Merangkum buku Kisah Seru 60 Sahabat Rasul karya Ummu Akbar dan kitab Rijal Haula ar-Rasul karya Khalid Muhammad Khalid edisi Indonesia terbitan Shahih, berikut kisah lengkapnya.
Miqdad bin Amr merupakan seorang cendekiawan dengan hati yang tulus. Hal itu tercermin dari ucapannya yang selalu bermakna dan penuh dengan prinsip-prinsip.
Miqdad termasuk golongan awal yang memeluk Islam dan menjadi orang ketujuh menyatakan keislamannya secara terbuka. Akibatnya, ia mendapatkan perlakukan diskriminatif dan kejam dari kaum kafir Quraisy. Namun, ia tidak pernah goyah dalam keyakinannya.
Disebutkan dalam buku 365 Hari Bersama Sahabat Nabi SAW karya Biru Tosca, bahwa Miqdad mendapat pujian dari banyak kaum muslimin atas aksinya di medan Perang Badar yang disebut tidak kenal takut.
Miqdad juga pernah membakar semangat para kaum muslimin saat peperangan Badar yang pada saat itu mereka kalah jumlah dari musuh.
Ia berkata, "Wahai Rasulullah, teruslah laksanakan apa yang diperintahkan Allah, dan kami akan bersama engkau. Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti apa yang dikatakan bani Israil kepada Nabi Musa, 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah,' sedang kami akan mengatakan kepada engkau, 'Pergilah Engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami ikut berjuang di sampingmu.' Demi yang telah mengutus engkau membawa kebenaran! Seandainya engkau membawa kami melalui lautan lumpur, kami akan berjuang bersamamu dengan tabah hingga akhir."
Abdullah bin Mas'ud, salah seorang sahabat Rasulullah SAW bahkan pernah berkata, "Saya telah menyaksikan perjuangan Miqdad, sehingga saya lebih suka menjadi sahabatnya daripada segala isi dunia ini."
Kisah Miqdad bin Amr Putuskan Mundur dari Jabatannya
Pada suatu ketika, Miqdad diangkat oleh Nabi SAW sebagai amir atau pemimpin (gubernur) di suatu daerah. Ia pun menerima dan menjalankan amanah yang diberikan kepadanya dengan sangat baik.
Setelah menjalankan tugasnya Miqdad pun kembali dan bertemu Rasulullah SAW, Rasulullah SAW bertanya kepada Miqdad, "Bagaimana rasanya menjadi seorang amir?"
Miqdad pun menjawab pertanyaan Rasulullah SAW dengan jujur, "Menjadi seorang amir membuat aku menganggap diriku lebih tinggi dari seluruh manusia lain. Demi yang telah mengutus engkau membawa kebenaran, mulai dari sekarang, aku tidak akan tergoda untuk mengambil jabatan amir selama-lamanya."
Sejak ia menjabat jabatan, Miqdad memang mengaku bahwa dirinya dikelilingi oleh banyak pujian dan kemewahan. Miqdad yang dikenal jujur dan amanah, menyadari betul bahwa itulah risiko yang harus ia tanggung ketika menjabat menjadi pemimpin. Bukannya tergoda untuk melanggengkan kekuasaannya, ia malah bertekad untuk menghindari segala jabatan yang ditawarkan.
Bahkan ketika Rasulullah SAW menawarkannya jabatan lagi, kali ini ia menolak dengan tegas tawaran tersebut. Meski tidak memiliki jabatan, kecintaan Miqdad kepada Islam tidak pernah sedikit pun berkurang.
Bahkan tanpa jabatan pun, Miqdad selalu mengambil tanggung jawab penuh di lingkungannya. Ia selalu menggunakan sikap kepemimpinannya untuk membela orang-orang yang tertindas.
Ada sebuah kisah, pada suatu waktu, Miqdad keluar bersama rombongan tentara. Situasi pun berubah menjadi menegangkan sebab mereka tahu musuh akan segera mengepung dan menyerang pasukan mereka.
Komandan pasukan pun memerintahkan para pasukannya untuk tidak menggembalakan hewan tunggangannya. Ini bertujuan agar keberadaan mereka tidak diketahui musuh. Akan tetapi, ada seorang prajurit yang tidak mengetahui larangan ini sehingga ia melanggarnya.
Ketika hal tersebut diketahui oleh komandan, prajurit tersebut pun diberikan hukuman yang sangat berat. Miqdad yang saat itu kebetulan melihat kejadian tersebut melihat prajurit tersebut sedang menangis memohon ampun.
Karena penasaran, ia pun menghampirinya dan menanyakan apa yang telah terjadi. Setelah mendengar cerita dari prajurit tersebut, Miqdad pun memahami apa yang telah terjadi lalu segera mengajak prajurit tersebut untuk menemui komandan pasukan.
Di sanalah, Miqdad meluruskan segala persoalan yang menimpa prajurit tersebut. Penjelasan Miqdad yang terlihat begitu jujur dan tidak mengada-ngada itu membuat komandan pun sadar akan kesalahannya.
Komandan pun akhirnya meminta maaf kepada prajurit bawahannya. Permohonan maaf sang komandan yang tulus mampu itu akhirnya diterima oleh prajurit dan mau memaafkannya.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana