Nikah siri atau nikah bawah tangan merupakan proses pernikahan tanpa mencatatkannya ke lembaga hukum negara. Sebagian pasangan memilih melakukan nikah siri dengan berbagai alasan.
Namun demikian, banyak yang masih tidak mengetahui bagaimana hukumnya dalam pandangan Islam. Sebagian orang menganggap nikah siri termasuk zina.
Sebagaimana diketahui bahwa zina termasuk salah satu dosa besar dalam Islam. Larangan zina termaktub dalam Al-Qur'an surah Al Isra ayat 32,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ΩΩΩΩΨ§ ΨͺΩΩΩΨ±ΩΨ¨ΩΩΨ§ Ψ§ΩΨ²ΩΩΩΩ°ΩΩ Ψ§ΩΩΩΩΩΩ ΩΩΨ§ΩΩ ΩΩΨ§ΨΩΨ΄ΩΨ©Ω ΫΩΩΨ³ΩΨ§Ϋ€Ψ‘Ω Ψ³ΩΨ¨ΩΩΩΩΩΨ§
Artinya: "Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk."
Lantas apakah nikah siri termasuk perbuatan zina? Simak penjelasannya berikut ini.
Hukum Nikah Siri dalam Islam, Apakah Termasuk Zina?
Istilah nikah siri berasal dari bahasa Arab yaitu "sirrun" yang artinya diam-diam atau dirahasiakan. Sehingga berbeda dengan pernikahan pada umumnya yang diumumkan atau disebarkan beritanya secara terang-terangan.
Muhammad Roy Purwanto Sularno dalam buku Hukum Perkawinan Bawah Tangan di Indonesia menjelaskan, dalam pandangan Islam, sebenarnya tidak dikenal istilah nikah siri. Setiap pernikahan yang telah memenuhi rukun dan syarat sah menurut ajaran Islam dianggap sah di mata agama. Istilah nikah siri muncul karena perbandingan dengan pandangan hukum negara yang mensyaratkan pencatatan perkawinan.
Lantas, apakah nikah siri itu termasuk zina?
Sebelumnya, perlu kita pahami dulu pengertian zina yaitu hubungan persetubuhan (jima') antara laki-laki dan perempuan yang terjadi di luar ikatan pernikahan yang sah secara syariat.
Dengan kata lain, pernikahan yang sah secara syariat dapat menghalalkan persetubuhan sehingga tidak termasuk zina.
Dalam Islam, keabsahan nikah hanya bergantung pada terpenuhinya rukun dan syarat berikut:
- adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan,
- adanya wali dari pihak perempuan,
- dihadiri oleh dua orang saksi, dan
- terlaksananya ijab dan qabul.
Maka dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa selama syarat dan rukun nikah tersebut terpenuhi, nikah siri tetap dianggap sah menurut agama Islam, dan tidak termasuk perbuatan zina.
Namun demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Fatwa MUI No 10 Tahun 2008 tentang Nikah di Bawah Tangan, menyimpulkan bahwa walaupun pernikahan di bawah tangan (nikah siri) hukumnya sah karena telah terpenuhi syarat dan rukun nikah, tetapi bisa menjadi haram bila terdapat mudarat di dalamnya.
Nikah Siri dalam Pandangan Hukum di Indonesia
Sebagian ahli menganggap nikah siri sama dengan nikah bawah tangan, namun ada pula yang membedakannya.
Menurut Sularno dalam buku Hukum Perkawinan Bawah Tangan di Indonesia, perkawinan bawah tangan dilakukan sesuai syariat Islam tetapi tidak dicatatkan di Pejabat Pencatat Nikah (PPN). Adapun nikah siri dilakukan secara rahasia, tidak diketahui masyarakat, dan juga tidak dicatatkan pada PPN.
Pandangan ini sejalan dengan Moh. Idris Ramulyo dalam buku Hukum Perkawinan Islam, yang menjelaskan bahwa perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai syariat tetapi tidak didaftarkan pada PPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, nikah siri dapat dipahami sebagai pernikahan yang memenuhi syarat dan rukun nikah menurut agama, tetapi tidak sah menurut hukum negara karena tidak dicatatkan secara resmi.
Mahmud Hadi Riyanto selaku Hakim Pengadilan Agama Soreang, Bandung dalam tulisannya berjudul Nikah Siri: Apa Hukumnya? menjelaskan aturan perundang-undangan terbaru mengenai pernikahan, yaitu setiap pernikahan harus dicatatkan.
Aturan ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Pada Pasal 2 ayat (2) UU No.16 tahun 2019 disebutkan: "Tiap-tiap pernikahan harus dicatat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku".
Dengan demikian, praktik nikah bawah tangan atau nikah siri dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturan negara.
Hal ini juga ditegaskan oleh Quraisy Shihab, pada penjelasannya yang terdapat dalam buku Hukum Perkawinan Bawah Tangan di Indonesia, ia berpendapat bahwa walaupun nikah siri dinilai sah menurut agama, namun praktiknya dapat mengakibatkan dosa bagi pelaku-pelakunya, karena melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh ulil amri (dalam hal ini yaitu pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat)
Menyikapi praktik nikah siri yang terjadi di masyarakat, MUI dalam fatwa yang disebutkan sebelumnya mengimbau agar pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi berwenang, sebagai langkah preventif untuk menolak dampak negatif madharat (saddan lidz-dzari'ah).
Jadi dapat disimpulkan, meskipun nikah siri sah secara syariat dan tidak termasuk perbuatan zina, namun tetap menimbulkan dosa karena tidak mematuhi aturan negara setempat dan tidak memiliki kekuatan hukum sehingga berisiko menimbulkan mudarat di kemudian hari.
Wallahu a'lam.
(inf/lus)












































Komentar Terbanyak
Umrah Mandiri Dilegalkan, Pengusaha Travel Teriak ke Prabowo
Amphuri Singgung Umrah Mandiri Bikin Dana Masyarakat Lari ke Luar Negeri
Perbandingan Biaya Umrah Mandiri vs Travel, Ini Perkiraannya