Mahasiswi Didorong Berani Bicara soal Dugaan Pelecehan Seksual di Unsil

Mahasiswi Didorong Berani Bicara soal Dugaan Pelecehan Seksual di Unsil

Faizal Amiruddin - detikJabar
Kamis, 09 Feb 2023 19:00 WIB
Baliho perlawanan terhadap pelecehan seksual di Kampus Unsil Tasikmalaya.
Baliho perlawanan terhadap pelecehan seksual di Kampus Unsil Tasikmalaya (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar).
Tasikmalaya -

Kalangan aktivis perempuan Tasikmalaya bereaksi menyusul munculnya kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang dosen terhadap sejumlah mahasiswi di Universitas Siliwangi (Unsil).

Ipa Zumrotul Falihah, aktivis perempuan dari Yayasan Taman Jingga Tasikmalaya mendorong agar mahasiswi Unsil yang menjadi korban pelecehan seksual berani melapor kepada penegak hukum.

"Teman-teman mahasiswi harus berani speak up, harus berani lapor, harus berani melawan. Jangan takut karena sekarang payung hukumnya sudah jelas. Kami akan menjadi support system sebagai sesama perempuan sehingga ada keadilan," kata Ipa, Kamis (9/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ipa menambahkan pihaknya bersama aktivis perempuan lainnya akan terus mengawal kasus dugaan pelecehan seksual di Unsil tersebut. Mereka berharap kasus ini bisa tuntas dan memenuhi rasa keadilan.

"Jangan sampai kasus ini menguap akan kami kawal, mudah-mudahan bisa diselesaikan secara tuntas, memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak sehingga menjadi pelajaran tidak hanya di kampus Unsil tapi bagi kampus-kampus lain," kata Ipa.

ADVERTISEMENT

Meski demikian dia mengakui bahwa pengungkapan kasus semacam ini tidak mudah, namun pihaknya menaruh harapan besar terhadap hasil investigasi SatgasPPKS yang ada diUnsil. "Kami juga mengapresiasi SatgasPPKS yang sudah memberikan trauma healing atau pendampingan terhadap korban," kataIpa.

Fenomena Gunung Es dan Relasi Kuasa

Lebih lanjut Ipa mengatakan kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus serupa fenomena gunung es. Sedikit di permukaan, banyak di kedalaman. Dia mengaku menemukan kejadian atau laporan pelecehan seksual terjadi di kampus-kampus lain.

"Sebagai aktivis perempuan kami menerima juga laporan-laporan dari kampus lain. Jadi kasus kekerasan seksual di kampus itu seperti fenomena gunung es," kata Ipa.

Namun pengungkapannya kerap kali terbentur banyak kendala, mulai dari keberanian untuk melapor hingga masalah pembuktian. Ketidakberdayaan untuk melapor itu disebabkan oleh relasi kuasa antara pelaku dan korbannya. Belum lagi sikap lembaga pendidikan yang cenderung menutupi dengan pertimbangan menjaga nama baik.

"Banyak korban yang tidak berani melapor karena relasi kuasa atau kekhawatiran. Misalnya pelakunya itu adalah dosen atau pendidik, korban jadi takut bimbingan skripsinya jadi tidak selesai, takut nilainya tidak keluar atau malah takut dikeluarkan. Stigma itu jadi hambatan pengungkapan," kata Ipa seraya mengungkapkan belum semua kampus di Tasikmalaya memiliki Satgas PPKS.

Ipa juga mengingatkan agar perempuan cerdik menutup celah atau menekan risiko jadi korban pelecehan seksual.

"Predator seksual biasanya memilih-milih korbannya. Kalau misalkan perempuan dianggap strong, perempuan dianggap bisa melawan, mereka juga tidak melakukan hal itu. Dan ini terbukti di kasus Unsil, ketika ada seorang mahasiswi yang berani melapor, jadi terungkap," kata Ipa.

Ipa mengingatkan kaum perempuan harus membentengi diri dengan mentalitas yang kuat, teguh memegang prinsip dan berani bersikap. "Kuat tanpa mengesampingkan feminisme," kata Ipa.

Halaman 2 dari 2
(mso/mso)


Hide Ads