Judol Disebut Lebih Bahaya dari Khamar dan Narkoba, Ini Alasannya

Judol Disebut Lebih Bahaya dari Khamar dan Narkoba, Ini Alasannya

Hanif Hawari - detikHikmah
Jumat, 20 Des 2024 10:15 WIB
Asrorun Ni’am Sholeh dalam acara talkshow bertajuk “Fenomena Pinjol & Judol serta Solusi Ekonomi Syariah di Kalangan Milenial” di Hotel Swissbell, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024)
Asrorun Ni'am Sholeh (tengah) dalam acara talkshow bertajuk "Fenomena Pinjol & Judol serta Solusi Ekonomi Syariah di Kalangan Milenial" di Hotel Swissbell, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024) Foto: Dok. UIN Jakarta
Jakarta -

Maraknya praktik judi online (judol) semakin meresahkan masyarakat, terutama generasi muda. Judol bahkan disebut lebih bahaya dari khamar dan narkoba.

Pernyataan ini disampaikan oleh Dirut LSP Dewan Syariah Nasional MUI, Dr. Aminudin Yakub, dalam acara talkshow bertajuk "Fenomena Pinjol & Judol serta Solusi Ekonomi Syariah di Kalangan Milenial".

"Saya mengatakan bahwa judi ini lebih bahaya daripada khamar, daripada narkoba. Kenapa? Kalau narkoba, korbannya adalah pelakunya itu. Dia addict, bagaimana caranya untuk dapatkan narkoba," kata Aminudin Yakub, di Hotel Swissbell, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi kalau judi, korbannya adalah pelakunya. Tapi korbannya juga adalah istrinya, anaknya, keluarganya, penghasilannya, asetnya, semuanya," lanjutnya.

Senada, Ketua Pusat Studi Fatwa dan Hukum Islam (Pusfahim) UIN Jakarta Prof Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan, orang yang melakukan praktik judol adalah orang yang kehilangan akalnya. Sehingga ia tidak bisa berpikir jernih atas apa yang akan terjadi di kemudian hari.

ADVERTISEMENT

"Kalau minuman keras itu bahaya, tetapi bahayanya kepada diri. Sekalipun nanti orang kemudian kehilangan akal sehatnya, kemudian dia merusak lingkungan ya," ujar Asrorun Ni'am.

"Sama halnya perjudian, sekalipun secara material dia non-fisik, akan tetapi dampak yang ditimbulkan adalah destruktif karena ada unsur adiksi di situ," sambungnya.

Asrorun menyebut judol adalah masalah nasional yang berdampak luas. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lebih dari 960 ribu orang telah terpapar judol. Angka ini mencakup berbagai usia, mayoritas di antaranya adalah anak muda yang tidak sengaja terjerumus.

"Perjudian, baik offline maupun online, itu kan addict. Kemudian bisa membuat ketagihan, sekaligus juga mendatangkan dampak sosial yang buruk," terangnya.

"Bisa dia terancam karena persoalan ekonomi, terlilit hutang, kemudian ada problem sosial yang lain. Maka ini harus ditangani secara serius," lanjut pria yang juga menjabat sebagai Deputi Pemberdayaan Pemuda Kemenpora RI itu.

Dalam upaya mengatasi masalah ini, Asrorun menekankan pentingnya pendekatan terpadu, termasuk punitif (penegakan hukum) dan rehabilitatif. Langkah rehabilitasi, kata dia, harus dilakukan untuk memulihkan para korban yang sudah terpapar, memberikan mereka ruang untuk memperbaiki diri, sekaligus menyelamatkan masa depan mereka.

Di sisi lain, ia menyebut pemerintah perlu melakukan langkah preventif melalui penapisan konten dan pemblokiran platform judi online secara berkelanjutan. Meskipun pengembang platform judol kerap membuat situs baru dengan cepat, upaya serius harus terus dilakukan untuk melindungi ruang digital dari aktivitas destruktif ini.




(hnh/kri)

Hide Ads