Luas Laut Jabar Bertambah gegara Abrasi hingga Reklamasi

Luas Laut Jabar Bertambah gegara Abrasi hingga Reklamasi

Sudirman Wamad - detikJabar
Rabu, 29 Jun 2022 20:21 WIB
Sebuah kapal tongkang pengangkut batubara terdampar di pesisir Pantai Cipatuguran, Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.
Foto: Ilustrasi abrasi di Jabar (Syahdan Alamsyah/detikJabar).
Bandung -

Abrasi mengancam pantai utara (Pantura) Jawa Barat. Garis pantai pun berubah. Tak hanya itu, abrasi juga mengancam kehidupan masyarakat di wilayah pesisir.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil sempat menyampaikan ancaman abrasi saat menghadiri wisuda anak keduanya, Camillia Laetitia Azzahra di SMAN 3 Bandung pada Kamis (16/6) lalu. Ridwan Kamil berbicara soal dampak global warming.

Ridwan Kamil menyebutkan sekitar 200 hektare tanah di Kabupaten Bekasi hilang karena permukaan air laut yang naik. "Cirinya permukaan laut naik. Di bekasi sekitar 200 hektare. Sertifikatnya ada, tapi tidak ada tanahnya," kata Ridwan Kamil dalam sambutannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Bidang (Kabid) Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jabar Dyah Ayu menjelaskan perubahan garis pantai di Kabupaten Bekasi terbesar terjadi di Pantai Muara Gembong. Selain global warming atau pemanasan global, rusaknya pesisir pantai di Bekasi dipengaruhi berbagai faktor, seperti abrasi, akresi dan reklamasi.

"Kalau Muara Gembong banyak abrasi. Sedangkan wilayah dekat perbatasan DKI Jakarta banyak reklamasi," kata Dyah kepada detikJabar, Rabu (29/6/2022).

ADVERTISEMENT

Dikutip dari dokumen 'Integrasi Materi Teknis Perairan Pesisir ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat' DKP Jabar, selama delapan tahun atau dari 2013 hingga 2021, luas wilayah pengelolaan DKP Jabar bertambah. Artinya, ada penambahan ruang laut.

Menurut peta Badan Informasi Geospasial (BIG), pada 2013 luas wilayah laut yang dikelola Pemprov Jabar seluas 1.549.317 hektare. Kemudian, pada tahun 2021, luas wilayah laut Pemprov Jabar seluas 1.655.121 hektare. Artinya, luas wilayah laut Pemprov Jabar bertambah sekitar 105.804 hektare.

Penambahan luas wilayah laut itu telah ditetapkan Kemendagri. Selain faktor abrasi, akresi dan reklamasi, Dyah Ayu menyebut Kemendagri telah menetapkan penambahan luas wilayah pengelolaan ruan laut untuk Pemprov Jabar.

"Kalau batas baru yang antara Jabar dan DKI, dan pulau Biawak karena penetapan Kemendagri," ucap Dyah Ayu.

DKP Jabar saat ini belum bisa mengelola beberapa wilayah laut. Dyah Ayu mengatakan hal itu karena ada beberapa wilayah ruang laut yang SK-nya milik Kementerian Kehutanan.

"Sehingga kita mengelola di luar kawasan hutan. Coba kita lakukan penghijauan," kataDyah Ayu.

Kerugian

Lebih lanjut, Dyah Ayu menjelaskan selama ini DKP Jabar bersama sejumlah dinas dan kelompok masyarakat melakukan penanaman mangrove. Upaya ini dilakukan untuk menghidupkan kawasan kritis akibat abrasi, akresi dan reklamasi. Salah satunya di Bekasi.

"Kita berikan bantuan mangrove. Bagus kalau bisa menambah penghasilan masyarakat. Karangsong Indramayu dulu juga kita lakukan penanaman, sekarang bagus," kaya Dyah Ayu.

Sementara itu, dikutip dari artikel jurnal 'Tekanan Ekologi dan Nilai Moneter Karbon Biru Ekosistem' yang disusun Terry Louise Kepel, La Ode Nurman Mbay, R. Bambang Aditya Nugraha, M. Hikmat Jayawiguna, Nasir Sudirman, & Peter Mangindaan yang diterbitkan Pusat Riset Kelautan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan, Pantura Gembong merupakan daerah yang mengalami tekanan antropogenik yang memberikan dampak signifikan bagi ekosistem pesisir di wilayah Teluk Jakarta.

Dalam jurnal itu menyimpulkan kondisi degradasi ekosistem menurunkan kualitas, salah satunya adalah penyimpan karbon yang dikenal sebagai karbon biru. Lepasnya karbon di Muara Gembong ini adalah sebesar 120.327 Mg C atau setara dengan 441.600 mg CO2e (ekuivalen karbon dioksida).

Kehilangan moneter yang terjadi berkisar antara 1,15-2,84 x 10 pangkat 11 rupiah. Apabila dirata-ratakan maka kehilangan nilai ekonomi akibat kehilangan karbon per tahun sebesar Rp 2,7 hingga 6,7 miliar.

Halaman 2 dari 2
(sud/mso)


Hide Ads