Peran Penting Cimahi Sebagai Garnisun di Masa Kolonial Belanda

Peran Penting Cimahi Sebagai Garnisun di Masa Kolonial Belanda

Whisnu Pradana - detikJabar
Minggu, 04 Des 2022 08:31 WIB
Bangunan penjara militer poncol yang dibangun Belanda
Bangunan penjara militer poncol yang dibangun Belanda (Foto: Whsinu Pradana/detikJabar).
Cimahi -

Cimahi, sebuah kota kecil yang ada di sebelah barat Kota Bandung punya julukan yang agaknya bikin orang yang mendengarnya agak minder. Ya, Cimahi dijuluki sebagai 'Kota Militer'. Julukan itu ada kaitannya dengan sejarah kolonialisme Belanda.

Pada masa pendudukan Belanda, Cimahi dijadikan sebagai basis militer untuk tentara Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL). Penentuan Cimahi menjadi Garnisun, tak terlepas dari peran Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels.

Pegiat sejarah Cimahi sekaligus anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Cimahi Mahmud Mubarok mengatakan Daendels saat itu menggarap proyek yang paling melekat diingatan orang Indonesia, yakni Jalan Anyer Panarukan atau Jalan Raya Pos.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi ketika itu sudah membangun Jalan Raya Pos, mengikuti jalan kecil atau dulu namanya jalan pedati yang memang sudah ada. Jadi waktu itu Belanda belum berpikiran membuat Garnisun di Cimahi," tutur Mahmud kepada detikJabar.

Namun saat itu Belanda sudah mulai memikirkan untuk segera memindahkan kekuatan militernya yang terpusat di wilayah Batavia, ke daerah di sekitaran Batavia namun menjorok ke dalam.

ADVERTISEMENT

"Jadi tidak langsung kepikiran ke Cimahi pindahnya, justru ada niat masih di Batavia tapi bagian dalam. Hanya saja kemudian muncul usulan-usulan, nama-nama daerah di Jawa Barat sebagai Garnisun mereka, termasuk nama Cimahi juga disebut-sebut," kata Mahmud.

Penentuan Cimahi menjadi Garnisun melalui serangkaian penelitian, survei, dan perencanaan yang matang. Saat itu Belanda sampai membentuk sebuah komisi khusus untuk meneliti kondisi Cimahi dan daerah lain yang jadi kandidat Garnisun, seperti Cianjur, Sukabumi, Padalarang, Bandung, dan Garut.

Pemilihan lokasi ini karena saat menginvasi berbagai daerah di tanah air, tentara Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) jatuh sakit dan dalam keadaan lemah hingga harus dievakuasi ke daerah yang lebih sehat. Saat itulah dipilih Cimahi yang memiliki hawa sejuk, luas, dan sudah memiliki jalan kereta api.

Garnisun Cimahi juga kelak memegang peranan penting sebagai pertahanan akhir Belanda terhadap serangan musuh. Tak hanya pusat militer, Belanda kemudian membangun rumah sakit militer yang saat ini masih berdiri tegak dan beroperasi dengan sangat baik, yakni Rumah Sakit Dustira.

Saat ini kawasan di Cimahi yang paling terasa nuansa militernya ialah sepanjang Jalan Gatot Subroto atau biasa dikenal dengan kawasan Rajawali. Di situ berderet markas-markas TNI serta pusat pendidikan militer.

Di antaranya Pusat Pendidikan Pengetahuan Militer Umum (Pusdik Pengmilum), Sekolah Pelatih Infanteri Pusat Pendidikan Infanteri (Pusdikif), Pusat Pendidikan Pembekalan Angkutan (Pusdikbekang), Pusat Pendidikan Perhubungan (Pusdikhub), Batalyon Artileri Medan (Yonarmed) 4/155, dan masih banyak bangunan lainnya.

"Sebetulnya yang paling banyakitukan sepanjang JalanGatotSubroto, dari mulai Kodim sampai batas JalanBaros ke arah PasarBaros, nah itu sebetulnya batas Garnisun. Di luar dari itu memang bukan Garnisun," kata Mahmud.

Penunjang Kawasan Garnisun Cimahi

Garnisun Cimahi tak hanya ditunjang oleh keberadaan Jalan Raya Pos, namun juga oleh bentangan jalur kereta api yang dibangun jauh sebelumnya, tepatnya pada tahun 1881-1882 kemudian diresmikan pada tahun 1884.

Jalur tersebut tepat berada di tengah-tengah kawasan Garnisun Cimahi. Kereta api kala itu digunakan oleh Belanda untuk memasok amunisi, senjata, hingga bahan makanan bagi tentara dan pejabat tinggi militer Belanda yang bermukim di Cimahi.

Kematangan Belanda kala menentukan tata letak dan penunjang Garnisun Cimahi patut diacungi jempot. Misalnya keberadaan Hoefsmidschool alias sekolah ladam kuda atau sekolah tukang kuda. Dulu Belanda membutuhkan tenaga kuda untuk mengerek meriam maupun tunggangan kavaleri di medan perang.

Lokasinya ada di Jalan Baros, namun kini sisa bangunannya yang terbengkalai tertutup oleh taman buatan bernuansa militer.

Saat itu kuda-kuda ditempatkan di istal atau kandang yang berada di Kompleks Basis. Lokasi tempat ini terlihat dalam peta Tjimahi yang dikeluarkan pada tahun 1940.

"Di zaman itu artileri masih ditarik oleh kuda, karena bobotnya yang sangat berat. Artileri itu digunakan oleh para prajurit KNIL, baik untuk latihan di Gunung Bohong atau ke medan pertempuran," ujar Mahmud.

Keberadaan Hoefsmidschool ini untuk menunjang kekuatan Depot Mobile Artilerrie atau markas besar artileri yang berada di Baros. Memang, Cimahi dijadikan sebagai garnisun militer Batalyon Infanteri 4 dan 9e.

"Di sekolah kuda itu para pasukan dilatih untuk membuat ladam kuda, memandikan, dan memberi makan kuda. Rumputnya itu berasal dari grassland atau kebun rumput yang berada di Brigif atau Unjani," ujar Mahmud.

Tak cuma itu, Belanda juga mendirikan penjara atau Militaire Huis van Arrest bagi tahanan militer di kawasan Garnisun Cimahi bernama Militaire Strafgevangenis. Saat ini bangunan ini tetap berdiri kokoh dengan fungsi yang sama namun berbeda nama, menjadi Lembaga Pemasyarakatan Militer (Lemasmil) Poncol.

Lemasmil Poncol dibangun pada tahun 1886. Tahun pembangunan lemasmil itu tercetak tegas pada bagian atas fasad bangunan. Lemasmil Poncol di Cimahi sendiri dibangun oleh Pemerintah Belanda kala itu sebagai bangunan penjara pengganti yang sudah tidak layak dan tak manusiawi di Semarang.

"Jadi bangunan ini perencanaannya dari 1885 dibangun tahun 1886. Jadi Poncol di Cimahi menggantikan penjara di Semarang, yang berada di Jalan Poncol. Nah yang ada di sini, jadi disamakan persis dengan yang ada di Semarang," ungkap Kepala Seksi Rehab Lemasmil Poncol Mayor CHK Kowad Novi Susanti.

Menurut surat kabar Java Bode terbitan 27 Januari 1886, setengah dari Batalyon Infanteri 4 dan penghuni penjara militer Benteng Pendem Ambarawa Semarang akan dipindahkan ke kamp baru di Cimahi yakni ke Lemasmil Poncol. Pemindahan menggunakan kapal laut menuju Tanjung Priok, selanjutnya dibawa ke cimahi menggunakan kereta api yang tiba pada 9 Oktober 1886.

Kemudian pada zaman penjajahan Jepang, Militaire Strafgevangenis digunakan sebagai kamp tahanan para petinggi dan anggota militer Hindia Belanda yang menentang pemerintahan Jepang.

Beroperasi sejak 1886, artinya hingga saat ini Lemasmil Poncol sudah berusia 136 tahun. Namun bangunan yang sepenuhnya diarsiteki dan dibangun oleh Belanda masih berdiri kokoh. Hanya ada sedikit perawatan di setiap bagian bangunan.

Halaman 2 dari 2
(mso/mso)


Hide Ads