Ramadan Jadi Saksi Kedekatan Raja Maroko dan Warganya

Cerita Ramadan di Negeri Rantau

Ramadan Jadi Saksi Kedekatan Raja Maroko dan Warganya

Khobirotun Nisa - detikHikmah
Minggu, 31 Mar 2024 12:00 WIB
Tarawih di masjid Maroko
Pelaksanaan salat Tarawih pada malam ke-13 Ramadan di Maroko. (Foto: Dok Pribadi)
Rabat -

Maroko atau biasa dijuluki sebagai negeri matahari terbenam alias Magrib dalam bahasa Arab, merupakan sebuah negara di benua Afrika Utara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tidak heran jika masyarakatnya selalu antusias beribadah di bulan Ramadan.

Hal ini dirasakan langsung oleh salah satu mahasiswi Indonesia, Khobirotun Nisa yang sekarang sedang menempuh pendidikan jenjang Master di Institut Darul Hadis Al Hassaniya, Rabat, Maroko. Ia menceritakan pengalamannya kepada detikHikmah bagaimana suasana Ramadan di Maroko begitu terasa, dan sangat jauh berbeda dari kampung halamannya di Indonesia.

Tradisi masyarakat Maroko dalam penyambutan bulan Ramadan ditandai dengan berbagai hal. Seperti menyiapkan piring-piring tradisional dengan motif cantik dan khas ala Maroko yang hanya digunakan saat Ramadan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka pun akan mulai mengenakan pakaian tradisional yang disebut "djellaba" khusus di hari-hari Ramadan. Sehingga tidak heran jika banyak masyarakat Maroko yang tiba-tiba mengubah gaya berpakaiannya di Ramadan ini. Dari yang semula berjas dan berdasi rapi menjadi berjubah djellaba lengkap dengan penutup kepala khas Maroko atau disebut "thorbus".

Ramadan di MarokoMasjid terbesar di Maroko, Masjid Hassan Sani, Casablanca saat salat Tarawih. (Foto: Dok Pribadi)

Kedekatan Raja Maroko dan Warga pada Ramadan

Bulan Ramadan menjadi momen spesial bagi masyarakat Maroko untuk bisa lebih dekat dengan rajanya, Raja Muhammad Sadis.

ADVERTISEMENT

Salah satu aktivitas raja yang melibatkan berbagai kalangan masyarakat lokal dan internasional di bulan Ramadan adalah pelaksanaan Durus Hassaniyah. Kegiatan tersebut merujuk pada sebuah majlis keilmuan khusus yang diadakan oleh raja di bulan Ramadan.

Pada kegiatan tersebut, Raja akan mengundang berbagai ilmuwan muslim internasional, Begitu pula beberapa tokoh ilmuwan muslim dari Indonesia, untuk menyampaikan tausiyah di depan raja dan diliput secara khusus untuk ditayangkan secara langsung melalui kanal TV kerajaan.

Di samping itu, raja juga banyak berinteraksi dengan masyarakat lokal di bulan Ramadan dalam pendistribusian bantuan di bulan Ramadan. Tidak jarang pula raja melaksanakan salat Tarawih pada masjid-masjid besar di Maroko bersama masyarakat, meski dengan pengawalan yang ketat.

Tak Ada Tradisi Bukber di Luar

Hal yang sangat tidak biasa yang dialami oleh seluruh mahasiswa Indonesia di Maroko adalah momen ketika berbuka puasa. Buka bersama atau bukber yang sering dijadikan kegiatan rutin di Indonesia saat Ramadan, tidak lumrah dilakukan oleh masyarakat Maroko. Mereka akan sibuk berbuka dengan keluarganya masing-masing.

Ramadan di MarokoSuasana berbuka puasa bersama dengan warga lokal dengan hidangan khas Maroko. (Foto: Dok Pribadi)

Jalanan raya akan lengang seketika dan berubah menjadi seperti kota mati, bahkan di pusat ibu kota sekalipun. Sangat jarang ditemukan restoran atau warung makanan masih beroperasi saat waktu berbuka tiba.

Sehingga sudah menjadi rahasia umum di Maroko, jika mendapat undangan untuk berbuka puasa di kediaman warga lokal maka datanglah lebih awal agar bisa mengakses kendaraan umum dan tidak terjebak di kelengangan jalan.

Meski demikian, Maroko dinilai Nisa pantas untuk dijadikan sebagai sebuah refleksi dalam semangat beribadah di bulan Ramadan. Sebab, masyarakat Maroko akan sangat menghormati hari-hari Ramadan dari awal sampai akhir. Semakin hari-hari Ramadan berlalu, semakin banyak jamaah memenuhi masjid-masjid di Maroko bahkan hingga membludak. Apalagi di 10 hari terakhir Ramadan.

Selain itu, 10 hari terakhir Ramadan menjadi momen untuk menghidupkan tradisi masyarakat Maroko dengan nuansa keislaman yang kental. Pada malam ke-27 misalnya, masyarakat Maroko akan mendandani anak-anaknya dengan pakaian kaftan bak raja dan putri kerajaan, untuk kemudian dinaikkan ke dalam tandu khusus. Hal itu dilakukan sebagai bentuk apresiasi terhadap anak-anak kecil yang sudah mulai belajar berpuasa.

Berlomba Kebaikan Ramadan

Saat Ramadan, masyarakat Maroko akan berlomba-lomba dalam kebaikan. Tak jarang mahasiswa menjadi sasaran dan target amal kebaikan.

Menurut pengalaman Nisa, masyarakat Maroko akan mencari mahasiswa asing untuk diberi sejumlah uang yang tidak sedikit.

Satu waktu ia dan teman-temannya pernah menerima sejumlah uang sekitar 500 sampai 1500 dirham atau setara dan hampir menyentuh 1 hingga 2 juta rupiah lebih. Tidak hanya uang saja, mereka pun akan memberikan sembako yang sangat cukup untuk satu bulan selama berpuasa.

Hal ini dilakukan oleh mereka, karena mereka berkeyakinan bahwa seorang pelajar akan lebih bijak menggunakan pemberiannya atau setidaknya apa yang diberikan akan menjadi sarana bagi pelajar dalam menuntut ilmu. Ketika pemberiannya digunakan untuk membeli makanan, maka hasil tenaga dari makanan tersebut akan dihabiskan untuk belajar. Ketika pemberiannya digunakan untuk membeli pakaian, maka pakaian tersebut akan digunakan dan dipakai saat belajar, begitu seterusnya.

***

Khobirotun Nisa
Mahasiswi S2 Darul Hadis Hassaniya, Rabat
Jurusan Ilmu Hadis, PPI Maroko

Artikel ini merupakan kolaborasi detikHikmah dengan PPI Dunia. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)




(rah/rah)
Puasa di Tanah Rantau

Puasa di Tanah Rantau

17 konten
Nuansa Ramadan di negeri orang tentunya berbeda dengan suasana Ramadan di tanah air. Hal itu dilatarbelakangi banyak faktor terutama budaya lokal setempat.

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads