Kisah Amr bin al-Jamuh, Sahabat yang Mencari Surga dengan Kaki Pincangnya

Kisah Amr bin al-Jamuh, Sahabat yang Mencari Surga dengan Kaki Pincangnya

Hanif Hawari - detikHikmah
Sabtu, 20 Des 2025 05:00 WIB
Kisah Amr bin al-Jamuh, Sahabat yang Mencari Surga dengan Kaki Pincangnya
Foto: Getty Images/iStockphoto/rudall30
Jakarta -

Amr bin Al-Jamuh adalah salah seorang pemimpin terkemuka di Madinah dan tokoh terpandang dari Bani Salamah, salah satu kabilah terhormat dari kaum Anshar.

Sebagai pemuka masyarakat, Amr bin Al-Jamuh dikenal memiliki wibawa dan dihormati oleh kaumnya. Pada masa jahiliyah, ia memegang peran penting dalam menjaga tradisi dan keyakinan yang dianut oleh masyarakatnya.

Pada awalnya ia tidak memeluk Islam dan sangat memercayai berhala-berhala yang ia sembah. Keyakinan itu begitu kuat hingga ia menjadikan berhala sebagai bagian penting dari kehidupannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, cahaya Islam perlahan memasuki hatinya setelah mendengar kebenaran yang dibawa Rasulullah. Amr bin Al-Jamuh kemudian menjadi seorang muslim yang gigih dan dikenal sebagai pejuang Islam meski memiliki kondisi fisik yang pincang.

Cerita Amr bin Al-Jamuh

Diceritakan dalam buku Sirah 65 Sahabat Rasulullah oleh Abdurrahman Ra'fat, Amr bin al-Jamuh adalah seorang sahabat tua yang pincang, namun hatinya dipenuhi tekad untuk meraih surga. Ia menolak menyerah meski tubuhnya terbatas dan kerap menjadi alasan orang lain untuk melindunginya.

ADVERTISEMENT

Setelah memeluk Islam, semangatnya untuk beribadah dan berjuang di jalan Allah semakin menyala. Ia mengajari anak-anaknya keberanian dan kesetiaan kepada Allah, menanamkan iman dalam setiap langkah mereka.

Ketika Perang Uhud diumumkan, Amr ingin ikut berperang bersama para pemuda meski usia dan kondisinya tidak lagi prima. Ia percaya bahwa kesempatan meraih syahid adalah jalan langsung menuju surga yang harus ditempuh.

Anak-anaknya khawatir melihat ayah mereka yang renta ingin bertempur. Mereka berusaha menahan keinginan Amr dengan alasan Allah telah mengampuni dosa-dosanya dan membebaskannya dari kewajiban berperang.

Namun Amr tidak ingin menerima alasan itu. Hatinya yakin bahwa kakinya yang pincang tidak akan menghalanginya untuk menapaki jalan Allah dan menggapai pahala tertinggi.

Dengan tekad yang kuat, Amr mendatangi Rasulullah SAW untuk meminta izin berjihad. Beliau mendoakan agar Allah memberikan kesyahidan baginya, meneguhkan niat Amr untuk berangkat ke medan perang.

Di medan laga, Amr tampil gagah di garis depan. Ia melangkah meski pincang, mengangkat senjata, dan seraya berseru bahwa ia merindukan surga dengan setiap nafasnya.

Putranya Khallad turut berjuang di belakangnya, menjaga ayah dan Rasulullah SAW dari serangan musuh. Ayah dan anak ini menjadi tim yang tak tergoyahkan, menunjukkan keberanian dan keteguhan iman yang luar biasa.

Kedua ayah-anak itu berjuang tanpa kenal takut hingga akhirnya keduanya syahid. Amr meninggal dengan hati penuh kepuasan karena berhasil menunaikan niatnya untuk meraih syahid, meski tubuhnya lemah.

Rasulullah SAW menguruk tanah kubur mereka dan bersabda bahwa setiap Muslim yang terluka di jalan Allah akan datang di hari Kiamat dengan darah yang wangi dan kehormatan abadi. Kisah Amr menjadi teladan bahwa keberanian dan keimanan melebihi segala keterbatasan fisik.

Semangatnya menginspirasi umat Muslim untuk tidak takut menghadapi rintangan demi ridha Allah. Amr membuktikan bahwa kesungguhan hati dan tekad yang tulus adalah jalan pasti menuju surga.

Hingga kini, kisah Amr bin al-Jamuh dikenang sebagai simbol pengorbanan, keberanian, dan keteguhan iman. Ia mengajarkan bahwa setiap langkah yang diambil dengan niat suci, sekecil apa pun, dapat menjadi jalan menuju surga.




(hnh/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads