Gerakan Dakwah Berbasis Makanan di Masjid Baitul Huda Bandung

Gerakan Dakwah Berbasis Makanan di Masjid Baitul Huda Bandung

Hanif Hawari - detikHikmah
Minggu, 13 Apr 2025 10:00 WIB
Potret Masjid Makan Makan alias Masjid Baitul Huda Bandung, Jawa Barat.
Suasana di Masjid Makan Makan alias Masjid Baitul Huda Bandung, Jawa Barat. (Foto: Hanif Hawari)
Jakarta -

Di sudut kota Bandung, sebuah masjid yang awalnya sepi kini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial yang ramai. Masjid Baitul Huda, yang kemudian lebih dikenal sebagai "Masjid Makan-Makan," menjadi viral karena inisiatif uniknya dalam menarik jamaah melalui pemberian makan gratis.

Masjid ini terletak di Jalan Terusan Jakarta Nomor 138, Antapani Tengah, Kota Bandung, Jawa Barat. Secara konsisten, Masjid Baitul Huda menyediakan makan siang gratis kepada para jamaahnya.

Menurut Asep Hidayat, pengurus Masjid Baitul Huda, awalnya masjid ini sepi jamaah karena berada di kawasan perumahan yang belum banyak dihuni. Para penggerak masjid kemudian berinisiatif untuk menghidupkan kembali fungsi masjid dengan cara yang tidak biasa yaitu melalui makanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami ingin agar masjid ini ramai dan makmur, jadi kami izin kepada pemiliknya untuk mengelola program. Karena semua orang butuh makan, kami berpikir, kenapa tidak menjadikan makan siang sebagai pintu masuk?" ujar Asep kepada detikHikmah, belum lama ini.

Keajaiban Hari ke-71: Viral dan Dukungan Masyarakat

Potret Masjid Makan Makan alias Masjid Baitul Huda Bandung, Jawa Barat.Pengurus Masjid Baitul Huda Bandung sedang membagikan makanan kepada jamaah. (Foto: Hanif Hawari)

Program makan gratis pun dimulai pada 1 Juni 2024. Awalnya, hanya 40 porsi makanan per hari yang dibiayai secara urunan oleh pengurus dan relasi. Dengan strategi pemasaran sederhana melalui spanduk dan ajakan langsung, jamaah mulai berdatangan.

ADVERTISEMENT

"Nah, menariknya dari awal, Kiai kami tuh menginstruksikan hari pertama dari mulai kick-off, harus bikin konten. Harus tiap hari," kata Asep.

Ketika program berjalan, tantangan terbesar muncul: bagaimana mempertahankan pendanaan dan konten tiap harinya? Pertolongan Allah pun muncul.

Di tengah perjuangan, pada hari ke-71, sebuah konten tentang seorang ibu pencari nafkah viral di media sosial. Sejak saat itu, perhatian publik meningkat drastis, membuat masjid ini dikenal luas.

"Hari ke-71. Ada satu konten dinaikan oleh Ustadz Fadli yang cerita konten itu kurang lebih narasinya ini, ibu-ibu bawa anak empat. Dia tuh mencari uang pake baju badut. Yang satu anak asli yang disabilitas. Yang tiga itu anak saudara," jelas Asep.

"Masuklah konten di hari ke-71 itu tentang si Sarah namanya itu, boom! Dari hari ke-71 itu orang jadi aware ada masjid yang ngasih makan," sambungnya.

Keviralan ini juga membawa banyak berkah. Dalam waktu seminggu, mereka berhasil mengumpulkan Rp 190 juta untuk renovasi dan peningkatan fasilitas. Open donasi untuk pengadaan kanopi, granit, hingga sumur pun selalu mendapat respon luar biasa dari masyarakat.

Kini, pengurus bisa menyediakan 350 porsi makanan setiap harinya. Makanan tersebut dibagikan setelah sholat Dzuhur.

"Khusus di hari Jumat, minim-minim kita harus sediakan 800. Nah, untuk Sabtu, karena konsepnya borong gerobakan UMKM, itu biasanya kita sediakan 400. karena ternyata yang mau makan wisata kuliner itu banyak. Jadi ada minim itu kita harus sediakan pokoknya 300 ya," tutur Asep.

Lebih dari Sekadar Makan: Menyediakan Ilmu dan Kebersamaan

Potret Masjid Makan Makan alias Masjid Baitul Huda Bandung, Jawa Barat.Potret Masjid Makan Makan alias Masjid Baitul Huda Bandung, Jawa Barat. Foto: Hanif Hawari

Meski awalnya hanya berfokus pada makan gratis, program ini terus berkembang. Para jamaah yang datang tidak hanya makan, tetapi juga dibiasakan mengikuti sholat berjamaah dan pengajian. Kini, sebelum makan siang, jamaah diajak membaca Al-Qur'an dan mendengarkan ceramah singkat.

"Awalnya banyak yang datang hanya untuk makan, tapi lama-lama jadi terbiasa sholat. Ada yang akhirnya betah, ikut kajian, dan semakin dekat dengan masjid," tutur Asep.

Selain itu, masjid ini juga menyediakan fasilitas tambahan seperti colokan listrik, WiFi gratis, serta perpustakaan mini untuk anak-anak, sehingga siapa pun yang datang merasa nyaman.

"Di sini nggak ada sekat, semua orang boleh datang, dari tukang ojek online sampai pejabat, muslim maupun non-muslim," tambahnya.

Keberhasilan Masjid Makan-Makan menarik perhatian banyak pengurus masjid lain. Kini, sudah ada sekitar 10 masjid yang mencoba menduplikasi program ini dengan dukungan minimal 40 porsi per hari dari tim Masjid Baitul Huda.

"Tapi nggak semua bisa berjalan lancar. Ini bukan gerakan sehari dua hari seperti Jumat Berkah, tapi gerakan jangka panjang yang butuh penggerak yang istiqomah," jelas Asep.

Kini, program tersebut telah berjalan selama 10 bulan. Pada bulan Ramadan, pengurus masjid berhenti sejenak menyediakan makanan.

Sebab, pengurus khawatir akan banyak sekali jemaah yang datang jika tetap disediakan makanan pada bulan puasa. Mereka tak ingin kegiatan tersebut mengganggu penghuni komplek.

"Jadi kita lebih mengedepankan adab ke tetangga. Buat apa kita banyak yang datang tapi tetangga terzolimi. Makanya kita mengalah daripada menzalimi tetangga," ungkap Asep.

Dengan semangat berbagi dan dakwah melalui makanan, Masjid Makan-Makan telah membuktikan bahwa pendekatan yang inovatif bisa menjadi wasilah untuk membawa lebih banyak orang kembali kepada Allah. Dari sekadar inisiatif sederhana, kini gerakan ini telah menjadi inspirasi bagi banyak masjid di Indonesia.




(hnh/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads