Dalam suatu riwayat, dikisahkan bahwa Malaikat Jibril membawakan kain kafan dari surga untuk Rasulullah SAW dan orang-orang tersayang beliau.
Adapun yang mendapat kain kafan tersebut yaitu Rasulullah SAW, istri pertama Rasulullah SAW Khadijah RA, putri Rasulullah SAW Fatimah Az-Zahra, menantu Rasulullah SAW Ali bin Abi Thalib, dan cucu Rasulullah SAW Sayyidina Hasan.
Namun, cucu Rasulullah yang satunya bernama Husein tidak mendapatkannya. Padahal, Husain adalah saudara Hasan. Hasan dan Husain merupakan putra Fatimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan Hanya Sayyidina Husain yang Tidak Mendapatkan Kain Kafan dari Jibril
Alasan kenapa Husein cucu Rasulullah tidak dapat kain kafan adalah karena Sayyidina Husain mati syahid, karena meninggal dan dibunuh di medan perang. Simak kisahnya di bawah ini.
Dikutip dari buku Mulut yang Terkunci: 50 Kisah Haru Para Sahabat Nabi oleh Siti Nurlaela, Sayyidina Husain mengalami ujian kehidupan yang sangat berat. Namun, ia menghadapinya dengan penuh kesabaran.
Mulai dari ditinggalkan satu demi satu orang tersayangnya, kakaknya, Hasan bin Ali wafat sebagai syuhada, kakeknya, Rasulullah SAW, wafat karena sakit. Ibunya juga wafat karena sakit. Sementara ayahnya, Ali bin Abi Thalib, wafat karena dibunuh ketika sedang salat subuh.
Sayyidina Husain adalah orang yang tidak menyetujui Yazid bin Mu'awiyyah yang kala itu dinobatkan menjadi khalifah. Kaum Muslim marah dan tidak suka kepada Yazid.
Pasalnya, Yazid merupakan seorang yang korup, peminum khamar, serta menyenangkan dirinya dengan kera, dan anjing-anjingnya.
Yazid mendapatkan kedudukan tersebut karena warisan ayahnya, Mu'awiyyah bin Abu Sufyan. Namun, hal ini bertentangan dengan prinsip dari Rasulullah SAW.
Di Makkah, Sayyidina Husain mendapat banyak surat-surat dukungan dari penduduk Kufah. Sayyidina Husain yang kala itu di Madinah diminta mereka untuk ke Kufah untuk dinobatkan menjadi khalifah.
Akibat kelakuan buruknya, cucu Rasulullah itu tidak bersumpah setia kepada Yazid. Kemudian Sayyidina Husain pun mengutus saudara sepupunya, Muslim bin Aqil ke Kufah untuk menjadi duta atau wakilnya untuk tinggal bersama orang yang paling setia di Kufah.
Muslim bin Aqil pada akhirnya tinggal dengan Al Mukhtar. Ketika mendengak kedatangannya, rakyat Kufah pun berkumpul di sekitar rumah Al Mukhtar untuk bertemu Muslim bin Aqil yang ingin menegakkan pemerintahan Islami. Sayangnya, itu hanyalah kepalsuan semata.
Dalam buku Sejarah Agung Hasan dan Husain karya Ukasyah Habibu Ahmad, Sayyidina Husain tetap pada pendiriannya untuk menuju Kufah. Ketika sampai di daerah Bathnur Rummah, ia menulis surat ke penduduk Kufah untuk memberitahukan kalau dirinya sudah sampai di Bathnur Rummah.
Beliau mengutus Qais bin Mashar as-Saidawi, tapi sialnya Qais bin Mashar as-Saidawi tertangkap dan dibunuh oleh pasukan Ubaidillah bin Ziyad. Lalu, Sayyidina Husain melanjutkan perjalanan hingga tiba di Zarud.
Saat dalam perjalanan, ia baru mendapatkan berita mengenai terbunuhnya Muslim bin Aqil dan Hani' bin Urwah, beserta pengkhianatan yang dilakukan para rakyat Kufah.
Setelah tahu, Sayyidina Husain pun memutuskan untuk pulang. Namun, dalam Al-Akhbar ath-Thiwal bahwa orang-orang bani Aqil berkata, "Bagi kami, tidak ada gunanya hidup sehabis Muslim bin Aqil terbunuh. Kami tidak akan kembali sampai kami mati."
Mendengar hal itu, Sayyidina Husain merespon dengan "Lantas, apa gunanya aku hidup setelah mereka mati?"
Akhirnya ia melanjutkan perjalanannya dan memperbolehkan, jika rombongannya berkeinginan untuk pulang atau terus bersamanya.
Saat sampai di Zubalah, mereka lalu bertemu dengan Umar bin Sa'ad dan Ibnul Asy'ats yang membawa surat dari Muslim bin Aqil. Surat tersebut berisi penyampaian ketidakpedulian penduduk Kufah terhadap dirinya.
Pada tanggal 2 Muharram 61 H Sayyidina Husain bisa tiba di Karbala, walaupun sempat dihadang oleh al-Hurru bin Yazid at-Tamimi atas perintah Ubaidillah bin Ziyad. Ia disambut dingin oleh penduduk setempat yang berkisar 100.000 orang yang siap menyatakan janji setia ke Sayyidina Husain.
Benarlah kekhawatiran dari keluarga dan sahabat Sayyidina Husain. Setelah itu, Sayyidina Husain dan rombongan dikurung selama beberapa hari, tepat pada tanggal 10 Muharram 61 H. Ada 5.000 pasukan yang dipimpin oleh Umar bin Sa'ad bin Abi Waqash menyerbu rombongan Sayyidina Husain.
Pengepungan tersebut dilakukan atas perintah Ubaidillah bin Ziyad yang memaksa Sayyidina Husain untuk mengakui kekuasaan Khalifah Yazid bin Mu'awiyyah.
Para sejarawan berpendapat bahwa, rombongan Sayyidina Husain hanya berjumlah 72 orang yang terdiri dari 32 orang prajurit berkuda dan 40 orang pejalan kaki. Selebihnya, mereka adalah anak-anak dan perempuan. Jumlah tersebut tentunya tidak seimbang, sehingga membuat Sayyidina Husain kalah.
Diceritakan Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wan Nihayah, pada 10 Muharram pasukan Ubaidillah bin Ziyad membuat kepala Sayyidina Husain berdarah karena dipukul dengan pedang. Luka kepalanya tersebut kemudian Sayyidina Husain balut dengan merobek kain jubahnya.
Kala itu, ada juga yang melepaskan panah ke lehernya. Namun, Sayyidina Husain masih hidup. Ia memegangi lehernya sambil menuju ke arah sungai karena kehausan.
Namun, pasukan tersebut tidak membiarkan Sayyidina Husain untuk minum. Ibnu Katsir juga menyebutkan bahwa Sina bin Anas bin Amr Nakhai adalah orang yang membunuh Sayyidina Husain dengan tombak, kemudian ia menggorok leher Sayyidina Husain dan menyerahkannya kepada Khawali bin Yazid.
Terkait waktu terbunuhnya Sayyidina Husain masih menjadi perdebatan para ulama. Namun, mayoritas menguatkan bahwa Sayyidina Husain wafat pada hari Asyura bulan Muharram tahun 61 H. Hal ini juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, yang menyebut bahwa umur Sayyidina Husain saat wafat ialah 56 tahun.
Dikutip dari buku Mahar Bidadari Surga oleh Rizem Aizid, menjelaskan kematian syahid seperti yang terjadi pada Sayyidina Husain. Kaum muslim yang meninggal di medan perang dan berjuang tanpa maksud tertentu sudah termasuk pada jihad fisabilillah.
Sehingga, seseorang yang mati syahid jenazahnya tidak perlu dimandikan dan tidak perlu diberi kain kafan dan di salatkan.
Cukuplah bagi mereka yang mati syahid dikuburkan saja, dengan pakaian lengkap yang dipakainya ketika jihad fi sabilillah.
Wafatnya Sayyidina Husain tersebutlah yang menjadi alasan belau menjadi cucu Nabi Muhammad SAW yang tidak mendapatkan kain kafan dari Malaikat Jibril.
(bai/inf)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Indonesia Konsisten Jadi Negara Paling Rajin Beribadah