Praktik nikah siri cukup sering kita temui di masyarakat. Nikah siri sering diartikan sebagai pernikahan yang dilakukan tanpa kehadiran pejabat resmi atau pencatatan negara.
Dijelaskan dalam buku Hukum Perkawinan Bawah Tangan di Indonesia susunan Sularno dan Muhammad Roy Purwanto, praktik ini dikenal masyarakat sebagai perkawinan di bawah tangan. Artinya, pernikahan tersebut tidak tercatat, tidak diketahui negara, dan tidak diakui sebagai perbuatan hukum di mata hukum Indonesia.
Meski begitu, istilah nikah siri sebenarnya tidak dikenal dalam ajaran Islam. Islam hanya memandang sahnya pernikahan berdasarkan terpenuhinya rukun dan syarat nikah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama rukun dan syarat tersebut terpenuhi, pernikahan sah secara agama. Namun, jika akad dilakukan tanpa wali atau disembunyikan dengan alasan tertentu, pernikahan tersebut tidak sah dan bisa termasuk perbuatan zina.
Syarat Nikah Siri
Pelaksanaan nikah siri hampir sama dengan pernikahan umum, hanya dilakukan secara rahasia. Dalam buku Panduan Lengkap Muamalah tulisan Muhammad Al-Baqir, menjelaskan syarat nikah siri. Untuk mempelai laki-laki, syaratnya antara lain:
- Berjenis kelamin laki-laki dan beragama Islam
- Identitas jelas
- Tidak ada halangan perkawinan, misalnya bukan mahram
- Mampu bertindak hukum dan bertanggung jawab atas rumah tangga
- Tidak sedang menunaikan haji atau umrah
- Belum memiliki empat istri
Sementara untuk mempelai perempuan, syaratnya yaitu:
- Berjenis kelamin perempuan dan beragama Islam
- Identitas jelas
- Tidak ada halangan perkawinan, misalnya bukan mahram
- Tidak sedang menjadi istri orang lain atau menjalani masa iddah
- Tidak sedang menunaikan haji atau umrah
Hukum Nikah Siri Menurut Islam
Dalam buku Nikah Siri karya Vivi Kurniawati, Lc., dijelaskan bahwa secara etimologi kata siri berasal dari bahasa Arab sirrun yang berarti sunyi, diam, atau rahasia. Artinya, nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan secara tertutup karena sifatnya rahasia.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa nikah siri sah hukumnya halal selama memenuhi seluruh rukun dan syarat nikah sebagaimana pandangan mazhab Asy-Syafi'iyah, yaitu:
- Adanya calon mempelai pria dan wanita
- Adanya wali
- Dua orang saksi
- Ijab dan qabul
Namun, dalam hukum nasional, istilah nikah siri tidak tercatat di lembaga negara sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan tersebut tidak diakui dalam hukum negara.
Nikah Siri Menurut Undang-undang
Secara hukum negara, nikah siri berarti pernikahan di bawah tangan, yaitu pernikahan yang dilakukan tanpa mematuhi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat (2). Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Karena tidak dicatatkan, pernikahan siri tidak memiliki kekuatan hukum. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam laman resminya menyoroti bahwa praktik nikah siri sering menimbulkan dampak negatif (madharat) bagi perempuan dan anak. Meskipun sah secara agama, pernikahan ini dianggap tidak pernah ada dalam catatan negara.
Beberapa dampak negatif yang mungkin timbul antara lain:
- Status anak bisa disamakan dengan anak di luar nikah.
- Istri dan anak tidak memiliki hak waris secara hukum.
- Suami tidak memiliki kewajiban hukum untuk memberi nafkah.
Dengan kata lain, jika suatu saat suami meninggalkan keluarga, istri sulit menuntut hak dirinya maupun anaknya.
(inf/kri)








































.webp)













 
             
             
  
  
  
  
  
  
  
  
                 
                 
                 
                 
				 
				 
                 
				 
                 
                 
 
Komentar Terbanyak
Pemerintah RI Legalkan Umrah Mandiri, Pengusaha Travel Umrah Syok
Umrah Mandiri Dilegalkan, Pengusaha Travel Teriak ke Prabowo
Rieke Diah Pitaloka Geram, Teriak ke Purbaya Gegara Ponpes Ditagih PBB