Apa yang Terjadi pada Anak Hasil Nikah Siri? Ini Penjelasan Hukum Islamnya

Apa yang Terjadi pada Anak Hasil Nikah Siri? Ini Penjelasan Hukum Islamnya

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Selasa, 14 Okt 2025 15:30 WIB
Ilustrasi nikah siri
Ilustrasi nikah siri (Foto: Istock)
Jakarta -

Nikah siri adalah pernikahan yang tidak tercatat secara resmi di hadapan negara. Meski tak diakui oleh hukum negara, pernikahan ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat.

Menurut buku Manajemen Pernikahan Syariah yang ditulis Hamdan Firmansyah, secara terminologi nikah siri berarti perkawinan yang tak diumumkan kepada publik dan tidak disaksikan banyak orang. Pendapat lain menyebut nikah siri sebagai pernikahan yang dilakukan tanpa kehadiran dua saksi yang adil secara hukum negara atau saksi-saksinya disembunyikan saat akad berlangsung.

Lantas, bagaimana status anak hasil nikah siri menurut hukum Islam?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Status Anak Hasil Nikah Siri Menurut Hukum Islam

Diterangkan dalam buku Nikah Siri: Menjawab Semua Pertanyaan tentang Nikah Siri oleh Yani C Lesar, istilah nikah siri bahkan sudah muncul sejak zaman sahabat Umar bin Khattab. Dahulu, terjadi pernikahan yang tak dihadiri saksi kecuali hanya seorang perempuan dan seorang laki-laki.

ADVERTISEMENT

Dalam sebuah riwayat, Umar bin Khattab berkata:

"Ini nikah siri, saya tidak membolehkannya, dan sekiranya saya tahu lebih dulu, maka pasti akan saya rajam."

Umar bin Khattab memandang nikah siri didasarkan oleh adanya kasus perkawinan yang hanya menghadirkan seorang saksi laki-laki dan seorang perempuan. Hal yang kerap dipertanyakan dalam nikah siri adalah status anak hasil pernikahan tersebut dalam urusan hak waris.

Dikutip dari buku Kedudukan Hukum Anak Perkawinan Tidak Dicatat oleh Dr Vita Cita Emia Tarigan S H L L M, status anak yang lahir dari pernikahan siri masih jadi perdebatan.

Sementara itu, merujuk pada Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan, "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya."

Namun, perkawinan tersebut harus dilaporkan dan dicatat di Kantor Urusan Agama atau di Catatan Sipil bagi yang bukan beragama Islam. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan, "Setiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Anak Hasil Pernikahan Siri Tetap Dapat Akta Kelahiran

Anak dari hasil pernikahan siri tetap mendapat akta kelahiran. Namun, ada catatan penting terkait hal ini.

Nama dari ayah anak tersebut tidak dapat dicantumkan dalam akta kelahiran, kecuali melalui proses pengesahan atau penetapan pengadilan. Dasar hukumnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) sebagaimana diubah dengan UU No. 24 Tahun 2013.

Pasal 27 Ayat (1) menyatakan bahwa pencatatan kelahiran dilakukan berdasarkan laporan dari orang tua dengan membawa bukti kelahiran dan surat nikah atau akta perkawinan. Apabila tidak memiliki surat nikah karena nikah siri, berarti hanya sang ibu yang bisa dicantumkan sebagai orang tua dalam akta lahir anak.

Menurut UU No 1 Tahun 1974 Pasal 42 menyebut, "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah." dan Pasal; 43 ayat (1) menyebutkan, "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya."

Bagaimana Hak Waris Anak dari Hasil Pernikahan Siri?

Adapun terkait hak waris anak dari nikah siri, merujuk pada Kompilasi Hukum Islam mengenai waris pasal 186 yang berbunyi, "Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya." Oleh karenanya, anak hasil pernikahan siri hanya mewarisi dari ibunya saja.

Dosen Hukum Waris Islam dari Fakultas Hukum UGM, Dr Destri Budi Nugraheni SH MSI mengatakan salah satu hal yang perlu digarisbawahi dari hubungan nasab adalah soal hasil perkawinan yang sah, sehingga jika kasusnya adalah pernikahan siri, penting memastikan bahwa pernikahan tersebut sudah di-ijbatkan atau disahkan ke pengadilan agama.

"Apabila pernikahan siri belum melakukan ijbat nikah, bisa jadi di akta kelahiran anak-anak dari pernikahan tersebut tertulis bahwa mereka dari perkawinan yang belum tercatat," kata Destri saat menjawab pertanyaan dalam program e-Life detikcom, 7 Desember 2021 lalu.

Selain itu, lanjutnya, penting melakukan penetapan pengesahan nikah siri karena jika tidak, maka tak ada kutipan akta nikah yang menegaskan keabsahan perkawinan secara agama.

Dengan demikian, ada dua perkara di sini yaitu mengenai pembagian harta warisan serta penetapan pengesahan nikah siri. Hakim akan memeriksa apakah perkawinan tersebut sah, dan jika sah maka anak-anak hasil perkawinan itu akan menjadi ahli warisnya.




(aeb/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads