Hukum Pernikahan dalam Islam Menurut 4 Mahzab

Hukum Pernikahan dalam Islam Menurut 4 Mahzab

Lusiana Mustinda - detikHikmah
Senin, 19 Agu 2024 20:00 WIB
Ilustrasi cincin pernikahan
Foto: Getty Images/iStockphoto/nurdanst
Jakarta -

Menikah jika dilihat dari segi bahasa yaitu al-wat'u yang artinya bersenggama atau berhubungan seksual dan al-dammu yang artinya mengumpulkan atau menggabungkan. Menikah juga diartikan sebagai majazi (metafor) sebagai "akad", karena akad menjadi sebab dibolehkannya hubungan badan secara seksual. Hal ini dijelaskan oleh Dr. Holilur Rohman, M.H.I dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam Menurut Empat Mazhab.

Ahmat Sarwat dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia Pernikahan menjelaskan soal perkawinan antara laki-laki dan perempuan serta menyatu untuk hidup sebagai suami istri dalam ikatan pernikahan adalah salah satu ciri manusia sejak pertama kali diciptakan. Karena pernikahan adalah jaminan atas keberlangsungan peradaban umat manusia di muka bumi.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 1:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. An-Nisa: 1)

ADVERTISEMENT

Pernikahan juga menjadi suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasulnya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 32:

وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."

Hukum Pernikahan Menurut 4 Mahzab

Ada hukum menikah sesuai dengan kondisinya masing-masing yaitu wajib, haram, makruh, sunnah dan mubah. Berikut penjelasan yang dijelaskan oleh Dr. Holilur Rohman, M.H.I:

Mazhab Hanafi

Menurut Mazhab Hanafi, hukum menikah adalah sebagai berikut:

1. Fardhu
Hukum menikah menjadi fardhu jika terpenuhi empat syarat, yaitu:
- Adanya keyakinan jika tidak menikah maka terjerumus pada zina.
- Tidak mampu berpuasa yang bisa mencegahnya dari perbuatan zina.
- Tidak bisa mempunyai budak perempuan.
- Mampu memberi mahar dan infak dengan cara halal.

2. Wajib
Menikah hukumnya wajib (bukan fardhu) jika mempunyai keinginan kuat untuk menikah dan khawatir terjerumus pada perzinaan jika tidak menikah. Hukum menikah menjadi wajib jika keempat syarat kefardhuan nikah telah terlampaui.

3. Sunnah Muakadah
Hukum menikah menjadi sunnah muakadah jika mempunyai keinginan untuk menikah, tapi dia masih bisa menahan dan tidak khawatir terjerumus pada perzinaan. Dalam kondisi seperti ini, jika tidak menikah hukumnya berdosa kecil yang lebih ringan dari dosa meninggalkan kewajiban.

Syarat kesunnahan di atas berlaku jika dia mampu memberi nafkah halal. Jika menikah dengan niat agar tidak terjerumus pada dosa, baik untuk dirinya atau pasangannya, maka dia mendapat pahala. Jika tidak berniat, pada tidak mendapat pahala.

4. Haram
Hukum nikah jadi haram jika ada keyakinan kuat pernikahannya bisa mendorong suami atau istri untuk mencari nafkah haram dengan cara berbuat jahat atau menzalimi orang lain.

5. Makruh
Hukum menikah menjadi makruh tahrim jika pernikahannya dikhawatirkan akan berdampak pada mencari nafkah haram dengan cara berbuat jahat atau menzalimi orang lain dan kekhawatiran tersebut tidak bersifat pasti dan dia tidak meyakininya seratus persen.

6. Mubah
Hukum menikah menjadi mubah jika mempunyai keinginan menikah sekedar untuk melampiaskan nafsu biologis, tapi tidak khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah. Jika dia menikah diniatkan menjaga diri dari perbuatan zina atau mendapatkan keturunan, maka hukumnya sunnah.

Mazhab Maliki

1. Fardhu
Hukum menikah menjadi wajib bagi orang yang mampu memberi nafkah jika memenuhi syarat-syarat berikut:
- Mempunyai keinginan untuk menikah.
- Ada kekhawatiran akan terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah.
- Tidak mampu bernuansa agar bisa menahan diri dari berbuat zina.
- Tidak mempunyai kemampuan membeli budak perempuan.
Adapun bagi orang yang tidak mampu mendapatkan penghasilan untuk memberi nafkah, hukum menikahnya menjadi fardu jika terpenuhi tiga syarat:
- Khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah.
- Tidak mampu berpuasa agar bisa menahan diri dari berbuat zina, atau mampu berpuasa akan tetapi puasanya tidak bisa membendung keinginannya untuk berbuat zina.
- Tidak mampu membeli budak perempuan.

2. Haram
Hukum nikah menjadi haram jika seseorang khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah dan dia tidak mampu mencari pekerjaan halal untuk memberi nafkah, atau tidak mampu berhubungan badan dengan istri (al-wat'u).

Jika istri tahu bahwa suaminya tidak bisa memberi nafkah halal dan istri rela, atau istri tahu bahwa suaminya tidak bisa berhubungan badan dan istri rela, maka hukum keharamannya menjadi hilang dan menjadi boleh menikah jika istri tergolong orang yang rasyidah (orang yang akalnya sempurna dan memahami persoalan pengelolaan harta).

