Deni Solang (59), pria pengelola panti sosial rehabilitasi mental Aura Welas Asih (AWA) di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi sudah lebih dari setahun ini sakit stroke. Pria yang dikenal dengan julukan teman orang gila itu kini tidak lagi lantang menyuarakan kepentingan para penderita gangguan jiwa seperti dulu.
Leni Nurmayunita, sang istri mengatakan panti kini banyak dirundung kesulitan karena hak-hak orang dengan Ggangguan jiwa (ODGJ) di panti yang dikelolanya mulai terpinggirkan. Mulai dari layanan kesehatan hingga penghuni panti yang terancam 'terusir' karena status lahan mereka tinggal sekadar pinjam pakai.
"Kondisi Kang Deni sampai sekarang sudah bisa berjalan hanya untuk bicara masih belum bisa, mudah-mudahan secepatnya sembuh dan bisa berbuat banyak hal lagi untuk panti," kata Leni, didampingi suaminya, Rabu (5/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Leni mengakui banyak perbedaan saat suaminya masih lantang menyuarakan kepentingan dan berjuang untuk panti. Meski begitu Leni menyebut panti akan terus berdiri meskipun banyak dirundung persoalan.
"Perbedaannya banyak, kami sekarang lebih banyak diam ketika ada hal menyangkut penghuni panti, kalau dulu Pak Deni kalau ada apa-apa kan bisa melawan memperjuangkan ya sekarang dari sisi kesehatan (para penghuni) saja sudah susah bergerak," ujar Leni.
Persoalan yang paling penting menurut Leni adalah status lahan yang kini ditempati lahan panti. Dulu mereka menempati lahan sendiri di Kampung Cangehgar Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Namun mereka 'terusir' karena adanya pembangunan oleh pemerintah daerah.
"Status lahan panti, pinjam pakai, dulu kami punya (lahan dan bangunan) sendiri lalu direlokasi ke sini, di sini kami pinjam. Sudah menempati sekitar 5 tahun, tidak ada hitam di atas putih hanya tandatangan saja menegaskan kalau (lahan) ini pinjam pakai," ucap Leni.
Hal itu dikatakan Leni menjadi ganjalan, terlebih menurutnya pernah ada pihak pemda yang meminta mereka bersiap mengosongkan tempat dan mencari lahan yang baru.
"Sudah lama ada yang bilang katanya siap-siap saja mencari tempat, nggak tahu nanti uang untuk membangunnya dana hibah atau bagaimana. Cuma bilangnya suruh begitu, belum lama ada setahun yang lalu mereka mengungkapkan itu, nah hal itu yang membuat kami bingung karena untuk memindahkan panti tidak semudah pindahan rumah," tutur Leni.
Saat ini ada 201 penyandang gangguan jiwa di Panti AWA, mereka berdiam di masing-masing ruang penanganan. Ada sejumlah pengasuh berlatar belakang pendidikan kesehatan, ada juga eks penghuni panti hingga warga biasa yang mengurusi ratusan penyandang gangguan kejiwaan.
"Ada 201 ODGJ yang menghuni panti, ditambah pengasuh atau pendamping. Persoalan lain adalah pengobatan mereka ini berbayar, persoalan lainnya faskes yang melayani kami belum membuka link BPJS-nya untuk membuka akses kami mengambil obat ke rumah sakit yang biasa menangani ODGJ," ungkap Leni.
"Ketika Pak Deni sehat, hal-hal seperti ini dulu lantang disuarakan. Kadang malah aksi ngajak penghuni panti datang ke pemda, atau beliau berkomunikasi ke sejumlah orang. Kalau sekarang kan bingung, jadi kami memilih diam dan bertahan, karena sejak awal prinsip kami adalah memanusiakan manusia. Karena mereka yang dulu di jalan sekarang mereka punya keluarga besar yaitu kami di sini," ujar Leni.
(sya/mso)