Syarat Mahar Pernikahan, Harus Barang Berharga dan Jelas Asal Usulnya

Syarat Mahar Pernikahan, Harus Barang Berharga dan Jelas Asal Usulnya

Devi Setya - detikHikmah
Minggu, 20 Okt 2024 11:00 WIB
Ilustrasi Pernikahan
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Mahar adalah kewajiban yang harus dipenuhi calon suami kepada istrinya. Mahar menjadi penanda bahwa suami wajib memberikan nafkah setelah sahnya pernikahan. Perempuan sama sekali tidak dibebankan kewajiban untuk memenuhi nafkah keluarga, baik sebagai ibu, anak perempuan ataupun seorang istri.

Terkait mahar, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 237,

وَΨ₯ِن Ψ·ΩŽΩ„ΩŽΩ‘Ω‚Ω’ΨͺΩΩ…ΩΩˆΩ‡ΩΩ†ΩŽΩ‘ مِن Ω‚ΩŽΨ¨Ω’Ω„Ω Ψ£ΩŽΩ† ΨͺΩŽΩ…ΩŽΨ³ΩΩ‘ΩˆΩ‡ΩΩ†ΩŽΩ‘ ΩˆΩŽΩ‚ΩŽΨ―Ω’ ΩΩŽΨ±ΩŽΨΆΩ’Ψͺُمْ Ω„ΩŽΩ‡ΩΩ†ΩŽΩ‘ ΩΩŽΨ±ΩΩŠΨΆΩŽΨ©Ω‹ ΩΩŽΩ†ΩΨ΅Ω’ΩΩ Ω…ΩŽΨ§ ΩΩŽΨ±ΩŽΨΆΩ’Ψͺُمْ Ψ₯ΩΩ„ΩŽΩ‘Ψ’ Ψ£ΩŽΩ† ΩŠΩŽΨΉΩ’ΩΩΩˆΩ†ΩŽ Ψ£ΩŽΩˆΩ’ ΩŠΩŽΨΉΩ’ΩΩΩˆΩŽΨ§ΫŸ Ω±Ω„ΩŽΩ‘Ψ°ΩΩ‰ Ψ¨ΩΩŠΩŽΨ―ΩΩ‡ΩΫ¦ ΨΉΩΩ‚Ω’Ψ―ΩŽΨ©Ω Ω±Ω„Ω†ΩΩ‘ΩƒΩŽΨ§Ψ­Ω ۚ ΩˆΩŽΨ£ΩŽΩ† ΨͺΩŽΨΉΩ’ΩΩΩˆΩ“Ψ§ΫŸ Ψ£ΩŽΩ‚Ω’Ψ±ΩŽΨ¨Ω لِلΨͺΩŽΩ‘Ω‚Ω’ΩˆΩŽΩ‰Ω° ۚ ΩˆΩŽΩ„ΩŽΨ§ ΨͺΩŽΩ†Ψ³ΩŽΩˆΩΨ§ΫŸ Ω±Ω„Ω’ΩΩŽΨΆΩ’Ω„ΩŽ Ψ¨ΩŽΩŠΩ’Ω†ΩŽΩƒΩΩ…Ω’ ۚ Ψ₯ΩΩ†ΩŽΩ‘ Ω±Ω„Ω„ΩŽΩ‘Ω‡ΩŽ Ψ¨ΩΩ…ΩŽΨ§ ΨͺΩŽΨΉΩ’Ω…ΩŽΩ„ΩΩˆΩ†ΩŽ بَءِيرٌ

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arab-Latin: Wa in αΉ­allaqtumα»₯hunna ming qabli an tamassα»₯hunna wa qad faraḍtum lahunna farīḍatan fa niαΉ£fu mā faraḍtum illā ay ya'fα»₯na au ya'fuwallaΕΌΔ« biyadihΔ« 'uqdatun-nikāαΈ₯, wa an ta'fΕ« aqrabu lit-taqwā, wa lā tansawul-faḍla bainakum, innallāha bimā ta'malα»₯na baαΉ£Δ«r

Artinya: Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.

ADVERTISEMENT

Mengutip buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan Dalam Islam karya Sakban Lubis dkk, dijelaskan bahwa mahar adalah pemberian pertama seorang suami kepada istrinya yang dilakukan pada waktu akad nikah. Dengan pemberian mahar kepada istri, suami dipersiapkan dan dibiasakan untuk menghadapi kewajiban materiil berikutnya yakni berupa nafkah.

Dalam Islam, mahar pernikahan bagi istri memiliki beberapa hikmah, antara lain:

1. Untuk menghalalkan hubungan antara pria dan wanita, karena keduanya saling membutuhkan.
2. Untuk memberi penghargaan terhadap wanita, dalam arti bukan sebagai alat tukar yang kesannya seperti pembelian.
3. Untuk menjadi pegangan bagi istri bahwa perkawinan mereka telah diikat dengan perkawinan yang kuat, sehingga suami tidak mudah menceraikan istri sesukanya.
4. Sebagai kenangan dan pengikat kasih sayang antara suami istri.
5. Menunjukkan pentingnya posisi akad, serta menghargai dan memuliakan perempuan.

Syarat-syarat Mahar

Mengutip buku Hukum Hafalan Al-Qur'an dan Hadits Sebagai Mahar Nikah karya Muhammad Jafar, dijelaskan beberapa syarat mahar yang harus dipenuhi ketika hendak diberikan kepada calon istri.

1. Harta atau benda berharga

Tidak sah mahar yang tidak memiliki harga dan tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar. Karena itu, apabila mahar sedikit namun memiliki nilai maka dianggap sah.

Mahar hendaknya berupa barang atau sesuatu yang dapat diperjual-belikan. Mahar termasuk golongan Al-tamlik bi la audhin yaitu pemberian sukarela dengan kesepakatan.

2. Barang yang Suci dan Bermanfaat

Tidak sah mahar pernikahan dengan khamr, babi atau darah. Karena semua itu termasuk benda haram dan tidak berharga.

3. Jelas Asal Usulnya

Mahar harus berupa benda yang jelas asal usulnya atau dalam istilah bukan barang ghasab. Ghasab artinya barang yang diambil dari orang lain tanpa seizinnya namun tidak bermaksud memilikinya. Barang ini diambil dengan niat untuk dikembalikan di kemudian hari.

Memberi mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, akan tetapi akadnya dianggap sah.

4. Barang yang Jelas

Mahar pernikahan haruslah berupa barang yang jelas bentuk dan keadaannya. Tidak sah mahar dengan memberikan barang yang tidak jelas keadaannya atau tidak disebutkan jenisnya.

Mahar Mengajari Al-Qur'an

Ada beberapa kalangan yang memberikan mahar berupa bacaan ayat Al-Qur'an. Apakah mahar dan pernikahannya sah? Terkait hal ini dijelaskan melalui pendapat para ulama.

Ulama Mazhab Hambali berpendapat, mahar berupa mengajari ilmu fikih, hadits atau mengajari ilmu yang hukumnya mudah dipelajari seperti ilmu sastra, syi'ir dan lainnya, hukumnya sah. Adapun mahar berupa mengajari Al-Qur'an, ada dua riwayat dalam Mazhab Hambali, yaitu:

- Hukumnya Boleh dan Sah

Menurut pendapat pertama, seorang laki-laki boleh memberikan mahar berupa mengajari Al-Qur'an, baik secara keseluruhan atau sebagian Al-Qur'an, baik secara keseluruhan atau sebagian Al-Qur'an.

- Hukumnya Tidak Boleh

Menurut pendapat kedua, seorang laki-laki tidak boleh memberikan mahar berupa mengajar Al-Qur'an. Karena pada dasarnya mengajari Al-Qur'an adalah sebuah bentuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga tidak bisa dijadikan mahar.

Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadits riwayat Najjad (seorang ahli fikih dari Mazhab Hambali), bahwa Rasulullah SAW pernah menikahkan seorang laki-laki dengan mahar berupa ayat Al-Qur'an, kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Tidak boleh memberikan mahar berupa ayat Al-Qur'an setelah kamu."

Berdasar diskusi antar empat mazhab tentang memberi mahar berupa mengajar Al'Qur'an, maka disimpulkan:

1. Mazhab Syafii membolehkan secara mutlak.
2. Mazhab Hambali ada dua riwayat. Ada yang melarang secara mutlak, ada yang membolehkan.
3. Mazhab Maliki melarang sesuai pendapat Imam Malik. Akan tetapi jika sudah terlanjur kejadian, mahar dan akadnya tetap sah mengikuti pendapat imam Mazhab Maliki yang lain.
4. Mazhab Hanafi melarang. Akan tetapi menurut pendapat ulama di kemudian hari, membolehkannya dalam keadaan darurat. Karena diqiyaskan pada kebolehan meminta upah dari mengajar Al-Qur'an dalam keadaan darurat.




(dvs/hnh)

Hide Ads