3. Sunnah
Hukum menikah menjadi sunnah bagi seseorang yang tidak ada keinginan untuk menikah akan tetapi dia punya keinginan untuk mendapatkan keturunan, dengan syarat dia harus mampu menunaikan kewajiban untuk memberi nafkah dan juga mampu berhubungan badan dengan istrinya.

4. Makruh
Hukum menikah bagi laki-laki atau perempuan menjadi makruh jika dia sama sekali tidak ada keinginan untuk menikah dan jika menikah dikhawatirkan tidak bisa menunaikan kewajibannya sebagai suami atau istri.

5. Mubah
Hukum menikah menjadi mubah (boleh) jika dia tidak punya keinginan untuk menikah, tidak punya keinginan untuk mempunyai keturunan dan dia mampu menunaikan kewajiban pernikahan dan pernikahannya tidak membuatnya terganggu untuk melakukan perbuatan tatawwu (perbuatan baik atau ibadah).

Mazhab Syafii

Hukum asal nikah adalah boleh, kecuali bagi seseorang yang tidak bisa menahan dirinya dari perbuatan dosa seperti berzina, maka dia wajib menjaga dirinya dengan menikah jika tidak ada cara lain selain menikah. Menikah termasuk syariat yang diturunkan Allah kepada umat Islam. Hal ini didasarkan pada ayat Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 3:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتْمَى فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلُثَ وَرُبَعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا

Artinya: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

Menurut al-Jaziri, hukum menikah menurut Mazhab Syafi'i secara lengkap adalah sebagai berikut:

1. Mubah
Menurut Mazhab Syafii, hukum asal nikah adalah boleh (ibahah). Jika seseorang menikah dengan niat bersenang-senang dan sekadar melampiaskan syahwat saja, maka hukumnya ibahah (boleh). Akan tetapi jika niat nikahnya untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat dan agar mendapatkan keturunan, hukumnya menjadi sunnah.

2. Wajib
Hukum menikah menjadi wajib jika menikah menjadi satu-satunya cara agar terhindar dari perbuatan haram, baik bagi laki laki atau perempuan. Misalnya jika laki-laki hanya bisa menghindar dari perbuatan zina dengan cara menikah, maka hukumnya wajib. Begitu juga bagi perempuan jika menikah menjadi satu-satunya cara agar terhindar dari tindakan jahat dari seseorang, maka baginya menikah menjadi wajib.

3. Makruh
Hukum menikah menjadi makruh jika dia merasa tidak mampu menjalankan kewajiban dalam pernikahan. Misalnya seorang perempuan yang tidak mempunyai keinginan dan tidak membutuhkan menikah, dan dia tidak khawatir ada seseorang yang akan bertindak jahat kepadanya, atau bagi laki-laki yang tidak mempunyai keinginan menikah dan dia tidak mampu memberi mahar dan nafkah halal, maka hukumnya makruh menikah.

4. Sunnah
Hukum sunnah nikah juga terjadi bagi siapapun yang mempunyai keinginan menikah dan sudah mampu memenuhi kewajiban rumah tangga.

Catatan:
Bagi orang yang mampu memenuhi kewajiban menikah dan tidak ada penyakit atau halangan untuk mendekati atau berhubungan dengan pasangan, maka:

1. Jika dia ahli ibadah, lebih baik tidak menikah karena dikhawatirkan pernikahannya "menggangu" ibadah yang biasa dilakukan.

2. Jika dia bukan ahli ibadah, lebih baik menikah karena khawatir terjerumus dalam kemaksiatan atau perbuatan dosa.

Mazhab Hambali

1. Wajib
Menurut riwayat Imam Ahmad, hukum menikah adalah wajib, yaitu bagi seseorang (laki-laki atau perempuan) yang khawatir terjerumus pada hal yang dilarang seperti perzinahan jika tidak menikah, walaupun kekhawatirannya tersebut bersifat dzan (sangkaan kuat).

Hukum wajib ini berlaku bagi siapa pun, baik bagi orang yang mampu memberi nafkah atau tidak mampu. Jika dia sudah merasa khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah, dia wajib menikah dengan berusaha mencari rezeki yang halal dan berharap kepada Allah akan dimudahkan jalan rezekinya.

2.Haram
Hukum menikah menjadi haram jika berada di dar al-harb (bukan negara Islam) kecuali dalam keadaan darurat. Jika dia menjadi seorang tahanan yang sedang ditahan, hukum haramnya berlaku secara mutlak dalam keadaan apa pun.

3. Sunnah

Hukum menikah menjadi sunnah bagi seseorang (laki-laki atau perempuan) yang mempunyai keinginan menikah akan tetapi tidak ada kekhawatiran terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah. Pernikahan pada kondisi ini dianggap lebih utama daripada kesunnahan lain karena bertujuan menjaga diri dan pasangan dari perbuatan tercela, dan juga bertujuan untuk memiliki keturunan yang dianjurkan agama untuk membangun komunitas Muslim yang kuat. Mubah

4. Hukum menikah menjadi mubah bagi seseorang yang tidak mempunyai keinginan menikah, seperti orang tua renta dan orang yang lemah syahwat, dengan syarat pernikahannya tidak membawa bahaya atau kesengsaraan bagi istri. Jika pernikahannya justru akan menyengsarakan istri atau berdampak bahaya bagi istri, maka pernikahannya menjadi haram.




(dvs/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads