Pasar Wonokromo Surabaya, Penggerak Ekonomi Masa Kolonial Belanda

Urban Legend

Pasar Wonokromo Surabaya, Penggerak Ekonomi Masa Kolonial Belanda

Firtian Ramadhani - detikJatim
Kamis, 31 Okt 2024 14:54 WIB
Pasar Wonokromo
Suasana Pasar Wonokromo saat ini (Foto: Firtian Ramadhani)
Surabaya -

Pasar Wonokromo adalah salah satu pasar tradisional yang ada di Surabaya. Kehadiran pasar ini berakar dari penggerak ekonomi dan perdagangan di kawasan Kota Pahlawan sejak era kolonial Belanda.

Pasar Wonokromo tidak hanya berfungsi sebagai tempat transaksi jual-beli, tetapi juga sebagai pusat perekonomian lokal. Pasar ini menyediakan berbagai kebutuhan, mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan, daging hingga makanan siap saji yang mencerminkan kekayaan kuliner lokal.

Pada awal abad ke-20, ketika Surabaya menjadi salah satu kota pelabuhan penting di Indonesia. Wonokromo, yang pada awalnya merupakan daerah agraris, bertransformasi menjadi area komersial dengan banyak pedagang yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seiring dengan perkembangan zaman, Pasar Wonokromo mengalami beberapa renovasi dan modernisasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Meskipun ada perubahan, pasar ini tetap mempertahankan suasana tradisionalnya dan menjadi tempat pertemuan bagi warga lokal.

Pasar WonokromoSalah satu pedagang di Pasar Wonokromo (Foto: Firtian Ramadhani)

Kini, Pasar Wonokromo tidak hanya berfungsi sebagai tempat berbelanja, tetapi juga menjadi simbol penting dari identitas kota dan tradisi perdagangan yang masih lestari hingga saat ini. Selain itu, Pasar Wonokromo menempati bangunan permanen satu kompleks dengan mal DTC (Darmo Trade Center).

ADVERTISEMENT

Sejarawan Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetyo mengatakan Pasar Wonokromo menjadi penggerak ekonomi di era kolonial Belanda karena berada di Jalan Daendels dan Jalan utama Raya Anyer-Panarukan.

"Ya, posisinya kan strategis. Lokasi pasarnya kan dekat dengan stasiun Wonokromo, sehingga pasar (Wonokromo) itu jadi sentra di sana, ada juga pabrik kilang minyak. Penggeraknya itu connecting, sehingga mudah kalau ke luar," kata Kuncar saat dikonfirmasi detikJatim, Kamis, (31/10/2024).

Konsep revitalisasi Pasar Wonokromo ini, pada tahun 2.000 an lalu sempat menjadi tren. Tren ini meliputi kebutuhan renovasi itu penting tetapi melibatkan swasta untuk merenovasi. Kala itu, swasta menggunakan konsep membangun bersama karena pihaknya juga memiliki kebutuhan untuk profit.

"Sehingga polanya seperti itu, tidak hanya terjadi di Wonokromo. Salah satunya juga di Kapas Krampung yang menggunakan pola sama. Pusat perdagangan yang berbeda, karena memang target marketnya berbeda," terangnya.

Pembangunan Pasar Wonokromo saat revitalisasi dulu dinilai cukup luas. Hal ini dikarenakan pembangunan Pasar tersebut sampai dipisahkan oleh Jalanan. Namun, keberadaan Pasar Wonokromo kembali seperti dulu karena terkena dampak pelebaran jalan.

"Dari modelnya itu luas sampai dipisahkan Jalan, jadi Jalan Wonokromo dulu berhadap-hadapan dengan pasar. Tapi kan sekarang yang sebelah sana barat hilang karena pelebaran jalan, dulu itu semua di area barat dan timur Pasar Wonokromo, jadi cukup luas," jelas dia.

Pasca Indonesia Merdeka, Pasar Wonokromo mulai dirombak habis-habisan. Perombakan ini termasuk pada generasi pertama. Sehingga melihat model pasar, pertama kali tahun dibangun tahun 1950, lalu untuk yang terbaru ini diperbarui tahun 2004-2005.

"Kalau kita melihat modelnya itu kan mulai dirombak pasca Indonesia merdeka. Baru-baru ini dirombak itu tahun 2004-2005, tapi pembangunan sebelumnya itu tahun 1950-an," tambahnya.

Terkait dengan ornamen bangunan Pasar Wonokromo yang menjadi satu dengan mal Darmo Trade Center (DTC), Kuncar mengatakan hal itu tidak berdampak kepada pasar. Karena, memang target market yang ditujukan berbeda antara pasar dan mal.

"Dua lantai bawah itu kan sampai sekarang masih jadi pasar, sedangkan lantai ke atas itu kan mal. Karena memang connectingnya berbeda, target marketnya juga berbeda. Jadi bawah itu kan pasar basah, tradisional, cuman model baru," pungkas Kuncar.

Artikel ini ditulis oleh Firtian Ramadhani, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom




(irb/iwd)


Hide Ads