Ramai Ubah Kolom Agama KTP Jadi Penghayat Kepercayaan, Ini Kata MUI

Ramai Ubah Kolom Agama KTP Jadi Penghayat Kepercayaan, Ini Kata MUI

Devi Setya - detikHikmah
Senin, 22 Sep 2025 11:50 WIB
Ilustrasi e-KTP
Foto: Andhika Prasetia
Jakarta -

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam laman resminya menyebut fenomena permohonan mengubah isi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi 'Penghayat Kepercayaan' makin marak terjadi di beberapa daerah. MUI menyatakan penghayat kepercayaan tak bisa dikategorikan sebagai agama.

Ketua MUI Bidang Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Prof Utang Ranuwijaya menjelaskan untuk bisa disebut agama, ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi: memiliki nabi, memiliki kitab suci, serta memiliki ritual dan tempat ibadah. Tiga hal mendasar inilah yang menurut MUI tidak dimiliki oleh penghayat kepercayaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketiga persyaratan ini tidak ada dalam penghayat kepercayaan. Jadi jelas, penghayat kepercayaan agama bukanlah agama," tegas Prof Utang seperti dikutip dari laman resmi MUI, Senin (22/9/2025).

Ia menambahkan penghayat kepercayaan juga tidak termasuk dalam daftar enam agama resmi yang diakui negara, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

ADVERTISEMENT

Lebih jauh, Prof Utang juga menyoroti potensi percampuran ajaran penghayat kepercayaan dengan agama tertentu, misalnya Islam. Jika hal itu terjadi, ia khawatir dapat menimbulkan praktik ritual yang menyimpang dari akidah dan syariat Islam.

"Ini artinya jelas menyalahi syariat Islam. Sikap MUI jelas tidak setuju dengan munculnya fenomena ini. Pemerintah diharapkan konsisten menetapkan agar kolom agama diisi dengan agama resmi yang diakui dan dianut oleh masyarakat," tegasnya.

MUI menilai, praktik semacam itu bisa menyesatkan umat dan jelas bertentangan dengan ajaran agama. Karena itu, lembaga keagamaan ini menegaskan ketidaksetujuannya terhadap munculnya fenomena perubahan kolom agama di KTP menjadi penghayat kepercayaan. Pihaknya minta pemerintah konsisten menjaga agar kolom agama diisi sesuai dengan agama resmi yang diakui negara.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah tidak memberi peluang masyarakat mengosongkan kolom agama. Sebab, hal itu dapat dimaknai sebagai bentuk kebolehan negara terhadap warganya untuk tidak beragama, yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar RI.




(dvs/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads