Wakaf adalah salah satu bentuk amal jariyah yang dilakukan dengan cara menahan suatu harta agar tidak diwariskan, dijual, atau dipindahtangankan, melainkan dimanfaatkan untuk kepentingan umat.
Sebagai amalan yang sangat mulia, wakaf memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat serta pahala yang terus mengalir bagi pewakaf, bahkan setelah ia meninggal dunia.
Di kalangan umat Islam, sering muncul pertanyaan tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Sejarah mencatat bahwa wakaf telah dilakukan sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan diteruskan oleh para sahabat, tetapi siapakah yang menjadi pelopor pertama dalam mewakafkan hartanya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Wakaf dalam Islam
Dikutip dari MENAWAN: Jurnal Riset dan Publikasi Ilmu Ekonomi berjudul Sejarah dan Perkembangan Wakaf dalam Islam Volume 2 No. 2 oleh Luthfiah Nazmi dan Yenni Samri Julianti, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai siapa yang pertama kali mewakafkan hartanya untuk kepentingan orang banyak.
Menurut sebagian ulama, Rasulullah SAW adalah orang pertama yang melaksanakan syariat wakaf. Beliau mewakafkan sebidang tanah yang kemudian digunakan untuk membangun Masjid Quba, masjid pertama yang beliau dirikan setelah hijrah ke Madinah pada 622. Masjid ini berlokasi sekitar 400 kilometer di utara Kota Makkah.
Enam bulan setelahnya, Rasulullah SAW kembali berwakaf dengan menyerahkan tujuh kebun kurma di Madinah. Kebun ini dibeli dari dua anak yatim dari bani Najjar seharga 800 dirham. Di atas tanah tersebut, kemudian dibangun Masjid Nabawi, yang menjadi pusat ibadah dan dakwah umat Islam.
Hal ini berdasarkan keterangan dari riwayat hadits Rasulullah SAW berikut.
"Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada kami Abdul Warits dari Abu At Tayyah dari Anas RA berkata: Nabi shallallahu'alahi wasallam memerintahkan untuk membangun masjid lalu berkata: "Wahai Bani Najjjar tentukanlah harganya (juallah) kepadaku kebun-kebun kalian ini". Mereka berkata :"Demi Allah kami tidak membutuhkan uangnya kecuali kami berikan untuk Allah."
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa orang pertama yang melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khattab RA. Ia mewakafkan sebidang tanah miliknya di Khaibar, yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan umat.
Wakaf yang dilakukan Umar bin Khattab ini menginspirasi para sahabat lainnya untuk turut serta dalam mewakafkan harta mereka. Hal ini semakin menguatkan tradisi wakaf di kalangan umat Islam sebagai bentuk amal jariyah yang membawa manfaat jangka panjang.
"Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr, telah memberitakan kepada kami Isma'il bin Ibrahim dari Ibnu 'Aun dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata; Umar pernah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, ia pun bertanya; Wahai Rasulullah, aku mendapatkan harta di khaibar, aku tidak pernah mendapatkan harta yang menyenangkan hatiku sebelumnya seperti ini, maka apa yang engkau perintahkan kepadaku (atas harta ini)? Beliau menjawab, "Jika kamu berkenan, tahanlah pokoknya dan bersedekahlah dengannya", maka Umar pun bersedekah dengannya, hartanya itu tidak ia jual, tidak ia hibahkan, dan tidak ia wariskan, dan ia mensedekahkannya dari harta itu kepada para fakir miskin, ahli kerabat baik yang dekat maupun yang jauh, fi sabilillah, ibnu sabil, dan (para) tamu. Tidaklah mengapa (tidak berdosa) bagi yang mengurus harta itu jika mengambil darinya untuk makan dengan cara yang baik (wajar), atau memberi makan kepada teman tanpa menjual (mengambil keuntugan materi) darinya. Ia (At Tirmidzi) berkata, 'Aku menyebutkannya kepada Muhammad bin Sirin, maka ia mengatakan 'ghairu muta`atstsil maalan', Ibnu 'Aun berkata, Telah bercerita kepadaku atas hadits ini seseorang yang lain bahwa ia membacanya 'fi qith'ati adimin ahmar ghair muta`atstsil maalan', Ismail berkata, 'Dan saya membacanya kepada Ibnu Ubaidullah bin Umar, maka dalam haditsnya 'ghair muta`atstsil maalan'. Abu Isa berkata, 'Hadits ini hasan shahih, dan menjadi landasan amal menurut ahli ilmu dari kalangan shahabat Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam dan juga selain mereka, dan kami tidak menemukan adanya perselisihan di antara ulama terdahulu tentang dibolehkannya wakaf tanah dan juga yang lainnya (HR At-Tirmidzi No. 1296).
Setelah itu, Umar bin Khattab RA mewakafkan sebidang tanah di Khaibar setelah terlebih dahulu meminta saran kepada Rasulullah SAW. Rasulullah kemudian menyarankan agar tanah tersebut dikelola, sementara hasilnya didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan, seperti fakir miskin, hamba sahaya, kerabat, tamu, dan orang miskin.
Setelah Umar bin Khattab, Abu Thalhah RA mengikuti jejaknya dengan mewakafkan kebun kesayangannya yang dikenal sebagai kebun "Bairaha." Tradisi wakaf ini kemudian diteruskan oleh para sahabat lainnya, termasuk Abu Bakar RA yang mewakafkan sebidang tanah di Makkah untuk keturunannya yang datang ke kota tersebut.
Utsman RA juga bersedekah dengan hartanya, sementara Ali bin Abi Thalib RA mewakafkan tanah suburnya. Mu'adz bin Jabal RA turut berwakaf dengan memberikan rumahnya, "Dar al-Anshar." Tradisi ini pun diikuti oleh sahabat lainnya, seperti Anas bin Malik RA, Abdullah bin Umar RA, Zubair bin Awwam RA, serta istri Rasulullah SAW, Aisyah RA.
Wallahu a'lam.
(hnh/kri)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
Cara Praktis Buka 8 Pintu Rezeki Sesuai Ajaran Al-Qur'an