Bincang soal Pandemi hingga Eksistensi Sopir Angkot di Bandung

Serba-serbi Warga

Bincang soal Pandemi hingga Eksistensi Sopir Angkot di Bandung

Cornelis Jonathan Sopamena - detikJabar
Selasa, 30 Agu 2022 11:14 WIB
Aep, sopir angkot di Bandung.
Aep, sopir angkot di Bandung. (Foto: Cornelis Jonathan Sopamena/detikJabar)
Bandung -

"Kalau sekarang mau nambah mobil (angkot), siapa yang naiknya?" begitu kalimat tanya yang dilontarkan salah seorang pengemudi angkutan kota (angkot) tersebut mendeskripsikan kondisi angkot di Kota Bandung saat ini. Sepi dan memprihatinkan.

Namanya sang sopir itu Aep. Pria berusia 51 tahun ini sudah menjadi juru kemudi angkot selama 30 tahun terakhir. Masa keemasan angkot, mulai ditinggalkan akibat kendaraan online, hingga angkot sepi akibat pandemi sudah ia cicipi semua.

Namun, ia tidak kenal lelah. Di usianya yang sudah mulai mendekati masa lanjut usia ini, ia menolak bersantai di rumah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masa di rumah saja, ngapain, cuma diam. Daripada saya nganggur kan, mending saya nyupir angkot aja," ucap Aep pada detikJabar beberapa waktu lalu.

Pria asal Gunungbatu, Kota Bandung ini menyebut pandemi secara langsung berdampak besar pada eksistensi angkot. Jumlah angkot di trayek Stasiun Hall-Gunung Batu dengan nomor 14 saja terpapas drastis. Sepengetahuan Aep, jumlah angkot di trayek tersebut menurun dari 56 mobil menjadi 15 mobil saja.

ADVERTISEMENT

Kondisi pandemi yang mengharuskan seluruh siswa belajar dari rumah membuat perputaran uang di balik kemudi mobil angkot menjadi sangat minim. Sebab, sekitar 70% pengguna angkot berasal dari kalangan pelajar.

Permasalahan itu membuat banyak mobil angkot terpaksa dijual. Jawa Tengah diketahui menjadi salah satu destinasi favorit penjualan mobil bekas tersebut. Selain itu, beberapa mobil juga ada yang ditarik dealer.

"Wah, pandemi mah jangan ditanya lah. Makanya mobil banyak dijual, karena pandemi kan itu. Yang ditarik dealer juga ada," tutur Aep.

Selain pandemi, keberadaan ojek online (ojol) dan taksi online (taksol) juga turut berperan menurunkan jumlah penumpang angkot. "(Turun) drastis angkot mah, habis oge ku online (habis juga dengan kendaraan online)," ucapnya.

Aep pun menyayangkan kebijakan yang dinilai timpang. Pasalnya, seluruh angkot, terutama yang berada di bawah naungan Koperasi Angkutan Masyarakat (Kopamas), diwajibkan melakukan uji KIR setiap enam bulan sekali.

Uji KIR merupakan sebuah pengetesan kendaraan bermotor sebagai tanda bahwa kendaraan tersebut layak digunakan secara teknis di jalan raya. Jika tidak melakukan uji KIR serta tidak dinyatakan lulus, mobil angkot tidak diizinkan beroperasi.

"Angkot mah harus di-KIR, diuji ulang. Kan kudu (harus) bayar setiap 6 bulan. Diuji semua kelayakan jalannya, kalau nggak (dilaksanakan) ya nggak boleh jalan. Nggak adil lah dengan online mah, mereka kan nggak ada kewajiban harus di-KIR," kata Aep.

Kejar Setoran tapi Tetap Empati

Semenjak pandemi, pendapatan para supir angkot menjadi semakin terombang-ambing. Setoran pada koperasi pun sempat diberhentikan lantaran minimnya pemasukan. Setelah sekolah mulai memberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM), pendapatan supir pun perlahan tapi pasti mulai meningkat.

Setoran pun perlahan mulai diberlakukan dan ditingkatkan. Saat ini, Aep mengaku supir angkot perlu memberikan setoran sekitar Rp55.000. Bekerja setiap hari dari pukul 6 pagi hingga 6 sore, Aep menyebut pendapatan kotor yang cukup bagus itu ketika sudah mencapai Rp250.000 per hari.

"Cuman ngejar target untuk setoran saja kalau saya, paling 55 ribu. Sehari itu dapat uang kalau lagi bagusnya itu 250 (ribu) lah kotornya, belum dipotong setoran, bensin," jelasnya.

Meski anak sekolah menjadi konsumen utama, Aep menolak terlalu keras memberlakukan tarif pada siswa. Trayek Stasiun Hall-Gunung Batu yang memiliki tarif Rp 4.000 tersebut terkadang tidak dibayar penuh oleh siswa. Beberapa membayar Rp 3.000, yang lain bahkan membayar Rp2.000.

Namun, Aep tidak mau memusingkan hal tersebut. Ia menyebut dirinya memahami hal itu lantaran pernah memiliki seorang anak yang bersekolah. Bagi Aep, rezeki tidak hanya datang dari para anak sekolah saja.

"Anak sekolah mah kan nggak bisa di target ya ongkosnya juga. (Di kasih) Rp 3 ribu, Rp 2 ribu juga ya biarin saja lah. Kasihan. (Pernah) ngerasain da saya juga punya anak pernah sekolah, kan sama. Biasanya pulang kan dia sisa jajan juga. Kadang-kadang yang nggak bayar juga biarin," ucapnya sambil tertawa.

"Rezeki kan nggak dari situ aja ya. Kan kadang juga ada yang bayarnya lebih," tutupnya.



Hide Ads