Fatwa Terbaru MUI soal Pajak Berkeadilan dan Rekening Dormant

Fatwa Terbaru MUI soal Pajak Berkeadilan dan Rekening Dormant

Indah Fitrah - detikHikmah
Jumat, 28 Nov 2025 05:45 WIB
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh
Ketua Komisi Fatwa Steering Committee (SC) Munas XI MUI Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh. Foto: Dok. Pribadi/Asrorun Niam Sholeh
Jakarta -

Musyawarah Nasional (Munas) ke-XI Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan lima fatwa baru melalui Komisi A (Fatwa). Dua di antaranya terkait Fatwa tentang Pajak Berkeadilan dan Fatwa tentang Status Rekening Dormant.

Ketua Komisi Fatwa Steering Committee (SC) Munas XI MUI Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh menjelaskan Fatwa tentang Pajak Berkeadilan ditetapkan sebagai respons atas keresahan masyarakat terkait kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dinilai tidak adil.

"Fatwa ini ditetapkan sebagai respon hukum Islam tentang masalah sosial yang muncul akibat adanya kenaikan PBB yang dinilai tidak adil, sehingga meresahkan masyarakat. Fatwa ini diharapkan jadi solusi untuk perbaikan regulasi," ujar Prof Ni'am dalam keterangannya di Hotel Mercure Jakarta, Minggu (23/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ni'am mengatakan objek pajak hanya berlaku pada harta yang bisa diproduktifkan dan termasuk dalam kategori kebutuhan sekunder serta tersier. Sebaliknya, barang kebutuhan pokok seperti sembako, rumah hunian, serta bumi yang ditempati tidak mencerminkan prinsip keadilan apabila dibebani pajak berulang.

ADVERTISEMENT

Fatwa MUI tentang Pajak Berkeadilan

Berikut isi fatwa tentang Pajak Berkeadilan yang dikutip dari laman resmi MUI, Kamis (27/11/2025).

Ketentuan Hukum:

1. Negara wajib dan bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan seluruh kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Dalam hal kekayaan negara tidak cukup untuk membiayai kebutuhan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat maka negara boleh memungut pajak dari rakyat dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pajak penghasilan hanya dikenakan kepada warga negara yang memiliki kemampuan secara finansial yang secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas.

b. Objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan dan / atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier(hajiyat dan tahsiniyat).

c. Pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan dan kepentingan publik secara luas.

d. Penetapan pajak harus berdasar pada prinsip keadilan.

e. Pengelolaan pajak harus amanah dan transparan serta berorientasi pada kemaslahatan umum ('ammah).

3. Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak, secara syar'i merupakan milik rakyat yang pengelolaannya diamanahkan kepada pemerintah (ulil amri), oleh karena itu pemerintah wajib mengelola harta pajak dengan prinsip amanah yaitu jujur, profesional, transparan, akuntabel dan berkeadilan.

4. Barang yang menjadi kebutuhan primer masyarakat (dharuriyat) tidak boleh dibebani pajak secara berulang (double tax).

5. Barang konsumtif yang merupakan kebutuhan primer, khususnya sembako (sembilan bahan pokok), tidak boleh dibebani pajak.

6. Bumi dan bangunan yang dihuni (non komersial) tidak boleh dikenakan pajak berulang.

7. Warga negara wajib ⁠menaati aturan pajak yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3.

8. Pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3 hukumnya haram.

9. Zakat yang sudah dibayarkan oleh umat Islam menjadi pengurang kewajiban pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan angka 2 dan 3, (zakat sebagai pengurang pajak).

Rekomendasi

1. Untuk mewujudkan perpajakan yang berkeadilan dan ber pemerataan maka pembebanan pajak seharusnya disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak (ability pay). Oleh karena itu perlu adanya peninjauan kembali terhadap beban perpajakan terutama pajak progresif yang nilainya dirasakan terlalu besar.

2. Pemerintah harus mengoptimalkan pengelolaan sumber-sumber kekayaan negara dan menindak para mafia pajak dalam rangka untuk sebesar-besar untuk kesejahteraan masyarakat.

3. Pemerintah dan DPR berkewajiban mengevaluasi berbagai ketentuan perundang-undangan terkait perpajakan yang tidak berkeadilan dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

4. Kemendagri dan pemerintah daerah mengevaluasi aturan mengenai pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai (PPn), pajak penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), pajak waris yang seringkali dinaikkan hanya untuk menaikkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.

5. Pemerintah wajib mengelola pajak dengan amanah dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

6. Masyarakat perlu mentaati pembayaran pajak yang diwajibkan oleh pemerintah jika digunakan untuk kepentingan kemaslahatan umum (maslahah 'ammah).

Fatwa MUI tentang Status Rekening Dormant dan Perlakuan Terhadapnya

Fatwa berikutnya yang ditetapkan Munas XI adalah Fatwa tentang Status Rekening Dormant dan Perlakuan Terhadapnya. Prof Ni'am menyebut fatwa ini ditetapkan sebagai respons atas permohonan PPATK.

"Fatwa tentang status dormant ini ditetapkan sebagai respons atas permohonan dari PPATK, yang menjelaskan bahwa sesuai data yang dimiliki, ada lebih Rp 190 triliun yang masuk kategori dormant," jelas Ni'am dalam keterangan terpisah, Senin (24/11/2025).

Ia menegaskan rekening dormant tetap menjadi hak pemilik rekening secara syari.

"Rekening dormant itu secara syari masih haknya nasabah. Karenanya pihak bank wajib memberitahu dan mengingatkan pemilik rekening dormant tentang status kepemilikannya. Dan jika ternyata pemiliknya tidak ada atau tidak diketahui, maka statusnya sebagai dana tak bertuan, yang dalam fikih masuk kategori al-mal al-dlai', maka dana rekening dormant tersebut wajib diserahkan kepada lembaga sosial untuk digunakan bagi kemaslahatan umum," terangnya.

Berikut isi Fatwa tentang Status Rekening Dormant dan Perlakuan Terhadapnya:

Ketentuan Umum

1. Harta (al-māl) adalah segala sesuatu yang bernilai dan dapat dimiliki serta dimanfaatkan secara sah menurut syariat Islam.

2. Rekening Dormant adalah rekening bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang tidak aktif dan/atau tidak digunakan untuk transaksi selama jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Hukum

1. Status dana dalam rekening dormant adalah milik nasabah.

2. Pihak bank dan/atau lembaga keuangan lainnya wajib memberitahu dan mengingatkan pemilik rekening dormant tentang status kepemilikannya.

3. Jika dalam waktu tertentu setelah pemberitahuan dan peringatan, rekening dormant tidak diaktifkan oleh pemilik, maka dana rekening dormant tersebut wajib diserahkan kepada lembaga sosial untuk digunakan bagi kemaslahatan umum, dan rekeningnya wajib ditutup untuk menghindari penyalahgunaan.

4. Lembaga keuangan syariah yang memiliki rekening dormant wajib mengelola dengan prinsip syariah, di antaranya dengan menyerahkan dana rekening dormant ke lembaga sosial Islam seperti BAZNAS, untuk kepentingan kemaslahatan umat.

5. Tindakan menelantarkan dana melalui rekening dormant yang mengakibatkan hilangnya manfaat harta atau terjadinya penyalahgunaan dan kejahatan, hukumnya haram.

Rekomendasi

1. Pemilik rekening hendaknya menjaga dan memanfaatkan harta/dana miliknya untuk kepentingan produktif atau kemaslahatan.

2. Pihak bank dan/atau lembaga keuangan lainnya wajib mencegah terjadinya penyalahgunaan rekening dormant.

3. Pemerintah melalui otoritas yang berwenang (seperti PPATK, OJK, dan Kementerian Keuangan) wajib melakukan tindakan penanganan dan pengamanan terhadap dana dalam rekening dormant, dengan tetap menjaga hak pemilik yang sah sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundangan yang berlaku.

Daftar Fatwa Lain yang Ditetapkan di Munas XI MUI

Selain dua fatwa di atas, Munas XI juga menetapkan tiga fatwa lainnya. Berikut daftarnya:

  • Fatwa tentang Pedoman Pengelolaan Sampah di Sungai, Danau, dan Laut, untuk Kemaslahatan.
  • Fatwa tentang Status Saldo Kartu Uang Elektronik yang Hilang atau Rusak.
  • Fatwa tentang Kedudukan Manfaat Produk Asuransi Kematian pada Asuransi Jiwa Syariah.




(inf/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads