Ribuan warga Palestina masih terjebak di tenda bersama keluarganya karena terlalu berbahaya untuk pulang meski gencatan senjata telah diberlakukan. Salah satunya Hani Abu Omar yang masih bermimpi untuk kembali ke rumahnya yang hancur akibat serangan Israel di Gaza.
Rumah Abu Omar terletak di luar garis kuning, batas yang sudah ditarik mundur pasukan Israel berdasarkan gencatan senjata 10 Oktober 2025. Garis itu membentang dari utara ke selatan, melintasi sejumlah kota serta blok perumahan.
Tetapi, penduduk mengatakan bahwa mereka tak yakin tentang lokasi pastinya yang sudah mulai ditandai oleh tentara dengan blok beton kuning.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beberapa pemuda dari keluarga kami mempertaruhkan nyawa mereka, mereka pergi untuk memeriksa kerusakan di daerah kami dan memberi tahu kami bahwa rumah saya hancur," ungkap Abu Omar kepada AFP di perkemahan Al Zawayda, dikutip dari Arab News pada Sabtu (25/10/2025).
"Saya berharap bisa kembali ke Beit Lahia karena tinggal di tenda-tenda ini tak tertahankan. Kondisinya tidak cocok dan kami menderita penyakit kulit dan kekurangan air," sambungnya.
Mundurnya pasukan Israel melewati Garis Kuning telah membuat mereka menguasai sekitar separuh wilayah Gaza, termasuk perbatasan wilayah tersebut, tetapi bukan kota-kota utamanya. Beberapa insiden telah dilaporkan sejak gencatan senjata dimulai, di mana militer mengatakan pasukannya sudah menembaki orang-orang yang mendekati atau melewati garis tersebut.
Di tenda plastik putih milik Abu Omar, beberapa selimut dibentangkan di depan pintu masuk untuk memberikan sedikit privasi. Warga menyiapkan makanan dalam pot yang diletakkan langsung di atas pasir, tempat anak-anak duduk.
Di dekatnya pada deretan tenda yang membentang ratusan meter, seorang perempuan memanggang roti di dalam oven darurat yang terbuat dari balok beton.
Sebagaimana diketahui, ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi akibat pengeboman Israel telah kembali ke Gaza utara sejak 10 Oktober. Mereka seringkali kesulitan menemukan rumah di tengah reruntuhan yang ditinggalkan karena perang sejak 7 Oktober 2023 lalu.
Di lokasi berbeda, ribuan lainnya tidak dapat kembali ke rumah mereka karena tentara Israel secara rutin mengimbau masyarakat untuk tidak mendekati pasukan yang ditempatkan di daerah tersebut.
Hanya 10 persen pengungsi di Jalur Gaza yang "tinggal di pusat-pusat penampungan kolektif, termasuk tempat penampungan darurat yang ditunjuk UNRWA," demikian pernyataan badan kemanusiaan PBB OCHA pada hari Kamis.
"Mayoritas tetap tinggal di tempat-tempat penampungan sementara yang penuh sesak, banyak di antaranya didirikan secara spontan di area terbuka atau tidak aman," tambahnya.
Badan pertahanan sipil Gaza, sebuah pasukan penyelamat yang beroperasi di bawah otoritas Hamas, pada hari Jumat mendesak para pengungsi untuk mengamankan tenda mereka dengan baik dan menghindari berlindung di bangunan yang berisiko runtuh.
"Tenda tidak melindungi siapa pun, tidak berguna. Tenda tidak melindungi kami dari dingin atau panas," kata pengungsi Palestina Sanaa Jihad Abu Omar.
"Bayangkan satu tenda untuk delapan orang. Hidup di sini sangat sulit," sambungnya.
Setelah gencatan senjata, lebih dari satu juta makanan hangat didistribusikan setiap hari di wilayah Palestina, kata OCHA.
Di Gaza utara, enam toko roti yang didukung PBB telah melanjutkan produksi roti, dan selama beberapa hari terakhir, sekitar 600.000 popok, 11.000 jeriken, 5.800 perlengkapan kebersihan rumah tangga, dan 3.000 ember telah didistribusikan kepada para pengungsi, tambahnya.
"Memang benar beberapa barang telah didatangkan dan beberapa barang bahkan menjadi lebih murah. Tapi tetap saja, kami tidak punya uang untuk membeli apa pun," kata Abu Omar.
"Tidak ada pekerjaan dan tidak ada penghasilan. Bagaimana kami bisa membeli barang?" tandas Abu Omar.
(aeb/lus)












































Komentar Terbanyak
Wamenag Romo Syafi'i Menikah Hari Ini, Habib Rizieq Jadi Saksi
Rieke Diah Pitaloka Geram, Teriak ke Purbaya Gegara Ponpes Ditagih PBB
Pemerintah RI Legalkan Umrah Mandiri, Pengusaha Travel Umrah Syok