Mengenang Masa Keemasan Angkot Lintas Husein Bandung

Mengenang Masa Keemasan Angkot Lintas Husein Bandung

Cornelis Jonathan Sopamena - detikJabar
Rabu, 31 Agu 2022 04:00 WIB
Mobil angkot trayek Stasiun Hall-Gunung Batu.
Mobil angkot trayek Stasiun Hall-Gunung Batu. (Foto: Cornelis Jonathan Sopamena)
Bandung -

Angkutan kota atau angkot merupakan salah satu armada angkutan umum yang paling mudah ditemukan di Kota Bandung.

Puluhan trayek yang saling terhubung dipercaya dapat mengantarkan para penumpang dengan harga yang murah ke tempat tujuannya.

Namun, terdapat sebuah hal yang sering membuat publik resah dan terganggu, yaitu kedisiplinan. Dalam berlalu lintas, tidak jarang sebuah mobil angkot berhenti secara asal atau mendadak belok ke tepi jalan dan menciptakan kemacetan. Supir angkot yang merokok atau cara berpakaian yang kurang senonoh juga kerap ditemukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal tersebut tidak berlaku bagi seluruh angkot "Lintas Husein" yang bernaung di bawah Koperasi Angkutan Masyarakat (Kopamas). Pasalnya, kedisiplinan yang ketat selalu dijunjung tinggi dalam koperasi ini.

Salah seorang supir angkot trayek Stasiun Hall-Gunung Batu, Aep (51) menyebut kedisiplinan memang menjadi salah satu keunggulan Kopamas.

ADVERTISEMENT

"Alhamdulillah, dari dulu juga disiplin pisan (sangat disiplin)," ucap Aep pada detikJabar beberapa waktu lalu.

Secara busana, para supir angkot diwajibkan mengenakan seragam Kopamas dan bersepatu. Pakaian adat Sunda, pangsi pun sempat wajib dikenakan setiap hari Rabu saat ada program 'Rebo Nyunda'. Jika tidak taat, supir angkot harus siap menerima sanksi.

Kendati demikian, kedisiplinan ini mulai sedikit dilonggarkan saat pandemi tiba. Meski tetap diwajibkan mengenakan kemeja dan celana panjang, kini supir angkot dapat mengenakan sandal ketika sedang bekerja.

"Wah dulu mah lebih ketat, harus pakai sepatu, seragam. Ketemu aja nggak pakai sepatu, disuruh push up itu di jalan. Dulu mah nggak boleh nih pakai celana begini, harus seragam yang biru," ujar Aep semangat sembari mengingat-ngingat momen di masa lampau itu.

Aep, sopir angkot di Bandung.Aep, sopir angkot di Bandung. Foto: Cornelis Jonathan Sopamena/detikJabar

Tidak hanya pengemudinya, para kenek pun tetap diwajibkan mengikuti peraturan yang sama. Bahkan, kenek tidak diperbolehkan untuk duduk atau bergelantungan di area pintu angkot. Aep menyebut bertemu dengan anggota Polisi Militer Angkatan Udara (POMAU) merupakan salah satu momok tersendiri.

"Kenek juga nggak boleh itu gantung di pintu. Ketemu langsung di skors. Apalagi kalau ketemunya sama POMAU, dijemur tuh di landasan sana," kata pria 51 tahun ini.

Telah menjadi supir angkot di Lintas Husein selama 30 tahun, Aep juga sempat menerima sanksi berupa skors. "Pernah di skors. Lupa euy karena apa, udah lama pisan (sangat lama). Di skors itu 3 hari nggak boleh jalan," tuturnya.

Para supir angkot itu juga tidak diperbolehkan merokok ketika sedang terdapat penumpang di dalamnya. Bahkan, mereka wajib mengingatkan penumpang yang sedang merokok untuk segera mematikan rokoknya jika terdapat wanita atau anak-anak di dalam mobil angkotnya.

Tidak berhenti di situ, supir angkot di 3 trayek naungan Kopamas pun harus terdaftar terlebih dahulu di kantor. Alhasil, supir yang sedang bekerja tidak dapat semena-mena bergantian dengan temannya.

"Supir juga nggak bisa siapa aja masuk. Misalkan ada teman di jalan mau gantian gitu, wah nggak bisa. Harus ke kantor dulu," kata Aep.

Dalam mengendarai mobilnya, Aep pun tidak membuat kemacetan sama sekali. Dirinya mengemudikan mobil dengan kecepatan konstan dan mengikuti kecepatan rata-rata lalu lintas.

Selain itu, ia juga tidak berhenti sesaat untuk menunggu penumpang, atau biasa disebut 'ngetem'. Dalam kesehariannya, ia hanya berhenti jika ada angkot satu jurusan yang jaraknya terlalu dekat dengan mobilnya.

"Males sih (ngetem), apalagi sekarang lagi sepi begini. Penumpang juga kesal pasti kalau ngetemnya lama. Jadi kalau di depan nggak ada mobil (sejurusan) ya sudah berangkat aja. Kalau ada mobil mungkin diam dulu 5 menit, paling lama 10 menit baru jalan lagi," jelasnya.

Seringkali, stigma antara angkot dengan tukang copet juga berkaitan erat. Namun, Aep menyebut tidak ada hal semacam kerjasama supir angkot dengan tukang copet di bawah naungan Kopamas.

Berdasarkan pengalamannya, copet seringkali muncul menjelang lebaran. Mayoritas berada di sekitar Pasar Baru. Jika sudah ada orang yang dicurigai mendekati angkot, Aep biasanya langsung mengingatkan penumpangnya atau meminta penumpangnya untuk duduk di depan.

"Biasanya ramai mah waktu mau lebaran. Orang mah puasa, ini mah nyopet. Banyak ke arah Pasar Baru tuh. Jadi kalau ada yang bikin curiga gitu biasanya kalau ada ibu-ibu saya suruh pindah ke depan saja," ucap Aep.

Suatu kali, mobil angkotnya pernah diisi dengan komplotan tukang copet. Total, ada tiga orang yang bekerjasama untuk mencuri barang para penumpang angkot itu. Saat para copet itu turun, Aep segera memastikan para penumpangnya aman.

"Pas mereka udah turun itu saya diam dulu, mumpung yang saya curigain masih kelihatan kan. Saya tanya ke penumpang, 'ada yang hilang nggak? HP aman?'. Kata penumpang saya aman, jadi saya jalan lagi. Pas udah agak jauh baru tuh si ibunya sadar gelangnya nggak ada. Kalau udah gitu mah mau gimana ya, A. Kan udah nggak kelihatan juga copetnya," ujarnya.

"Makanya saya mah suka ngingetin ke penumpang buat hati-hati gitu sama barangnya. Sekarang copet tuh biasanya tiga orang, kerjasama gitu," pungkas Aep.

(yum/yum)


Hide Ads