PBNU Sudah Ajukan Izin Kelola Tambang, Gus Yahya: Wong Butuh, Gimana Lagi

PBNU Sudah Ajukan Izin Kelola Tambang, Gus Yahya: Wong Butuh, Gimana Lagi

Rahma Harbani - detikHikmah
Kamis, 06 Jun 2024 17:48 WIB
Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya)
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf. Foto: dok. tangkapan layar NU Online
Jakarta -

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengaku pihak Nahdlatul Ulama (NU) sudah mengajukan izin kelola tambang pada pemerintah. Gus Yahya mengatakan NU membutuhkan pemasukan untuk mengelola organisasi.

Gus Yahya menyebut NU adalah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan sehingga konsentrasinya tidak hanya soal hajat agama melainkan hajat kemasyarakatan.

"Termasuk ekonomi, pertanian, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Dan itu semua membutuhkan biaya," katanya dalam konferensi pers di kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"NU ini butuh. Apa pun yang halal yang bisa menjadi sumber revenue untuk pembiayaan organisasi. Karena keadaan di bawah ini sudah sangat-sangat memerlukan intervensi sesegera mungkin," lanjutnya.

Untuk itu, Gus Yahya menyebut pihaknya sudah mengajukan izin mengelola tambang melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 96 Tahun 2021 yang dikeluarkan pemerintah untuk memungkinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) mendapatkan konsesi tambang.

ADVERTISEMENT

"Ketika pemerintah memberi peluang ini, membuat kebijakan afirmasi ini, kami melihat sebagai peluang dan segera kami butuh. Wong butuh, gimana lagi. Sehingga kami memang sudah mengajukan (izin tambang)," katanya.

"Begitu pemerintah mengeluarkan revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 yang memungkinkan untuk ormas keagamaan mendapatkan konsesi tambang, kami juga kemudian mengajukan permohonan," lanjut dia.

Gus Yahya kemudian menyoroti infrastruktur di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri yang menurutnya kamar di pesantren terlalu sempit untuk tiap santri.

"Itu santrinya total 43 ribu dengan infrastruktur yang sangat terbatas sehingga satu kamar seluas 3x3 m itu diperuntukkan rata-rata bagi 60/70 orang santri, bayangin. Sehingga mereka hanya bisa pake kamar untuk menaruh barang dan tidur di sembarang tempat. Untuk tidur mereka harus tidur di emperan kelas, di masjid, sembarang tempat karena ndak ada fasilitas," katanya.

"Nah, kalau kita nunggu afirmasi pemerintah yang langsung, itu nanti harus berhadapan parameter birokrasi yang pasti lama sekali, UU-nya gimana, aturannya gimana, dst," kata Gus Yahya.

Gus Yahya menyebut NU lebih mengetahui secara langsung kondisi di lapangan dan bagaimana menyiapkan intervensi yang strategis untuk mengatasi masalah tersebut.

Tidak hanya itu, Gus Yahya turut menyoroti gaji guru di Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) yang dikelola muslimat NU yang dinilai masih kecil.

"Ribuan Raudhatul Athfal guru-gurunya hanya diberi honor yang sangat minimal. Saya tau sendiri ada yang hanya 150 ribu sebulan, honor guru," paparnya.

"Gurunya sih ikhlas semua cuma ya, yang liat itu kan ndak tega. Komunitas sudah ndak punya lagi kapasitas yang lebih untuk memberi topangan. Hal yang begini-begini nih membuat kami dalam keadaan memang butuh sekali," sambung dia.




(rah/kri)

Hide Ads