Suku Quraisy merupakan salah satu kelompok masyarakat yang disebut memiliki peran penting dalam sejarah pra-Islam. Mereka dikenal sebagai suku yang dominan di Makkah, kota yang menjadi pusat perdagangan dan keagamaan pada masa itu.
Keberadaan mereka yang berperan di wilayah perdagangan menjadikan suku Quraisy sebagai salah satu kekuatan utama Kota Makkah saat itu. Untuk lebih memahami sejarah suku Quraisy dan peran mereka dalam kejayaan perdagangan Makkah, simak penjelasannya berikut ini.
Asal-usul Suku Quraisy
Merangkum sejarah suku Quraisy dalam buku Sejarah Arab Sebelum Islam yang ditulis oleh Jawwad Ali, Quraisy adalah generasi dari keturunan satu orang bernama Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Berdasarkan istilah ahli nasab, mereka merupakan masyarakat Arab Musta'rabah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut ahli sejarah, Fihr dan setelahnya inilah dikenal istilah Quraisy, baik yang tinggal di Makkah maupun di luar kota itu. Sementara itu, mereka yang hidup sebelum Fihr tidak disebut sebagai Quraisy, tetapi lebih dikenal dengan nama Kinanah.
Suku Quraisy mayoritas berprofesi sebagai pedagang. Profesi inilah yang membuat Quraisy terkenal dan reputasinya diakui kabilah-kabilah Arab. Mereka sangat mahir dalam menjaga hubungan baik dengan berbagai bangsa ini, serta menjauhi konflik dan permusuhan.
Mereka juga sangat ahli dalam membuat dan mengikat perjanjian dengan petinggi-petinggi kabilah. Sepanjang tahun, Quraisy dikenal sebagai suku yang damai dan aman di setiap penjuru bangsa Arab.
Adapun mengenai awal mula munculnya nama Quraisy, sejumlah ahli sejarah menyandarkannya pada riwayat Abdul Malik bin Marwan bertanya kepada Muhammad bin Jubair, "Kapan Quraisy mulai dinamai Quraisy?" Ia menjawab, "Ketika mereka telah menyatu ke Tanah Haram, setelah sebelumnya terpencar-pencar. Berkumpulnya mereka itu disebut dengan tajammu' atau taqarrusy."
Selain itu, orang Quraisy juga dikenal dengan tubuhnya yang sehat dan wajah yang tampan, hingga ada perumpamaan "Ketampanan Quraisy".
Qushay adalah ketua suku Quraisy. Dialah yang menetapkan gelar malik (raja) kepada generasi setelahnya, dan membuat berbagai aturan Kota Makkah. Dia juga membagi tugas dan kewajiban kepada anak-anaknya ketika ajalnya sudah dekat.
Ketika Islam lahir, berbagai urusan Makkah ada di bawah kendali Quraisy. Mereka menjadi suku yang dominan, hingga penduduknya dikenal dengan keluarga Qushay. Karena itu, jika ada salah seorang ingin mendapatkan pertolongan atau bantuan, dia akan berteriak, "Wahai Keluarga Qushay!" Ini merupakan julukan yang mengumpulkan suku Quraisy.
Ahli sejarah membagi suku Quraisy menjadi dua, yaitu Quraisy dataran rendah dan Quraisy dataran tinggi. Quraisy dataran rendah memiliki banyak keluarga. Quraisy dataran rendah ini juga dianggap lebih mulia dan luhur dibanding Quraisy dataran tinggi.
Puncak Kejayaan Suku Quraisy
Sejarah suku Quraisy di puncak kejayaannya pada masa sebelum Islam dijelaskan dalam Tarikh Quraisy Dirasah fi Tarikh Ashghar karya Husain Mu'nis yang diterjemahkan Masturi Irham dan Mujiburrohman. Pada masa itu, suku Quraisy mengalami masa kejayaan dengan kekuatan politik dan ekonomi yang sangat berkembang. Salah satu faktor yang mendorong kemajuan ini adalah kekalahan pasukan Abrahah dari Abyssinia (Habasyah) yang mencoba menghancurkan Ka'bah di Makkah. Setelah Abrahah mundur, kekuasaan Quraisy semakin menguat.
Setelah kejadian tersebut, kekuasaan di Yaman sempat mengalami ketegangan. Abrahah, yang memerintah selama 23 tahun, digantikan oleh putranya, Yaksum, yang kemudian diikuti oleh Masruq. Namun, pada akhir pemerintahan Masruq, muncul Saif bin Dzi Yazan, seorang pemimpin dari Himyar, yang berhasil menggulingkan kekuasaan Abyssinia dengan bantuan dari Kisra Persia.
Meski demikian, pengaruh Himyar tidak lagi sekuat sebelumnya, dan kekuasaannya terbatas hanya pada wilayah utama, Shan'a'. Sisa wilayah Yaman lainnya dikuasai oleh penguasa lokal.
Pada masa yang sama, bangsa Saba' di Yaman, yang merupakan negara dengan peradaban dan jalur perdagangan yang maju, membuka rute perdagangan dengan India, China, dan Afrika Timur. Namun, setelah jatuhnya Saba', kekuasaan Himyar menjadi lebih fokus pada peperangan dan penaklukan.
Sementara itu, di Makkah, suku Quraisy mulai memanfaatkan situasi ini untuk meraih kekayaan dan kekuatan. Mereka mengembangkan jalur perdagangan antara Yaman dan Syam dengan kontrak-kontrak yang dibuat antara Hasyim bin Abd Manaf, saudara-saudaranya, dan raja-raja Abyssinia serta Himyar.
Dengan cara ini, Makkah menjadi pusat perdagangan utama, terutama pada musim dingin dan musim panas, yang kemudian diabadikan dalam surah Quraisy ayat 1-4,
لِاِيْلٰفِ قُرَيْشٍۙ ١ اٖلٰفِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاۤءِ وَالصَّيْفِۚ ٢ فَلْيَعْبُدُوْا رَبَّ هٰذَا الْبَيْتِۙ ٣ الَّذِيْٓ اَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ ەۙ وَّاٰمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ
Artinya: "Disebabkan oleh kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas (sehingga mendapatkan banyak keuntungan), maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka'bah), yang telah memberi mereka makanan untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut."
Meski sudah menyembah Allah SWT sebagai Tuhan yang Maha Esa, suku Quraisy tetap menyembah banyak dewa-dewa lainnya dalam bentuk politeisme. Mereka meyakini bahwa dewa-dewa tersebut bisa menjadi perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ini adalah agama paganisme Arab yang diperkenalkan oleh Abdul Muthalib dan disebut oleh Ibnu Ishaq dengan istilah agama Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib adalah orang yang mengatur dan mengorganisasi ritual-ritual keagamaan tersebut. Abdul Muthalib pun telah berhasil menyempurnakan pembangunan kekuatan politik, ekonomi dan agama Quraisy.
Mereka berhasil mengelola kebijakan urusan mereka, sehingga orang-orang pun berbondong-bondong datang ke negeri mereka untuk berhaji, berdagang, berwisata, melantunkan puisi, memperluas perkenalan, mendekatkan bahasa, gagasan dan pemikiran.
Bagian terbesar dari perdagangan Makkah adalah perdagangan transit, yaitu pengangkutan barang dari Yaman dan Abyssinia ke Makkah dan pasarnya. Setelah itu, barang-barang tersebut diteruskan ke Syam melalui sistem dua perjalanan dagang yang terorganisir dengan baik.
Selain pasar musiman di Dzu Al-Majaz, Mijannah, dan Ukazh, Makkah juga menjadi pasar permanen untuk berbagai jenis komoditas. Perdagangan mereka di Makkah bukanlah perdagangan toko atau kios, melainkan perdagangan khusus.
Setiap orang yang terlibat dalam perdagangan di Makkah merupakan pedagang komoditas tertentu dan menyimpan stok barang di rumahnya. Beberapa di antaranya adalah pedagang parfum, kulit, dupa, sandal, gading, kayu hitam, sutra, kapas, pedang, emas, perak, dan lain sebagainya.
Ketika Abdul Muthalib meninggal dunia sekitar tahun 579 M (ketika Rasulullah SAW berusia delapan tahun), kepemimpinannya kemudian pindah ke tangan putranya, AZ-Zubair. Dia adalah saudara kandung Abdullah, ayahanda dari Rasulullah SAW.
Namun, Az-Zubair tidak dapat mengendalikan sekelompok orang Quraisy yang menguasai Makkah dengan kekayaan dan pengikut mereka tersebut. Mereka melanggar setiap aturan yang sebelumnya diberlakukan oleh Abdul Muthalib, ayahnya, Hasyim, dan kakeknya, Abd Manaf.
Baca juga: Silsilah Keluarga Nabi Muhammad SAW |
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza