Indeks Kerukunan Umat Beragama 2025 Tertinggi dalam 11 Tahun Terakhir

Indeks Kerukunan Umat Beragama 2025 Tertinggi dalam 11 Tahun Terakhir

Salsa Dila Fitria Oktavianti - detikHikmah
Selasa, 23 Des 2025 11:30 WIB
Indeks Kerukunan Umat Beragama 2025 Tertinggi dalam 11 Tahun Terakhir
Menteri Agama Nasaruddin Umar. Foto: dok Kemenag RI
Jakarta -

Kementerian Agama mencatat capaian positif dalam kehidupan keberagamaan nasional. Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) tahun 2025 mencapai angka 77,89, yang merupakan skor tertinggi sejak survei pada tahun 2015.

Hasil tersebut diperoleh dari Survei Evaluasi Kerukunan Umat Beragama 2025 yang dilaksanakan Kementerian Agama bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (P3M) Universitas Indonesia (UI).

Hasil survei diumumkan dalam agenda Refleksi 2025 dan Proyeksi 2026 yang mengusung tema Toward a Loving Future Ummah, di Jakarta, Senin (22/12/2025). Acara tersebut dihadiri Menteri Agama Nasaruddin Umar, Sekretaris Jenderal Kemenag Kamaruddin Amin, jajaran pejabat Eselon I dan II, staf khusus dan tenaga ahli Menteri Agama, pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN), serta Kepala Kanwil Kemenag Provinsi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa capaian Indeks Kerukunan Umat Beragama tidak boleh dipahami semata sebagai angka statistik. Menurutnya, nilai tersebut harus dimaknai sebagai panggilan moral agar agama semakin berperan aktif dalam membimbing umat menghadapi dinamika zaman.

"Agama tidak boleh berhenti pada simbol dan ritual. Ia harus menjadi penuntun etis-kompas moral-yang memberi arah di tengah disrupsi sosial, teknologi, dan budaya," ujar Nasaruddin Umar selaku Menteri Agama.

ADVERTISEMENT

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kemenag, Muhammad Ali Ramdhani, juga menjelaskan bahwa kerukunan umat beragama ini didefinisikan sebagai kondisi hubungan antarumat beragama yang toleran, setara dalam menjalankan ajaran agama, serta memiliki kebersamaan dalam membangun masyarakat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

"Berdasarkan hasil pengukuran nasional, Indeks Kerukunan Umat Beragama Tahun 2025 tercatat sebesar 77,89 dan berada dalam kategori tinggi. Ini skor tertinggi dalam rentang 11 tahun terakhir," kata M. Ali Ramdhani.

Dalam survei tersebut, kerukunan umat beragama diukur melalui tiga indikator utama, yakni toleransi, kesetaraan, dan kebersamaan. Toleransi berkaitan dengan sikap saling menerima dan menghormati perbedaan keyakinan. Kesetaraan mencerminkan pandangan bahwa seluruh warga memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan berbangsa. Sementara kebersamaan dimaknai sebagai praktik saling bekerja sama dan berbagi manfaat dalam kehidupan sosial.

Ali Ramdhani menjelaskan bahwa survei ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui instrumen survei terstruktur. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka menggunakan kuesioner terstandar kepada 13.836 responden. Responden dipilih melalui metode Multistage Random Sampling with Quota guna memastikan keterwakilan wilayah serta keseimbangan gender.

Kriteria responden mencakup warga berusia minimal 17 tahun atau telah menikah, berdomisili sekurang-kurangnya enam bulan di lokasi survei, serta mewakili enam agama yang dilayani di Indonesia. Survei dilaksanakan pada periode September hingga November 2025 dengan margin of error ±0,83 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

"Berdasarkan hasil survei, indeks pada tiga indikator ini masuk kategori tinggi. Dimensi toleransi mencapai 88,82, dimensi kebersamaan 65,49, dan dimensi kesetaraan 79,35," beber M. Ali Ramdhani.

Dimensi toleransi tercatat sebagai faktor paling kuat dalam menopang kerukunan umat beragama, terutama melalui subdimensi penerimaan dan penghormatan antarpemeluk agama. Sementara itu, dimensi kebersamaan dinilai masih perlu diperkuat, khususnya dalam hal partisipasi lintas komunitas pada kehidupan sosial.

Secara historis, Indeks kerukunan umat beragama nasional tercatat sebesar 75,36 pada 2015, 75,47 (2016), 72,27 (2017), 70,90 (2018), 73,83 (2019), 67,46 (2020), 72,39 (2021), 73,09 (2022), 76,02 (2023), dan 76,47 (2024). Dengan demikian, capaian IKUB tahun 2025 yang sebesar 77,89 menjadi yang tertinggi sejak 2015.

"Tahun ini, Indeks KUB mencapai 77,89, tertinggi dalam 11 tahun terakhir," tandasnya.

Indeks Kesalehan Umat Beragama

Selain Indeks Kerukunan Umat Beragama, Kementerian Agama juga merilis Indeks Kesalehan Umat Beragama (IKsUB) tahun 2025 dengan skor 84,61 yang masuk dalam kategori sangat tinggi. Indeks ini mengukur dua dimensi utama, yakni dimensi sosial dan dimensi individual.

Dimensi sosial meliputi aspek solidaritas, relasi antarmanusia, etika sosial, kepedulian terhadap lingkungan, ketaatan kepada pemerintah, etika digital, serta pelestarian budaya. Skor dimensi sosial pada IKsUB 2025 tercatat sebesar 82,00. Sementara dimensi individual, yang mencakup aspek ideologi, ritualistik, pengalaman spiritual, dan kecerdasan emosional, memperoleh skor 87,21.

Indeks Kesalehan Umat Beragama menunjukkan tren peningkatan sejak 2020. Pada tahun tersebut, indeks tercatat di angka 82,53, meningkat menjadi 83,92 pada 2021, naik lagi menjadi 84,55 pada 2022, sempat turun ke 82,59 pada 2023, kemudian kembali meningkat menjadi 83,83 pada 2024, dan mencapai 84,61 pada 2025.

Program Kerja Berbasis Data

Kepala BMBPSDM Kemenag Muhammad Ali Ramdhani menegaskan bahwa agenda Refleksi 2025 dan Proyeksi 2026 menjadi momentum strategis untuk menentukan arah kebijakan keagamaan yang lebih berdampak bagi masyarakat.

"Repro ini merupakan agenda tahunan BMBPSDM di penghujung tahun. Sesuai arahan Bapak Menteri Agama, kita ingin ke depan seluruh program Kemenag disusun berdasarkan data," ujar Kepala BMBPSDM M. Ali Ramdhani.

Menurutnya, refleksi dilakukan melalui pengukuran berbasis sejumlah indeks kehidupan keagamaan yang berfungsi sebagai instrumen evaluasi kebijakan Kementerian Agama. Indeks-indeks tersebut meliputi Indeks Kerukunan Umat Beragama, Indeks Kesalehan Umat Beragama, Indeks Moderasi Beragama, Indeks Layanan Keagamaan, Indeks Keberagaman Siswa, Indeks Keberagaman Mahasiswa, serta Indeks Literasi Kitab Suci.

"Melalui indeks-indeks ini, kita menakar sejauh mana layanan dan kebijakan keagamaan benar-benar berdampak bagi umat," jelas M. Ali Ramdhani.

"Data-data ini kami sajikan, agar Bapak Ibu dapat mengetahui bagaimana gambaran yang ada dalam masyarakat kita, sehingga dapat menyusun kebijakan yang tepat," imbuhnya.




(inf/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads