Didi Ruhiman tengah bersantai di saung samping rumahnya. Menyesap kopi sembari berbincang. Suguhan gorengan hangat menjadi pelengkapnya. Saung tempat Didi Ruhiman bersantai adalah harapan pelestarian lingkungan dan ketahanan pangan di Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung. Ruang berkumpulnya anak-anak muda dan orang tua merawat lingkungan.
Didi tak sendiri, ia ditemani dua pemuda yang berbincang di saung. Tepat di atas Didi duduk, padi hasil panen tergantung di atas saung. Bagian samping saung dipenuhi ragam tanaman, ada yang ditanam di pot, botol kemasan, ember dan lainnya. Saung yang dibangun secara gotong royong itu memiliki ruangan khusus pengelolaan pupuk organik.
Ruangan khusus pupuk organik itu diisi berbagai peralatan. Ada juga kumpulan lalat yang hidup di dalam kelambu alias jaring. Lalat ini dibudidaya Didi dan kelompok pemuda yang dipercaya mengelola program urban farming, serta Buruan Sae ala Pemkot Bandung. Maggot atau larva lalat yang dibudidaya itu dijadikan pupuk organik. Selain Lalat, Didi juga memanfaatkan kotoran burung walet, dedaunan kering, sekam, dan sampah organik lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persis di depan ruangan peracikan pupuk tanpa kimia itu ada deretan puluhan ember yang ditanami bawang. Totalnya ada 50 ember berlogo Bank Indonesia (BI) yang ditanami bawang merah.
Usai ritual pagi menyesap kopi dan menikmati gorengan. Didi bergegas mengambil sepatu but dan gembor. Tatapannya mengarah pada ember-ember yang ditanami bawang marah. Perlahan Didi mengambil air dan menyiram satu per satu ember itu. Bak seorang ayah yang merawat anaknya, Didi seakan berbicara dengan bawang merah. Ia sesekali menatap dan menyentuh bawang-bawang yang saban hari disiram. Tatapan Didi penuh harap. Ya, berharap bawang merah yang ditanam itu tumbuh subur dengan racikan pupuk tanpa kimia.
"Namanya organic tower garden (OTG), bantuan dari Bank Indonesia. Kita punya target satu ember bisa panen 10 kilogram bawang. Total ada 50 ember, jadi target kita 500 kilogram bawang," ucap Didi saat berbincang dengan detikJabar di saung, Senin (14/11/2022).
Pria berusia 55 tahun itu saban hari merawat tanaman sembari berjualan. Didi dan keluarganya membuka usaha warungan. Ia dipercaya sebagai Koordinator Lapangan Buruan Sae di kelurahannya.
Puluhan ember yang ditanami bawang merah itu memberi kesan menyegarkan di sepanjang Jalan Sersan Surip menuju arah mata air Tjibadak. Sebab, Ember ini diletakkan berjejer di samping jalan. Awalnya, lokasi yang dijadikan sebagai Buruan Sae ini adalah tempat kumuh. Dulunya, warga yang tak bertanggung jawab membuang sampah di lokasi urbang farming.
"Dulunya ini tempat pembuangan sampah sementara (TPS) ilegal. Kemudian bareng-bareng dibersihkan dan dijadikan seperti ini (urban farming)," ucap Didi sembari melepas sepatu butnya.
Memasang pelang imbauan hingga mulut berbusa memperingatkan warga agar tak membuang sampah sembarangan pernah dilakukan. Nyatanya, tak ada perubahan. Hingga akhirnya, sekelompok pemuda dari Yayasan Cai dan sejumlah orang tua bergerak membersihkan dan menyulap lahan yang dulunya TPS itu jadi urban farming.
"Karena gerakan inilah yang membuat sadar masyarakat. Kita tanami tanaman obat, sayuran, padi di ember dan lainnya. Awalnya demikian. Ini kan untuk masyarakat. Jadi, dari masyarakat untuk masyarakat juga," tutur Didi.
Sekadar diketahui, mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, Kota Bandung tak memproduksi bawang merah. Produksi hasil panen di Kota Bandung didominasi kangkung. Kecamatan yang menyumbang paling banyak produksi kangkung adalah Buah batu, yakni 9.850 kuintal. kemudian disusul Kecamatan Babakan Ciparay, yakni 6.560 kuintal kangkung.
Selama ini BPS Kota Bandung tak pernah mencatatkan adanya produksi atau hasil panen bawang merah. Data BPS pada 2019-2022 tak ditemukan adanya hasil panen bawang.
Dapur Warga
Sesuai dengan khitahnya, urban farming yang dikelola di Kelurahan Ledeng itu dimanfaatkan untuk warga. Setiap kali panen, Didi menaruh hasil panen, baik padi, tanaman obat, maupun sayuran, ditaruh di saung.
"Warga atau ibu-ibu nanti mengambil sendiri kalau panen mah ke sini (saung). Jadi, saung ini udah kaya dapur warga. Kalau ada yang butuh bumbu dapur, datang ke sini, ambil di sini," ujar Didi.
Warga telah merasakan hasil dari Buruan Sae. Selain menerima manfaat panen, Didi menyebut warga sekitar juga ramai-ramai menyumbangkan bibit tanaman. Buruan Sae berhasil mengubah perilaku warga. Buang sampah sembarangan sudah sirna, kini mereka bahu-membahu memperkuat ketahanan pangan.
Gerakan lainnya pun muncul. Didi dan warga lainnya kerap memasak bersama. Sajian utamanya adalah masakan khas Sunda. Upaya ini sebagai pelestarian masakan warisan nenek moyang.
"Kita masa-masakan khas untuk dicicipi bareng-bareng. Alhamdulillah, sekarang sudah banyak yang sumbang tenaga, bibit dan lainnya," tutur Didi.
Salah seorang warga RW 04 Kelurahan Ledeng, Fitri Gustia mengaku merasakan manfaat adanya urban farming. Ia kerap meminta cabai, bawang dan lainnya untuk kebutuhan racikan masakannya.
"Iya kita dapat juga hasil panennya. Kadang saya ambil sendiri buat bumbu masakan," ucap Fitri.
Fitri menjelaskan urban farming di lingkungannya itu membuka kesadaran masyarakat untuk ikut bergerak memperkuat ketahanan pangan. Sejumlah warga di sekitar urban farming ikut menanam sayuran.
"Sekarang sudah pada ikut menanam juga di rumah-rumah. Diberi edukasi sama teman-teman, bagaimana menanamnya dan juga memilah sampahnya," tutur Fitri.
Terpisah, Kepala Kantor Perwakilan BI Jabar Herawanto menyebut BI telah memberikan bantuan berupa bibit cabai dan bawang merah merupakan langkah strategis pengendalian harga pangan. Pengembangan urban farming ini merupakan dukungan untuk kemandirian dan ketahanan pasokan pangan.
Herawanto mengatakan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jabar dan kabupaten ataupun kota mengendalikan inflasi melalui penyelenggaraan High Level Meeting (HLM) hingga operasi pasar (OP). Ia mengatakan ke depan secara konsisten melakukan berbagai upaya perluasan dalam mendukung Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
"Di antaranya operasi pasar, peluasan peluang KAD, hingga berbagai langkah untuk mendorong kegiatan urban farming, digital farming dan optimalisasi digital banking services hingga menciptakan efisiensi dan efektivitas proses bisnis," kata Herawanto.
Budaya Adiluhung
Merawat alam hingga memasak sajian khas Sunda merupakan cara warga Ledeng dalam melestarikan warisan leluhur. Warisan berupa budaya yang adiluhung. Buruan Sae di Ledeng ini bisa dibilang autentik. Pemuda ikut ambil bagian.
Pemuda Ledeng meniru cara-cara adiluhung yang dilakukan leluhurnya. Mereka menyebutnya sebagai buyut. Melalui Mereka merawat alam dan menjaga keberlangsungan hidup, seperti memperkuat ketahanan pangan.
Para pemuda yang membantu Didi dalam mengelola Buruan Sae itu tergabung dalam Yayasan Cai. Humas Yayasan Cai Nugi Herdian mengaku berpegang teguh pada pitutur buyut Sunda. Ia mengakui orang Sunda pada zaman dulu sejatinya canggih. Nugi dan kelompoknya memegang salah satu pitutur dari buyut yang dijadikan sebagai prinsip pergerakannya saat ini.
"Gawir awian, legok balongan, walungan rumateun, basisi jeng laur jagaeun, gunung kaian, ciseke rumateun. Artinya, kawasan gunung itu ditanami pohon agar oksigen mencukupi kita. Sungai harus kita jaga, agar ekosistem terjaga kembali. Mata air harus dipelihara, daratan harus kita kebuni sebagai ketahanan pangan. Bikin kolam ikan, kolam retensi itu balongan. Artinya, leluhur kita itu sudah mengidentifikasi," beber Nugi.
"Karena kita keterbatasan lahan untuk berkebun. Jadi, kita gunakan pola urban farming. Itu yang tertuang dalam salah satu pitutur buyut Sunda," ucap Nugi menambahkan.
Nugi bersama Yayasan Cai memang awalnya bergerak merawat mata Air Tjibadak. Mata air lama di Kota Bandung. Mata air yang bersejarah, diresmikan pada 1921. Gerakan awal ini kemudian membesar hingga mengurus lingkungan dan ketahanan pangan.
Yayasan Cai mengaku tergerak untuk terlibat dalam mengubah wajah Jalan Sersan Surip menjadi lebih hijau. Enak dipandang, sehat bagi warga dan generasi ke depan.
"Ledeng ini dulunya kawasan hutan yang ada mata airnya. Makanya kita jaga. Gerakan ini diharapkan bisa menyadarkan masyarakat. Keterbatasan lahan bukan halangan, kita gunakan urban farming," ucap Didi.
Kerja Sama dengan Roma
Sementara itu, pada penghujung Oktober lalu, perwakilan Pemerintah Kota Roma, Italia berkunjung ke Balai Kota Bandung. Mereka menggelar pertemuan dengan Wali Kota Bandung Yana Mulyana. Kerja sama antara dua kota beda benua pun terjalin. Salah satunya menyangkut soal ketahanan pangan.
Direktur Departemen Perencanaan Strategis dan Rencana Nasional untuk Pemulihan dan Ketahanan Kota Roma, Raffaele Barbato menuturkan Roma merupakan kota yang fokus menangani pangan. Roma memiliki potensi pertanian yang luar biasa. Namun, Raffaele tak menampik berbagai masalah menghadang.
"Prinsipnya masyarakat bisa memperoleh pangan yang baik. Kota Bandung juga punya pandangan yang sama dengan kami. Kami ingin berbagi pengalaman dengan Kota Bandung. Kami di sini untuk belajar dari pengalaman lokal. Kalau bisa, Pemkot Bandung segera ke Roma juga untuk melihat potensi di sana," ucap Raffaele di Balai Kota Bandung.
Raffaele memuji program Buruan Sae Kota Bandung. Ia menilai Kota Bandung memiliki potensi yang luar biasa dari segi sumber daya manusia (SDM) ketimbang. Sebab, menurut Raffaele, Kota Bandung memiliki jumlah pemuda yang lebih banyak dibandingkan Roma. Raffaele antusias dengan gerakan pemuda di Kota Bandung yang terlibat dalam program Buruan Sae.
"Populasi pemuda yang cukup banyak. Ini merupakan aset dan juga tantangan bagi Kota Bandung. Tapi, orang-orang dan pemuda di Kota Bandung memiliki atensi besar terhadap hal-hal natural. Secara kultural ini menjadikan sesuatu yang sangat positif," tutur Raffaele.
Menurut BPS Kota Bandung, jumlah penduduk Kota Bandung pada tahun 2021 sebanyak 2.452.943 jiwa. Penduduk Kota Bandung didominasi kelompok umur 25-29 tahun, jumlahnya 199.275 jiwa. Kemudian disusul kelompok umur 15-19 tahun, yakni 198.938 jiwa.
Kemudian, terbanyak ketiga adalah kelompok umur 20-24 tahun, yakni 197.647. Menurut undang-undang (UU), ketiga kelompok umur masuk dalam definisi pemuda. Menurut UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, pemuda adalah yang berusia 16-30 tahun.
Pejabat Roma itu begitu antusias menjalin kerja sama dengan Pemkot Bandung. "Tentu kita akan belajar banyak dari Kota Bandung tentang bagaimana menggerakkan komunitas-komunitas agar terlibat dalam penanganan masalah pangan ini," ucap Raffaele.
"Di Roma banyak sekali tanah pertanian yang sudah tidak digarap lagi oleh para petaninya. Kemudian, mereka direkrut untuk kerja kembali sebagai petani. Mereka (petani) meminta jaminan agar hasil panen atau produknya dimakan. Roma akhirnya menjadikan kantin sekolah sebagai tempat agar produk pertanian bisa dinikmati siswa atau warga," kata Raffaele menambahkan.
Wali Kota Bandung Yana Mulyana tak menampik bahwa suplai kebutuhan pangan mayoritas berasal dari luar daerah. Sebesar 96,47 persen bahan pangan di Kota Bandung disuplai dari luar daerah.
"Saat masa pandemi kita sangat bergantung pada suplai pangan dari luar. Mudah-mudahan ada kerja sama yang baik dari pangan atau hal lain yang bisa dikerjasamakan dari Roma dan Bandung," ujar Yana.
Ia mengatakan, program seperti Buruan Sae menjadi salah satu solusi yang bisa dikembangkan bersama di Kota Bandung dan Kota Roma. "Dengan Buruan Sae, kebutuhan pangan minimal bisa disediakan oleh lingkungan rumah kita,," kata orang nomor satu di Kota Bandung itu.