Terdapat sebuah perjanjian yang membuat umat Islam berani melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy. Perjanjian ini mengubah umat Islam yang sebelumnya berdakwah secara diam-diam menjadi terang-terangan dalam melawan kezaliman. Perjanjian ini dikenal sebagai Perjanjian Aqabah.
Dr. Ajid Thohir dalam buku Sirah Nabawiyah Nabi Muhammad dalam Kajian Sosial-Humaniora menceritakan latar belakang perjanjian ini bermula ketika Rasulullah SAW dan para pengikutnya mulai kesusahan untuk menyebarkan ajaran agama Islam, terutama setelah Abu Thalib, sang pelindung utama Nabi Muhammad SAW, meninggal dunia.
Sepeninggalan Abu Thalib, Abu Lahab sebagai paman dan musuh Rasulullah SAW makin gencar memojokan umat Islam. Maka pada 620 M, Rasulullah SAW menemui para peziarah dari Yatsrib (Madinah) khususnya suku Aus dan Khazraj.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan keduanya terjadi saat suku Khazraj mencari perlindungan pemuka Makkah, setelah menerima kekalahan dari suku Aus yang saat itu mendapat dukungan dari Yahudi.
Sayangnya usaha untuk memperoleh dukungan itu mengalami kendala sebab para pemuka Makkah sudah menutup kegiatan tersebut.
Pada tahun berikutnya (621 M), para peziarah dari Yatsrib sudah menerima ajaran Rasulullah SAW, dan berhasil melakukan Perjanjian Aqabah 1.
Perjanjian ini isinya mengakui ajaran yang dibawa oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, dan mereka juga dibaiat masuk Islam. Baru selepas itu, pembicaraan semakin melebar hingga membahas perkara politik negeri masing-masing.
Sejak saat itu, Allah SWT mengizinkan Rasulullah SAW dan umat Islam untuk berperang (membela diri) melawan kezaliman kaum kafir Quraisy. Sebelumnya mereka hanya dibolehkan untuk bersabar, memaafkan, dan berdoa sahaja untuk mendapatkan pertolongan.
Hal ini diceritakan dalam surah Al-Hajj ayat 39-41. Allah SWT berfirman,
اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ ۙ ٣٩
Artinya: "Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa membela mereka." (QS Al Hajj 39)
ۨالَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ اِلَّآ اَنْ يَّقُوْلُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ۗوَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَّصَلَوٰتٌ وَّمَسٰجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللّٰهِ كَثِيْرًاۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللّٰهُ مَنْ يَّنْصُرُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ لَقَوِيٌّ عَزِيْزٌ ٤٠
Artinya: "(Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya, tanpa alasan yang benar hanya karena mereka berkata, "Tuhan kami adalah Allah." Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sungguh, Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa." (QS Al Hajj: 40)
اَلَّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَرْضِ اَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ وَاَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَلِلّٰهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ ٤١
Artinya: '(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kemantapan (hidup) di bumi, mereka menegakkan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan." (QS Al Hajj: 41)
Mengutip buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XII M) karya Prof Faisal Ismail, Perjanjian Aqabah terbagi menjadi 3 gelombang.
Gelombang pertama terjadi pada tahun ke-10 kenabian, ketika beberapa orang datang ke Makkah untuk melakukan ziarah ke Baitullah. Mereka disambut oleh Nabi Muhammad SAW, yang kemudian memperkenalkan dirinya kepada mereka.
Setelah itu, Nabi Muhammad SAW mengadakan pertemuan di Aqabah dengan mereka. Dalam pertemuan tersebut, mereka menyatakan keimanan mereka kepada Nabi Muhammad SAW dan memeluk Islam.
Gelombang kedua terjadi pada tahun ke-12 kenabian (621 M), di mana 12 pria dan seorang wanita bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di Aqabah. Dalam pertemuan ini, mereka membuat perjanjian dengan Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai Perjanjian Aqabah Pertama.
Perjanjian ini juga disebut sebagai Perjanjian Wanita dalam sejarah Islam, karena seorang wanita bernama Afra binti Abid bin Tsa'labah turut serta dalam perjanjian tersebut.
Gelombang ketiga terjadi pada tahun ke-13 kenabian (622 M), ketika 73 penduduk Yatsrib datang ke Makkah dan meminta Nabi Muhammad SAW untuk hijrah ke Yatsrib. Pertemuan ini menghasilkan Perjanjian Aqabah Kedua.
Penduduk Yatsrib berjanji kepada Nabi Muhammad SAW untuk patuh dan setia, serta berkomitmen membela beliau meskipun harus mengorbankan harta benda dan nyawa para pemimpin mereka. Mereka bersedia menghadapi segala macam penderitaan demi menjaga dan setia kepada Nabi Muhammad SAW.
Demikianlah sejarah mengenai Perjanjian Aqabah 1 dan 2 yang menjadi tonggak awal perkembangan umat Islam sampai sekarang.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi