Kota Bandung memang menjadi surga bagi pelancong. Ibu Kota Jabar yang berjuluk Kota Kembang ini selalu diserbu wisatawan saat akhir pekan. Imbasnya, kemacetan terjadi setiap akhir pekan.
Menurut Asian Develpoment Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia, pada 2019, Bandung menduduki peringkat ke-14 sebagai kota termacet di Asia. Bandung disebut-sebut sebagai kota termacet pertama di Indonesia, menyalip Jakarta dan Surabaya.
Kemudian, berdasarkan kajian Bappenas dan Bank Dunia juga menyebutkan tiga kota termacet di Indonesia adalah Jakarta, Bandung dan Surabaya. Permasalahan kemacetan pun menjadi salah satu kebijakan strategis Pemkot Bandung pada RPJMD 2018-2023.
Warga Kota Bandung mengeluhkan kondisi jalanan yang macet. Pagi dan sore hari adalah waktu bagi warga Kota Bandung berjuang melawan kejenuhan kemacetan. Bergerak dari tempat kerja menuju kediaman atau kontrakan. Adapula yang terus bergerak menembus kemacetan demi orderan atau pesanan, seperti yang dirasakan kawan-kawan yang ojek online (ojol).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika lelah menyapa di tengah hiruk-pikuk kemacetan kota, mereka memilih menunggu lalu lintas reda. Seperti yang dilakukan Heru Arisandi, warga Kecamatan Antapani, Kota Bandung yang berusia 36 tahun. "Ya tambah tahun, tambah macet. Apalagi kalau hari Sabtu dan Minggu," kata Heru saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
Heru sudah berjaket ojol sejak 2019. Sebelumnya, bapak satu anak itu sempat berjualan. Ia mulai terbiasa dengan kecamatan. Heru tentu hafal jam dan lokasi macet di Kota Bandung.
"Jam 16.00 WIB hingga 19.00 WIB itu macet. Saya kalau jam itu sudah ganti, hanya menerima orderan food. Kalau pagi sampai sore penumpang," ucap Heru seraya tersenyum.
Senada dengan Heru, Maman (31) warga Margahayu, Kota Bandung juga mengeluhkan hal yang sama. Maman pun harus pandai mengatur waktu berangkat dan pulang kerja. "Berangkat kerja harus sebelum jam 06.00 WIB. Pulang mah setelah Isya. Apalagi saya lewatin lampu merah Samsat," kata Maman.
Maman berharap pemerintah bisa menata kota agar mengurai kemacetan. Maman menyebut kendaraan di Kota Bandung terus bertambah setiap tahunnya.
Menurut hitungan data yang disampaikan pada acara webinar 'Bandung Hareudang' April lalu, pertumbuhan kendaraan roda dua di Kota Bandung mencapai 300 unit per hari atau 108.000 unit per tahun. Sedangkan, roda empat mencapai 15.000 unit per tahun.
Sementara itu, data yang disampaikan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jabar menyebutkan Kota Bandung salah satu daerah dengan pertumbuhan kendaraannya paling tinggi, dalam rentang 2014-2019 mencapai 6.025.48 unit. Rasionya, lebih banyak kendaraan ketimbang penduduk yang mencapai sekitar 2,5 juta jiwa.
28 Titik Macet
Menurut Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, sedikitnya ada 28 titik macet yang menjadi sasaran pemkot untuk diurai dalam RPJMD 2018-2023. Tahun ini, ada tujuh titik macet yang diurai pemkot.
Kepala Dishub Kota Bandung Dadang Darmawan mengatakan dari tujuh titik yang jadi target itu, baru lima titik macet yang telah diurai. Lima titik itu di kawasan Jalan Asia Afrika, Pahlawan, Dalam Kaum dan lainnya.
"Indikator perhitungan macet itu secara teori jika kecepatan kendaraannya di bawah 21 kilometer per jam. Lima titik itu sudah di atas 21 kilometer per jam," kata Dadang kepada detikJabar di Hotel Grandia Kota Bandung, belum lama ini.
Dishub Kota Bandung sepanjang 2021 mengklaim telah mampu mengurai empat titik kemacetan. Sedangkan, pada 2023 ditargetkan sembilan titik kemacetan bisa diurai. Kemudian, selebihnya diselesaikan pada 2024.
Dadang tak menampik persoalan kemacetan di Kota Bandung itu disebabkan berbagai faktor, seperti disiplin lalu lintas, pemasangan rambu, penggunaan badan jalan dan volume kendaraan.
Menurut Dadang, ada dua faktor yang paling menyebabkan macet di Kota Bandung, yakni volume kendaraan dan penggunaan badan jalan. Pemanfaatan badan jalan di Kota Bandung dinilai belum efektif. Tak sedikit badan jalan difungsikan untuk parkir liar hingga tempat jualan.
"Penggunaan atau pemanfaatan badan jalan ini masalah besar. Kita sedang upayakan, karena ini faktor utama," kata Dadang.
Volume Kendaraan
Menurut data BPS, jumlah kendaraan roda dua di Kota Bandung pada 2005 sebanyak 428.375 unit. Kemudian, dalam waktu 10 tahun pertumbuhan kendaraan roda dua begitu pesat. Pada tahun 2015 mencapai 1.171.288 unit.
Sedangkan, pada tahun 2018 jumlah kendaraan roda dua di Kota Bandung mencapai 1.256.057 unit. Sementara itu, jumlah kendaraan baik roda dua dan empat di Kota Bandung pada 2021 menurut BPS mencapai 1.552.747 unit.
Sementara itu, dikutip dari Open Data Kota Bandung, ruas jalan di Kota Bandung sebanyak 31.185. Panjangnya mencapai 959,679 kilometer. Menurut Dishub, rasio antara volume kendaraan dan jumlah ruas jalan di Kota Bandung sudah tak seimbang.
"Jalan kita sudah tidak bisa (menampung) atau di luar kapasitas. Contohnya, di perempatan Soekarno-Hatta dengan Kiaracondong atau Samsat. Di sana kapasitas jalan sudah jenuh," kata Dadang.
Dadang pun tak menampik adanya rencana pemerintah pusat untuk membangun flyover atau jalan layang di perempatan Soekarno-Hatta dan Jalan Ibrahim Adjie atau Kiaracondong. Namun, Dadang menjelaskan beberapa pendapat pakar menyebutkan pembangunan flyover dinilai hanya berinvestasi untuk kemacetan di masa mendatang.
"Karena hanya di lokasi itu (mengurai macet). Khawatir hanya memindahkan macet ke lokasi lain," kata Dadang.
Jumlah kendaraan yang terlalu banyak adalah faktor utamanya. Menurutnya, selain flyover, kebijakan lain yang menjadi perhatian Pemkot Bandung adalah penguatan transportasi umum. Namun, faktanya angkutan umum di Kota Bandung belum dilirik masyarakat.
"Makanya kita akan perkuat angkot. Kemudian nanti ada program bus untuk karyawan dan pegawai 2023. Bus sekolah juga nanti diperkuat, termasuk TMB (Trans Metro Bandung). Kita ingin masyarakat berubah, artinya mau menggunakan transportasi umum," ucap Dadang.
"Kita coba kerja sama dengan koperasi angkutan umum, salah satunya memperkuat angkot untuk melayani anak sekolah. Misalnya, di kawasan Sarijadi, Pajajaran dan sekitarnya itu kan banyak sekolah. Kita sedang pemetaan untuk murid-muridnya," kata Dadang menambahkan.
Kerja sama dengan koperasi angkutan umum itu direncanakan bisa dieksekusi pada Oktober mendatang. Nantinya, Dishub bekerja sama dengan Dinas Pendidikan (Disdik).
Dua Flyover Bakal Dibangun
Perlahan Dishub membangun sistem transportasi yang ramah. Meski saat ini, masyarakat belum melirik. Tak jarang, TMB yang wara-wiri masih sepi peminat. Selain perkuat sistem transportasi itu, rencananya pemerintah pusat juga akan membangun dua flyover lagi di Kota Bandung.
Sebelumnya, pemerintah pusat baru saja meresmikan pembangunan flyover Kopo yang berada di Jalan Soekarno-Hatta, perempatan Cibaduyut-Leuwipanjang.
Sekda Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan pemkot telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait rencana pembangunan flyover anyar. Flyover ini rencananya dibangun di Jalan Soekarno-Hatta.
"Mudah-mudahan nanti ada progres bagus untuk di persimpangan Jalan Soekarno-Hatta-Buah Batu, Soekarno-Hatta-Ibrahim Adjie," kata Ema kepada detikJabar di Balai Kota, Kamis (22/9/2022).
Ema mengatakan pembangunan dua flyover anyar itu bersumber dari anggaran Kementerian PUPR. Ia berharap pembangunan bisa disegerakan. Sehingga, lanjut Ema, kemacetan bisa terurai.