Dalam sejarah Islam, ada seorang panglima perang Bani Umayyah yang namanya diabadikan menjadi nama sebuah selat, yaitu Thariq bin Ziyad. Bersama dua tokoh penting lainnya yakni Musa bin Nusayr dan Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad memainkan peran kunci dalam penaklukan Andalusia, yang menjadi gerbang penyebaran peradaban Islam di Spanyol.
Namun, di antara ketiganya, Thariq bin Ziyad paling dikenal berkat kepemimpinannya yang luar biasa dalam memimpin pasukan yang kecil dan berhasil dengan perjuangan yang nyata.
Pasukan Thariq bin Ziyad terdiri dari dua kelompok utama, suku Moor yang didukung oleh Musa bin Nusayr dan pasukan Arab yang dikirim langsung oleh Khalifah Al-Walid I. Dengan strategi militer yang cemerlang, Thariq memimpin pasukannya melintasi Selat Andalusia dan memulai perjalanan besar menaklukkan wilayah Spanyol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Wilayah Andalusia
Mengutip dari buku Thariq bin Ziyad, Fatih Al-Andalus karya George Zidan yang diterjemahkan Masturi Irham dan Nurhadi, Andalusia yang kini adalah daratan Spanyol, dulunya dikenal dengan nama Wandalusia.
Nama tersebut diambil dari suku Wandal atau Vandal, kelompok masyarakat yang menetap di wilayah tersebut setelah runtuhnya kekuasaan Romawi. Ketika bangsa Arab berhasil menaklukkan wilayah itu, mereka menyebutnya Al-Andalus atau Andalusia, sebuah nama yang kelak digunakan untuk merujuk pada seluruh daratan Spanyol.
Di masa lalu, Spanyol berada di bawah kendali Kekaisaran Romawi Barat hingga abad ke-5 M. Setelah itu, kekuasaan berpindah ke bangsa Gothic, salah satu suku Germanium yang bermigrasi ke Eropa untuk mencari tempat penggembalaan. Mereka kemudian menetap di wilayah Eropa barat daya, sebagaimana bangsa Arab menetap di Syam dan Irak. Bangsa Gothic ini akhirnya menguasai Spanyol dari tangan Romawi Barat dan membangun kekuasaan mereka sendiri.
Pemerintahan suku Gothic di Spanyol mencapai puncaknya di bawah kekuasaan Visigoth pada abad ke-5. Kelompok ini memisahkan diri dari Kekaisaran Romawi dan mendirikan pemerintahan independen yang cukup kuat. Namun, segalanya berubah ketika Thariq bin Ziyad, seorang panglima perang Bani Umayyah, datang menaklukkan wilayah tersebut pada 711 M.
Andalusia tidak hanya menjadi saksi peralihan kekuasaan, tetapi juga pusat peradaban yang kaya. Kota Toledo, sebagai jantung wilayah ini, menjadi simbol penting dengan benteng, gereja, dan biara yang megah.
Ketika Andalusia ditaklukkan oleh Thariq bin Ziyad pada 711 M, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Raja Roderick, seorang pemimpin dari suku Gothic yang dikenal oleh bangsa Arab dengan nama "Ladzariq." Raja Roderick memimpin Spanyol sejak 709 M.
Sosok Thariq Bin Ziyad, Penakluk Andalusia
Thariq bin Ziyad adalah sosok yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah penaklukan Andalusia. Seperti yang diungkapkan oleh A.R. Shohibul Ulum dalam bukunya Sejarah Penaklukan Andalusia, Thariq bin Ziyad berasal dari Afrika Utara, kemungkinan besar dari wilayah yang sekarang dikenal sebagai Libya. Thariq bin Ziyad adalah keturunan kaum Barbar dari kabilah Nafzah, salah satu kelompok yang menjadi penduduk asli wilayah barat laut Afrika.
Pada akhir abad ke-7, bangsa Arab Muslim menaklukkan Afrika Utara dan memperkenalkan agama Islam serta bahasa Arab di wilayah tersebut. Kaum Barbar menerima Islam, tetapi tetap menjaga identitas budaya mereka, termasuk bahasa dan adat istiadat lokal.
Namun, perjalanan hidup Thariq bin Ziyad penuh dengan liku-liku. Ia pernah mengalami kekalahan besar bersama kaumnya yang membuatnya ditawan sebagai tawanan perang. Ia kemudian menjadi budak di bawah penguasaan Musa bin Nusayr, gubernur Arab yang memimpin Ifriqiya (sekarang Tunisia).
Musa bin Nusayr melihat sesuatu yang berbeda dalam diri Thariq bin Ziyad. Ia menyadari bahwa Thariq bin Ziyad bukan hanya pejuang biasa, tetapi memiliki bakat luar biasa dalam kepemimpinan dan strategi. Musa akhirnya membebaskan Thariq dan mengangkatnya menjadi bagian dari pasukannya.
Dalam waktu singkat, Thariq bin Ziyad memeluk Islam dan membuktikan kemampuan militernya. Berkat kecerdasannya dalam memimpin pasukan dan loyalitasnya kepada Musa, Thariq bin Ziyad dengan cepat naik pangkat dan menjadi seorang jenderal atau panglima perang.
Sebagai seorang panglima, Thariq bin Ziyad diberi kepercayaan penuh oleh Musa untuk memimpin misi besar, yaitu penaklukan Andalusia. Dengan persiapan matang, Thariq bin Ziyad mulai memimpin pasukan besar untuk menyerang wilayah Spanyol, yang kala itu dikuasai oleh suku Gothic. Penaklukan ini menjadi langkah besar dalam sejarah penyebaran Islam ke Eropa.
Strategi Menaklukan Andalusia
Thariq bin Ziyad memimpin ekspedisi besar-besaran ke Andalusia pada tahun 711 M dengan strategi yang matang dan perencanaan yang sangat cermat. Setelah menerima perintah dari Musa bin Nusayr yang pada saat itu mengerahkan pasukan yang berjumlah sekitar 7.000 orang. Sebagian besar pasukannya berasal dari suku Barbar, dengan hanya 300 orang yang berasal dari bangsa Arab.
Keberhasilan awal misi ini tidak lepas dari peran Tharif, seorang pemimpin intelijen yang sebelumnya melakukan misi pengintaian ke wilayah Andalusia. Informasi yang diperoleh Tharif sangat membantu Thariq bin Ziyad dalam menyusun strategi pergerakan pasukan. Kapal-kapal yang digunakan oleh pasukan Thariq bin Ziyad tidak hanya andal secara teknis tetapi juga strategis dalam menyamarkan keberangkatan mereka.
Julian, seorang penguasa Ceuta, turut membantu sebagai intel dan penyedia kapal. Julian memberikan dukungan penuh dengan menyediakan perahu untuk membawa pasukan Islam ke Andalusia.
Perjalanan pasukan dilakukan secara rahasia, dengan pengangkutan dilakukan pada malam hari secara bolak-balik untuk menghindari kecurigaan musuh. Kapal-kapal yang membawa pasukan ini bergerak dari Ceuta dan berlabuh di tempat yang sudah direncanakan oleh Thariq bin Ziyad.
Namun, pendaratan pasukan tidak berjalan sepenuhnya lancar. Pada awalnya, Thariq bin Ziyad berniat mendarat di Jazirah Al-Khadra' (Algeciras), tetapi kota itu dijaga ketat oleh pasukan Visigoth. Thariq bin Ziyad kemudian mengubah rencana dan memutuskan untuk mendarat di Pegunungan Calpe, yang terletak di sebelah timur Algeciras.
Pegunungan ini kelak dikenal sebagai Jabal Al-Fath yang artinya gunung penaklukan, atau lebih populer disebut Jabal Thariq atau Gibraltar, selain itu selat yang diseberangi oleh pasukan muslim juga disebut dengan selat Gibraltar yang namanya diambil dari panglima perang Bani Umayyah yakni Thariq bin Ziyad. Di lokasi ini, Thariq bin Ziyad memanfaatkan kondisi geografis yang strategis untuk menjadikan gunung tersebut sebagai markas utama pasukannya.
Salah satu strategi taktis paling legendaris dari Thariq bin Ziyad adalah pembakaran kapal-kapal yang digunakan untuk membawa pasukannya ke Andalusia. Keputusan ini diambil untuk membakar semangat juang para prajuritnya, yang sempat dilanda rasa takut dan keraguan.
Dengan kapal-kapal yang dibakar, Thariq bin Ziyad menghilangkan semua kemungkinan mundur, membuat pasukannya hanya memiliki dua pilihan: menang atau mati sebagai syuhada. Langkah ini tidak hanya membangkitkan keberanian pasukan, tetapi juga memastikan fokus mereka pada tujuan utama, yaitu menaklukkan Spanyol.
Di musim semi pada 711 M, sekitar bulan Juli, Thariq bin Ziyad berdiri di Pegunungan Calpe, yang pada masa itu masih disebut Gunung Hollow oleh penduduk setempat. Dari lokasi ini, ia mengatur strategi berikutnya untuk menggempur pertahanan musuh dan memperluas wilayah kekuasaan. Gunung yang menjadi saksi perjuangan ini akhirnya dikenal sebagai "Gunung Penaklukan" atau Jabal Al-Fath yang lebih popular dengan sebutan gibraltar.
Penaklukan Andalusia
Penaklukan Andalusia oleh Thariq bin Ziyad dimulai dengan pergerakan pasukan Muslim mendarat di Jabal Thariq, yang kini dikenal sebagai Gibraltar. Dari lokasi strategis ini, Thariq bin Ziyad melanjutkan perjalanan ke Jazirah Al-Khadra' (Green Island), ia berhadapan dengan pasukan Kristen yang melindungi wilayah tersebut.
Sesuai tradisi Islam, Thariq menawarkan tiga pilihan kepada pasukan Kristen, yakni masuk Islam, membayar jizyah, atau berperang. Namun, pasukan Kristen menolak semua tawaran damai tersebut, memilih untuk mempertahankan wilayah mereka melalui peperangan. Pertempuran pun terjadi, dan Thariq berhasil mengalahkan mereka. Panglima Kristen bernama Tedmore segera mengirimkan surat kepada Raja Roderic di Toledo, meminta bala bantuan untuk menghadapi ancaman besar dari pasukan Muslim.
Pada awalnya, Roderic menganggap ancaman ini hanyalah gangguan kecil dari perampok. Namun, ketika kabar tentang keberhasilan pasukan Muslim mencapai Cordova, ia mulai mempersiapkan kekuatan besar. Roderic mengumpulkan 100.000 pasukan berkuda dan memimpin mereka dari utara menuju selatan untuk menghadapi Thariq bin Ziyad. Di sisi lain, pasukan Muslim yang hanya berjumlah 7.000 orang, terdiri dari infanteri dan sejumlah kecil pasukan berkuda, tampak jauh lebih kecil dibandingkan pasukan Roderic.
Melihat perbedaan kekuatan yang mencolok, Thariq bin Ziyad mengirimkan permintaan bantuan kepada Musa bin Nusayr. Musa pun segera mengirimkan pasukan tambahan sebanyak 5.000 orang di bawah komando Tharif bin Malik, sehingga jumlah pasukan Muslim meningkat menjadi 12.000.
Thariq bin Ziyad kemudian memilih Lembah Barbate sebagai lokasi pertempuran. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan strategis, dikelilingi oleh gunung di sisi kanan dan belakang, serta danau di sisi kiri, menjadikannya posisi yang sulit diserang dari berbagai arah.
Pertempuran dimulai pada 28 Ramadan 92 H (19 Juli 711 M), pemandangan di Lembah Barbate memperlihatkan kontras besar antara jumlah pasukan Muslim dan pasukan Kristen. Selama delapan hari berturut-turut, pertempuran berlangsung sengit. Pasukan Muslim, meskipun kecil, menunjukkan ketabahan dan keyakinan yang luar biasa. Mereka bertahan dengan keberanian yang menginspirasi, sementara pasukan Kristen terus mengalami kekalahan.
Pada akhirnya, pasukan Muslim berhasil memenangkan pertempuran, menandai tonggak penting dalam sejarah jihad Islam. Dengan kepemimpinan Thariq bin Ziyad, kemenangan ini menjadi awal dari penyebaran peradaban Islam di Andalusia. Sementara itu, Raja Roderic, pemimpin pasukan Kristen, dikabarkan tewas di medan perang atau melarikan diri ke utara, namun hingga kini nasibnya tetap menjadi misteri.
Kemenangan di Lembah Barbate membuka jalan bagi kaum Muslim untuk mendirikan kekuasaan di Andalusia, membawa perubahan besar dalam sejarah Eropa.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI