Saat ekonomi sulit, Endang mengaku telur jadi makanan favorit, telur dadar maupun ceplok. Sebab, memasak beberapa butir telur bisa mencukupi kebutuhan makan keluarganya.
"Sekarang mah telur dadar aja. Dibagi-bagi, biar bisa makan semua," kata Endang sembari kembali melempar tersenyum.
Kendati demikian, Endang tetap bersyukur. Di usianya yang sudah senja, Endang punya etos kerja tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mau gimana lagi. Mau minta ke siapa lagi, harus kerja," tutur sopir angkot jurusan Margahayu-Ledeng itu.
![]() |
Armada Berkurang
Kejayaan Terminal Margahayu kian redup. Terminal angkot itu pun kian layu. Jam-jam sibuk mulai jarang. Pagi hingga sore berebut penumpang dengan transportasi lainnya.
Dani salah seorang sopir angkot jurusan Margahayu-Ledeng juga merasakan hal serupa dengan Endang. Dani menjadi sopir angkot sejak 2001. Ia juga sempat mencicipi kejayaan angkot.
"Tiga hari itu bisa beli ponsel, zaman itu. Zaman ponsel belum secanggih ini," kata Dani.
Pria berusia 38 tahun itu mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan keluarganya. Kadang, Dani juga telat bayar kontrakan.
"Sulit sekarang mah. Sejak ada ojek online dan lainnya. Sehari bisa Rp 100 ribu itu susah, rata-rata di bawah Rp 100 ribu. Itu bersih, sudah bayar setoran dan bensin," kata Dani.
Saat ini tarif angkot bisa Rp 8 ribu hingga Rp 10 ribu. Dani juga menyebut jumlah armada angkot di Terminal Margahayu menurun. Kini tersisa tinggal puluhan. Pandemi menjadi biang keroknya, selain daripada perkembangan transportasi di kota.
"Dulu mah 125 angkot, sekarang tinggal 70 angkot yang terdaftar," ucap Dani.
(sud/ors)