku sebelum akhirnya dibunuh.

Kasus ini menewaskan lima orang dalam satu keluarga, yakni Sachroni, anaknya Budi, menantunya Euis, serta dua anak Budi dan Euis yang masing-masing berusia 7 tahun dan 8 bulan.

Peristiwa tragis itu terjadi pada 29 Agustus 2025 di rumah korban di Kelurahan Paoman, Kecamatan Indramayu. Dua pelaku dalam kejadian ini adalah Ririn dan Prio.

Kasat Reskrim Polres Indramayu, AKP Muhammad Arwin Bachar, mengatakan rekonstruksi digelar untuk memperjelas kronologi dan peran setiap pelaku dalam peristiwa berdarah tersebut.

"Untuk rekonstruksi hari ini kami mengundang pihak Kejaksaan Indramayu, agar ada persamaan persepsi dan bisa menggambarkan secara detail tindak pidananya seperti apa, karena diperagakan langsung oleh para pelakunya," kata Arwin, Selasa (12/11).

Menurut Arwin, ada 90 adegan yang diperagakan para tersangka. Dari situ, tergambar bagaimana para korban dibunuh satu per satu dan kemudian dikubur di belakang rumah.

"Korban pertama adalah saudara Budi, kemudian saudara Sachroni, lalu saudari Euis, dan anak-anaknya. Setelah itu, jenazah ditarik ke belakang dan dikubur secara berjajar dan tertumpuk," jelasnya.

Dalam proses rekonstruksi itu juga terungkap momen memilukan. Salah satu korban, bayi berusia 8 bulan, sempat menangis sebelum dibunuh. Pelaku disebut sempat menenangkan korban dengan memberi susu.

"Korban balita itu memang sempat menangis dan sempat ditenangkan dengan diberi susu oleh tersangka P. Setelah itu korban anak ini dimasukkan ke kamar mandi, dimasukkan ke bak," ungkap Arwin.

Ia menambahkan, sejauh ini belum ditemukan fakta baru dari hasil rekonstruksi. "Masih sama seperti hasil pemeriksaan sebelumnya, belum ada fakta-fakta baru," katanya.

Akibat aksi sadisnya, dua pelaku yang membunuh satu keluarga itu dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. "Pasalnya 340, ancaman hukumannya penjara seumur hidup atau hukuman mati," kata Arwin.

4. Bikin Macet, Dishub Garuk Puluhan Jukir di CIrebon

Puluhan juru parkir liar yang kerap memicu kemacetan di ruas jalan pantura diamankan petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Cirebon. Penertiban dilakukan di tiga wilayah yang menjadi titik padat kendaraan, yakni Kecamatan Plered, Tengahtani, dan Kedawung.

Kepala Dishub Kabupaten Cirebon Hilman Firmansyah mengatakan aksi penertiban dilakukan setelah pihaknya menerima banyak laporan dari masyarakat terkait kemacetan yang sering terjadi di kawasan tersebut. Hasil pantauan Dishub menunjukkan, penyebab utama kemacetan adalah keberadaan parkir liar di tepi jalan nasional.

"Sering sekali terjadi kemacetan di ruas jalan pantura. Setelah kami telusuri, ternyata banyak parkir liar di lokasi tersebut. Maka kami lakukan penindakan tegas," ungkap Hilman, Kamis (13/11/2025).

Dalam operasi gabungan tersebut, petugas mengamankan 35 juru parkir liar serta dua pengelola parkir tanpa izin. Mereka langsung dibawa ke kantor Dishub untuk didata dan dimintai keterangan.

"Dari hasil penindakan, ada 35 juru parkir liar dan dua pengelola parkir yang tidak memiliki izin resmi. Semuanya kami data dan berikan pembinaan," katanya.

Pihak Dishub tak hanya melakukan penindakan, tetapi juga menyiapkan langkah pembinaan agar para juru parkir liar dapat diarahkan menjadi juru parkir resmi.

"Kami akan menata ulang titik-titik parkir di jalur pantura agar tidak menimbulkan kemacetan. Para juru parkir yang kami amankan nanti akan kami bina dan diarahkan untuk menjadi juru parkir resmi," tambahnya.

Dalam proses pemeriksaan, petugas menemukan sejumlah fakta menarik terkait praktik parkir liar tersebut. Sebagian juru parkir ternyata menggunakan karcis buatan sendiri, mengenakan rompi tidak resmi, bahkan hanya bermodalkan surat tugas dari RW setempat tanpa izin resmi dari Dishub.

Hilman menegaskan, praktik semacam ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga merugikan masyarakat dan pengguna jalan. "Kami temukan banyak karcis palsu dan atribut yang tidak sesuai ketentuan. Ini jelas menyalahi aturan dan akan kami tertibkan," ujarnya.

Dishub Kabupaten Cirebon berencana menindaklanjuti hasil operasi ini dengan menata ulang sistem parkir di sepanjang jalur pantura, terutama di kawasan rawan macet seperti depan pasar, pertokoan, dan area perlintasan padat kendaraan.

"Kami ingin menciptakan lalu lintas yang tertib dan lancar, sekaligus membuka peluang bagi juru parkir agar bisa bekerja secara legal dan tertata," tutupnya.

5. Bunga Bangkai Mekar di Pemakaman Cirebon

Suasana tenang di area pemakaman Mbah Musa Mahar Sidiq Wanantara, Desa Kubang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, tiba-tiba berubah ramai sejak sepekan terakhir. Bukan karena ada kegiatan keagamaan atau ziarah massal, melainkan karena kemunculan bunga bangkai yang merupakan tanaman langka yang baru pertama kali tumbuh di wilayah itu.

Fenomena tak biasa ini sontak menghebohkan warga. Sejak kabar kemunculannya menyebar melalui grup WhatsApp dan obrolan warga, makam yang biasanya sepi kini berubah menjadi semacam "objek wisata dadakan".

Dari pantauan di lokasi pada Kamis (13/11/2025) siang, puluhan warga tampak berkerumun di sekitar bunga berwarna cokelat kemerahan dengan kelopak lebar itu. Warga datang sambil membawa ponsel untuk berfoto, sementara para ibu menutup hidung namun tetap tersenyum penasaran mencium aroma khas bunga bangkai yang menyengat.

"Awalnya ada warga yang lagi bersihin makam, terus nemu bunga aneh ini. Enggak nyangka aja, ternyata bunga bangkai," ujar Sulaeman, Ketua RT 11 Blok Wanantara, saat ditemui di lokasi.

Ia menambahkan, selama ini tak pernah ada bunga bangkai tumbuh di wilayahnya.

"Baru kali ini ada. Tingginya sekitar 50 senti, lebarnya 60 senti. Aromanya khas banget, walau enggak terlalu menyengat. Sekarang udah hampir seminggu sejak pertama kali muncul," tuturnya.

Bagi warga Desa Kubang, kemunculan bunga bangkai di pemakaman menjadi peristiwa yang tak hanya langka, tetapi juga penuh rasa ingin tahu. Sebagian bahkan mengaitkannya dengan hal-hal mistis karena tumbuh di area makam yang dianggap keramat.

Namun bagi Ahmad Fatin, warga Desa Wanasaba Kidul, yang datang khusus setelah melihat kabar viral di grup WhatsApp, fenomena ini justru menjadi hiburan tersendiri.

"Biasanya cuma lihat di TV, sekarang bisa lihat langsung. Aromanya memang agak nyengat, tapi seru aja. Banyak warga kumpul, jadi kayak acara wisata kecil," katanya sambil tertawa.

Bunga bangkai yang tumbuh di area pemakaman itu kini mulai tampak sedikit layu, namun masih berdiri tegak dengan tinggi sekitar setengah meter. Letaknya berada di sisi barat area makam, tepat di gang kecil menuju permukiman warga. Dari puluhan makam di sekitarnya, salah satunya merupakan makam sesepuh desa, Mbah Musa Mahar Sidiq Wanantara merupakan tokoh yang disegani warga setempat.

Meski baunya menusuk hidung, fenomena ini justru membawa kehangatan dan rasa kebersamaan di tengah warga. Mereka saling bertukar cerita, berswafoto, bahkan sebagian menganggapnya sebagai pertanda baik.

"Jarang-jarang kan ada yang kayak gini. Biasanya bunga bangkai cuma ada di kebun raya, sekarang malah tumbuh di kampung kita," kata Sulaeman sambil tersenyum bangga.

Halaman 2 dari 2
(Tim detikJabar/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads