Hukum Khutbah Nikah Wajib atau Sunnah?

Hukum Khutbah Nikah Wajib atau Sunnah?

Salsa Dila Fitria Oktavianti - detikHikmah
Rabu, 24 Des 2025 09:30 WIB
Hukum Khutbah Nikah Wajib atau Sunnah?
Khutbah dalam pernikahan. Foto: Getty Images/iStockphoto/salahudin
Jakarta -

Pernikahan dalam Islam bukan sekadar ikatan sosial, tetapi merupakan akad yang memiliki nilai ibadah dan konsekuensi hukum. Karena itu, setiap rangkaian yang mengiringinya, termasuk khutbah nikah sering menjadi bahan kajian para ulama.

Dalam praktiknya, khutbah nikah hampir selalu disampaikan sebelum akad, sehingga sebagian masyarakat mengira bahwa khutbah tersebut merupakan bagian yang menentukan sah atau tidaknya pernikahan.

Hukum khutbah nikah sendiri menjadi pembahasan dalam fikih munakahat. Khutbah ini umumnya berisi pujian kepada Allah SWT, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, serta nasihat tentang makna dan tanggung jawab dalam membangun rumah tangga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalil Khutbah Nikah

Khutbah nikah memiliki dasar dari hadits Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan pentingnya memulai perkara besar dengan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Rasul-Nya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

عن ابي هريرة أن رسول الله (ص) قال كل خطبة ليس فيها تشهد فهي كاليد الجذماء

ADVERTISEMENT

Artinya: "Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Setiap khotbah tanpa membaca tasyahud laksana tangan yang kena penyakit lepra."

Hadits ini menunjukkan bahwa khutbah yang tidak disertai dzikir kepada Allah dan persaksian keimanan dianggap kurang sempurna. Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda:

عن أبي هريرة أن رسول الله (ص) قال كل امر ذي بال لا يبدأ فيه بالحمد الله فهو اقطع

Artinya: "Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tiap perkara yang penting tidak dimulai padanya Alhamdulillah maka terputuslah keberkahannya."

Makna hadits tersebut bukan hanya terbatas pada lafaz hamdalah semata, tetapi mencakup dzikrullah secara umum. Pernikahan sebagai perkara besar dan sakral sangat dianjurkan untuk diawali dengan pujian kepada Allah agar mendapatkan keberkahan. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan agar khutbah nikah menggunakan khutbah hajat, sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW.

Khutbah nikah yang diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW diriwayatkan oleh para ahli hadits dari kalangan kutub as-sittah serta Al-Hakim dan Al-Baihaqi, bersumber dari Abdullah bin Mas'ud RA.

Dalam riwayat tersebut, Rasulullah SAW mengajarkan tasyahud khutbah nikah dengan lafaz:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Artinya: "Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, dan memohon ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."

Hukum Khutbah Nikah

Dalam kajian fikih munakahat, para ulama sepakat bahwa khutbah nikah bukan merupakan syarat sah pernikahan. Khutbah nikah tidak menentukan sah atau tidaknya akad nikah, namun dipandang sebagai amalan yang dianjurkan.

Dalam buku Fiqh Keluarga Muslim Indonesia karya Dr. Hj. Umul Baroroh dijelaskan bahwa khutbah nikah memiliki nilai penting karena berfungsi sebagai bekal ilmu dan nasihat bagi calon suami dan istri dalam membangun rumah tangga.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum khutbah nikah adalah sunnah, karena Rasulullah SAW sering melakukannya, namun pada beberapa peristiwa beliau tidak menyampaikannya. Salah satu dalilnya adalah hadits ketika Rasulullah SAW menikahkan seorang sahabat hanya dengan mahar hafalan Al-Qur'an, tanpa disebutkan adanya khutbah nikah:
زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ

Artinya: "Aku menikahkan engkau dengannya dengan mahar berupa hafalan Al-Qur'an yang ada padamu." (Al-Mughni, 6/537)

Hadits ini menjadi dasar bahwa khutbah nikah tidak bersifat wajib. Namun, dikutip dari buku Tahapan Proses Pernikahan; Rumah keluarga dan Akad Nikah oleh Dr. Musthafa Murad dkk, terdapat pendapat minoritas seperti yang dinukil dari Dawud Adh-Dhahiri yang menyatakan bahwa khutbah nikah hukumnya wajib. Perbedaan pendapat ini muncul dari perbedaan cara memahami perbuatan Nabi Muhammad SAW, apakah perbuatan tersebut menunjukkan kewajiban atau sekadar anjuran.

Khutbah nikah dapat disampaikan oleh siapa saja, seperti penghulu, wali, mempelai, atau orang lain yang diberi kesempatan. Tidak disyaratkan pula bahwa khutbah harus panjang atau penuh sambutan seremonial. Bahkan, memperpanjang sambutan dan mengabaikan khutbah yang diajarkan Nabi dianggap sebagai sikap berlebihan dalam praktik agama.

Hikmah Khutbah Nikah

Khutbah nikah mengandung hikmah yang besar dalam kehidupan rumah tangga. Masih dikutip dari sumber yang sama, hikmah khutbah nikah pertama, khutbah nikah berfungsi sebagai sarana memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada kedua mempelai mengenai hakikat pernikahan dalam Islam. Melalui khutbah, pasangan diingatkan bahwa pernikahan bukan sekadar ikatan lahiriah, tetapi juga perjanjian suci yang bernilai ibadah.

Kedua, khutbah nikah menjadi media nasihat agar suami dan istri menyadari tanggung jawab masing-masing dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Nasihat yang disampaikan di awal pernikahan diharapkan menjadi pengingat sepanjang kehidupan rumah tangga agar senantiasa berlandaskan ketakwaan kepada Allah SWT.

Dengan demikian, meskipun khutbah nikah tidak bersifat wajib, keberadaannya sangat dianjurkan karena mengandung nilai edukatif, spiritual, dan moral yang mendalam bagi pasangan yang akan memulai kehidupan baru dalam ikatan pernikahan.




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads