Islam bukan hanya mengatur soal ibadah, tetapi segala hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Termasuk salah satunya praktik pinjam meminjam barang yang disebut dengan istilah ariyah.
Terdapat dua kategori pinjam meminjam yang diatur dalam syariat Islam. Ariyah termasuk pinjam meminjam yang diperbolehkan, lawannya adalah riba, praktik pinjam meminjam yang hukumnya haram dan dilarang.
Merangkum buku Modul Fikih 4: Ariyah, Jual Beli, Khiyar, Riba yang diterbitkan Kemenag, dijelaskan ariyah berasal dari akar kata a-'ara yu'iru i'arah yang artinya meminjam sesuatu, mengeluarkan sesuatu dari tangan pemiliknya kepada tangan orang lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arti Ariyah Menurut 4 Mazhab
Empat mazhab fikih memiliki pengertian yang berbeda terkait ariyah, namun maknanya hampir sama. Berikut pendapat ulama dari empat mazhab.
Mazhab Hanafiyah berpendapat, Ariyah memiliki pengertian, memilikkan manfaat pada orang lain tanpa harus ada ganti rugi.
Menurut ulama Mazhab Malikiyah, ariyah adalah memilikkan berbagai manfaat dari suatu benda tanpa harus ada ganti rugi.
Sedangkan menurut Mazhab Syafi'iyah, ariyah memiliki arti, mengijinkan orang lain mendapat manfaat dari barang yang memiliki manfaat dengan catatan wujud barang tersebut tetap demi bisa mengembalikannya.
Dan adapun menurut Mazhab Hanabilah, ariyah berarti membolehkan mendapat manfaat atas sebuah barang yang termasuk dari harta kekayaan.
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa ariyah bagian dari tolong menolong. Sementara hukum tolong menolong adalah sunnah.
Terdapat beberapa dalil dalam Al-Qur'an yang menjadi landasan ariyah. Termaktub dalam surat Al Maidah ayat 2, Allah SWT berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُحِلُّوا۟ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّهْرَ ٱلْحَرَامَ وَلَا ٱلْهَدْىَ وَلَا ٱلْقَلَٰٓئِدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلْبَيْتَ ٱلْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَٰنًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَٱصْطَادُوا۟ ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا۟ ۘ وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang juga menjadi landasan diperbolehkannya ariyah. Dari Abi Hurairah RA dari Nabi Muhammad SAW bersabda, "Siapa yang meminjam harta manusia dengan kehendak membayarnya maka Allah akan membayarkannya, barang siapa yang meminjam hendak melenyapkannya, maka Allah akan melenyapkan hartanya)". (HR Bukhari)
Dalil tersebut menegaskan bahwa dalam Islam sesungguhnya sangat menganjurkan untuk saling tolong menolong. Ariyah (pinjam meminjam) adalah bentuk dari sikap dan perilaku tolong menolong.
Rukun dan Syarat Ariyah
Prof. Dr. H. Abd. Rahman Ghazaly, M.A dalam bukunya yang berjudul Fiqh Muamalat menjelaskan ada beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam ariyah.
Adapun rukun ariyah menurut jumhur ulama ada empat, yaitu:
1. Orang yang meminjamkan atau Mu'ir.
2. Orang yang meminjam atau Musta'ir.
3. Barang yang dipinjam atau Mu'ar.
4. Lafal atau sighat pinjaman atau sighat ariyah
Sama halnya dengan pelaksanaan dengan akad-akad lainnya, para ulama mengharuskan supaya akad atau transaksi ariyah ini memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syara'. Adapun syarat-syarat ariyah sebagai berikut:
1. Orang yang meminjam itu ialah orang yang telah berakal dan cakap bertindak hukum, karena orang yang tidak berakal tidak dapat dipercayai memegang amanah. Padahal barang 'ariyah ini pada dasarnya amanah yang harus dipelihara oleh orang yang memanfaatkannya.
Oleh sebab itu, anak kecil, orang gila, dan orang bodoh tidak boleh melakukan akad, atau transaksi ariyah.
2. Barang yang dipinjam bukan jenis barang yang apabila dimanfaatkan akan habis atau musnah seperti makanan. Jenis-jenis barang yang tidak habis atau musnah yang apabila dimanfaatkan seperti rumah, pakaian, dan kendaraan.
3. Barang yang dipinjamkan itu harus secara langsung dapat dikuasai oleh peminjam. Artinya, dalam akad atau transaksi ariyah pihak peminjam harus menerima langsung barang itu dan dapat dimanfaatkan secara langsung pula.
4. Manfaat barang yang dipinjam itu termasuk manfaat yang mubah atau dibolehkan oleh syara. Misalnya apabila meminjam kendaraan orang lain hendaknya kendaraan itu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat dalam pandangan syara', seperti digunakan untuk silaturahmi, berziarah ke berbagai masjid dan sebagainya.
Apabila kendaraan itu digunakan untuk pergi ke tempat-tempat maksiat maka peminjam dicela oleh syara', sekalipun akad atau transaksi ariyah pada dasarnya sah. Ia dicela karena pemanfaatannya tidak sesuai dengan tujuan syara yaitu tolong menolong dalam hal kebaikan.
Meskipun diperbolehkan secara syariat, peminjam barang harus tetap bertanggung jawab dan diwajibkan mengembalikan barang tersebut ketika waktunya tiba. Demikian hukum ariyah dalam Islam.
(dvs/lus)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi