'Ini hidup wanita si kupu-kupu malam. bekerja, bertaruh seluruh jiwa raga'. Penggalan lirik lagu 'Kupu-Kupu Malam' dari Titiek Puspa cukup jelas menggambarkan jerih payah seorang pekerja seks komersial (PSK).
Ibarat kupu-kupu di malam hari, cantik dan indah, tapi hanya dinikmati di malam hari. Selebihnya, seorang PSK kerap dianggap sebagai seorang pendosa.
Di tengah pandangan masyarakat yang menyebutnya pendosa, seorang PSK menggadaikan martabat dan kesehatannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain sering mendapat caci maki, ada satu virus penyakit yang kerap menghantui. Bukannya menyambung nyawa, seorang PSK memiliki risiko besar yang mengancam nyawanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Virus yang mengancam nyawa tersebut biasa dikenal dengan HIV yang mana dapat memicu AIDS. Virus ini dapat tersebar akibat hubungan seksual berisiko tanpa menggunakan pengaman alat kontrasepsi. Virus ini tentu memiliki risiko besar terhadap PSK.
Salah seorang mantan PSK di Bandung berinisial AS (33) menjadi salah satu orang dengan HIV/AIDS (ODHA). AS menjadi PSK atau wanita pekerja seks (WPS) sejak berumur 22 tahun, tepatnya pada tahun 2011. Kemudian pada tahun 2018, AS positif dinyatakan ODHA.
Meskipun sempat aktif di dunia malam Bandung, AS mengaku terpapar virus HIV/AIDS dari suaminya. Ia mengaku sebelum berhenti menjadi WPS, ia sempat tes HIV dan dinyatakan negatif.
"Setahu saya sih terpapar dari suami yang meninggal karena sakit (HIV) juga. Waktu sebelum off jadi pekerja dunia malam, saya sempat tes dan hasilnya negatif," ucap AS saat berbincang dengan detikJabar di Female Plus, Jalan Awigombong, Bandung.
AS juga mengaku kurang tahu jelas bagaimana latar belakang ia dan suaminya sampai terpapar virus HIV/AIDS. Yang pasti, ia dan suaminya merasakan gejala yang sama, yaitu muntaber.
"Kurang tahu jelas, soalnya saya sama ketemu suami nggak menjalin hubungan kayak pacaran gitu, ketemu langsung nikah," ucap AS yang berasal dari Bandung Barat.
AS mengaku sebelumnya tidak mengetahui gejala-gejala dari HIV/AIDS. AS mulai mengetahui saat mengecek gejala muntaber ketiga kalinya di dokter. Saat itu dokter berinisiatif menyuruhnya tes HIV/AIDS.
Saat menjadiWPS, AS mengaku tidak pernah mendapatkan pendampingan ataupun edukasi dari pihak pemerintah dan LSM mengenai bahayanyaHIV/AIDS.
Risiko Penularan HIV/AIDS dari Dunia Malam
Awal mula AS menjadi seorang WPS adalah karena alasan ekonomi dan terjerumus oleh ajakan temannya. Pada awalnya ia mengaku tidak tahu bahwa temannya mengajak bekerja sebagai WPS.
"Awalnya oleng di bidang ekonomi, terus cerita-cerita ke temen dan dijerumuskan temen yang juga kerja di situ, cuma saya nggak tahu kerjanya di situ, tahunya cuma nemenin minum aja nggak sampai kayak gitu," tambah AS.
Selama empat tahun berkarir menjadi WPS, AS kerap mendapatkan pelanggan yang tidak ingin menggunakan pengaman alat kontrasepsi. Alasannya, pelanggan tersebut adalah pembeli dan seolah menganggap AS hanyalah alat pemuas diri.
"Kadang pake pengaman kadang nggak, tergantung tamunya. Pelanggan sih bilangnya beli ya jadi pengen enaknya aja," tambah AS.
AS menyebutkan dari pihak pengelola ataupun 'bos' sebenarnya menerapkan protokol kesehatan untuk menggunakan pengaman. Namun, kenyataannya hal protokol tersebut hanya sebagai pemanis untuk semakin menjerumuskan AS.
"Dari pengelola atau bos emang ada prokes untuk pengaman. Kalau cerita (pelanggan tidak pakai pengaman) ke pengelola dibilangnya risiko, jadi kayak lepas tanggung jawab," tutur AS.
AS juga menyampaikan bahwa pihak pengelola lebih fokus untuk mengurus bisnisnya dibanding kesehatan para pekerjanya. Hal tersebut terbukti dari kerja sama yang dilakukan pihak pengelola dengan pihak berwajib mengenai persoalan razia PSK.
"Dari pemerintah nggak ada edukasi. Ada juga kerja sama antara pihak bos dan polisi kalo ada razia aja, bukan soal kesehatan," jelas ibu dua anak ini.
Pada saat masih aktif menjadi WPS, AS mengaku rutin sebulan sekali melakukan pemeriksaan dengan dokter yang mana biayanya ia tanggung sendiri tanpa campur tangan pihak pengelola.
Pelanggan AS biasanya berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa sampai dengan para bapak yang sudah memiliki anak dan istri. Sekadar diketahui, berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) per Desember 2021, terdapat sebanyak 414 mahasiswa ber-KTP Kota Bandung yang positif HIV/AIDS.
Sementara itu, pada kelompok ibu rumah tangga (IRT) di Bandung terdapat 664 orang yang mengidap HIV/AIDS. Kelompok tersebut diduga tertular dari suaminya yang kerap melakukan hubungan seksual berisiko.
Tetap Kuat untuk Bangkit
Kini, AS memiliki dua anak dari suami yang berbeda. Anak pertama AS yang berusia 7 tahun dari suami yang lama juga dinyatakan positif. Sementara itu, anak kedua AS dari suami yang baru tidak dinyatakan positif HIV/AIDS.
AS mengaku statusnya sebagai ODHA ini hanya diketahui oleh kedua orang tua dan suaminya. AS jujur kepada suaminya mengenai statusnya sebagai ODHA dan sama-sama berkomitmen.
Setelah kurang lebih empat tahun menjadi ODHA, AS menceritakan kondisinya yang sempat terpuruk sampai akhirnya bangkit kembali.
"Jadi yang menguatkan saya biar bangkit itu saya percaya sama agama saya, tuhan kasih saya umur dan kesempatan untuk bangkit agar tidak masuk ke dunia yang sama," ucap AS.
AS juga menceritakan faktor-faktor lain yang membuatnya bangkit, seperti pendampingan dari pihak rumah sakit dan tentunya kehadiran sang buah hati yang memberikan suntikan motivasi kepada AS.
"Temen-temen di RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) juga ada pendampingan yang juga bikin saya bangkit, dari yang awalnya down banget terus dirangkul. Anak juga jadi salah satu faktor penting saya untuk bangkit," tambah AS.
AS juga berpesan kepada para temannya yang masih bergelut di dunia malam untuk segera berhenti. Ia mengingatkan bahwa profesi tersebut dihantui oleh serangan virus yang tidak pandang bulu.
"Saya kasih tahu ke semuanya jangan kerja di dunia malam lagi, nanti sakit, kalo sakit mending kalo masih dikasih kesempatan hidup," ucap AS.
Kini, AS masih menjalani pengobatan rutin di RSHS selama sebulan sekali dan harus mengonsumsi obat setiap harinya.
Ibarat kupu-kupu, sayap indah AS sempat terluka karena terserang virus mematikan ini. Kini, AS memiliki sayap baru dengan keluarganya yang akan menemani perjuangannya yang masih panjang.