Sumur Zamzam terletak sekitar 21 meter dari lokasi Ka'bah. Kedalaman sumur ini mencapai 30 meter yang terbagi dalam tiga bagian, dari arah bukit Shafa, Ka'bah dan bukit.
Sumur Zamzam pernah ditimbun oleh penguasa Jurhum yang kalah dalam peperangan melawan Khuza'ah agar musuh mereka tidak dapat memanfaatkannya. Dilansir dalam buku Haji dan Umrah Bersama MQS yang ditulis oleh M Quraish Shihab dijelaskan bahwa Zamzam baru ditemukan kembali oleh kaki Nabi SAW, Abdul Muththalib.
Beberapa sejarawan, seperti halnya Ibnu Hisyam, meriwayatkan bahwa 'Abdul Muththalib suatu ketika berbaring dekat Hijr Ismail dan bermimpi bahwa ia diperintahkan untuk menggali Zamzam sambil ia diisyaratkan lokasinya. "Penimbunan Zamzam oleh Jurhum dan penemuannya kembali oleh Abdul Muththalib adalah sekitar 300 tahun," tulis Quraish Shihab dalam bukunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam yang ditulis Abu Muhammad dan diterjemahkan oleh Fadhli Bahri diceritakan tentang orang-orang Jurhum dan penimbunan sumur Zamzam.
Pengelola Baitullah Berasal dari Keturunan Ismail
Ibnu Hisyam berkata, "Pembahasan tentang orang-orang Jurhum, penimbunan Sumur Zamzam oleh mereka, kepergian mereka dari Makkah, dan pihak yang menguasai Makkah sepeninggal mereka hingga Abdul Muththalib menggali Sumur Zamzam adalah seperti yang dikatakan kepada kami oleh Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai dari Muhammad bin Ishaq yang berkata, bahwa ketika Ismail bin Ibrahim wafat, maka sepeninggalnya Baitullah dikelola anaknya yang bernama Nabit bin Ismail selama jangka waktu tertentu, kemudian pengelolaan Baitullah sesudahnya dilanjutkan Mudzadz bin Amr Al-Jurhumi."
Ibnu Hisyam berkata, "Konon ada yang mengatakan, Midzadz bin Amr Al-Jurhumi."
Konflik antara Jurhum dengan Qathura'
Karena kebiasaan orang-orang Yaman, jika mereka keluar dari Yaman, mereka tidak keluar kecuali dipimpin orang yang mengurusi segala persoalan mereka.
Ibnu Ishaq berkata, "Anak-anak Ismail, anak-anak Nabit bersama kakek mereka, Mudzadz bin Amr, paman-paman mereka dari jalur ibu dari Jurhum, Jurhum, dan Qathura' adalah penduduk Makkah ketika itu."
Jurhum dan Qathura' adalah saudara misan dan datang dari Yaman. Keduanya ikut rombongan musafir.
Orang-orang Jurhum dipimpin Mudzadz bin Amr, dan orang-orang Qathura' dipimpin As-Samaida'. Salah seorang dari mereka, tiba di Makkah.
Jurhum dan Qathura' melihat daerah yang kaya air, Mudzadz bin Amr dan orang-orang Jurhum yang ikut bersamanya singgah di Makkah atas, tepatnya di Qu'aiqi'an dan tidak keluar darinya.
Sedangkan As-Samaida' singgah di Makkah bawah, tepatnya di Jiyad dan tidak keluar daripadanya.
Mudzadz memungut uang sepersepuluh bagi orang yang masuk Makkah dari Makkah atas. As-Samaida' juga memungut uang sepersepuluh bagi siapa saja yang memasuki Makkah dari Makkah bawah. Masing-masing dari keduanya berada di kaumnya masing-masing dan tidak masuk kepada yang lain.
Dalam perjalanan waktu, Jurhum dan Qathura' saling serang terhadap yang lain dan bersaing memperebutkan jabatan raja. Ketika itu, Mudzadz didukung anak keturunan Ismail dan anak keturunan Nabit. Mudzadz mempunyai hak mengelola Baitullah dan bukannya As-Samaida'.
Sebagian dari mereka berjalan menuju sebagian yang lain. Mudzadz bin Amr berangkat dari Qu'aiqi'an bersama pasukannya dengan tujuan As-Samaida'. Pasukannya bersenjatakan tombak, perisai, pedang, dan tempat anak panah yang menimbulkan suara gemerincing.
Konon Qu'aiqi'an dinamakan Qu'aiqi'an karena kejadian tersebut (suara gemerincing). As-Samaida' juga keluar dari Jiyad dengan membawa kuda dan pasukannya.
Konon, Ajyad tidak dinamakan Ajyad melainkan karena keluarnya kuda-kuda bersama As- Samaida' dari Ajyad. Kedua belah pihak bertemu di Fadhih, kemudian mereka bertempur dalam perang yang sengit.
As-Samaida' tewas dalam pertempuran tersebut dan orang-orang Qathura' dikecam habis-habisan. Konon Fadhih tidak dinamakan Fadhih kecuali karena kecaman tersebut.
Baca juga: Kenapa Sumur Air Zamzam Tidak Pernah Habis? |
Setelah itu, kedua belah pihak mengajak berdamai. Mereka berjalan hingga tiba di Al-Mathabikh, jalan di antara dua bukit di Makkah atas.
Mereka berdamai di sana dan menyerahkan permasalahannya kepada Mudzadz. Ketika pengelolaan Makkah diserahkan kepada Mudzadz, dan ia menjadi raja di Makkah, ia menyembelih hewan untuk manusia, memberi mereka makan, menyuruh manusia masak, dan makan.
Konon, Al-Mathabikh tidak dinamakan Al-Mathabikh melainkan karena kejadian tersebut. Sebagian orang-orang berilmu menduga, bahwa Al-Mathabikh dinamakan Al-Mathabikh, karena orang-orang Tubba' (Yaman) menyembelih hewan di tempat tersebut, memberi makan warganya, dan tempat tersebut adalah tempat kediaman mereka. Apa yang terjadi antara Mudzadz dengan As-Samaida' adalah kezaliman pertama di Makkah, menurut sebagian besar orang.
Kemudian Allah SWT menyebarkan anak keturunan Ismail di Makkah, dan paman-paman mereka dari Jurhum menjadi pengelola Baitullah dan penguasa di Makkah tanpa ada satu pun dari anak keturunan Ismail yang memprotesnya, karena orang-orang Jurhum adalah paman mereka, dan kerabat mereka, serta karena menjaga keagungan Makkah agar tidak terjadi pelanggaran dan peperangan di dalamnya.
Ketika Makkah terasa sempit bagi anak keturunan Ismail, mereka berpencar-pencar ke banyak negeri. Jika mereka diperangi musuh, Allah SWT menolong mereka karena agama mereka hingga mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya dan menguasai negeri mereka."
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Indonesia Konsisten Jadi Negara Paling Rajin Beribadah