Junaid Al-Baghdadi, Pemimpin Kaum Sufi Abad ke-3 Hijriah

Junaid Al-Baghdadi, Pemimpin Kaum Sufi Abad ke-3 Hijriah

Jihan Najla Qatrunnada - detikHikmah
Senin, 30 Okt 2023 05:00 WIB
An old and historic Islamic scientist is working in his studio writing, reading and exploring.
Ilustrasi Junaid Al-Baghdadi. Foto: Getty Images/iStockphoto/HStocks
Jakarta -

Junaid Al-Baghdadi adalah seorang tokoh sufi yang banyak diteladani di dunia tasawuf. Ia juga dikenal sebagai pemimpin kaum sufi abad ke-3 Hijriah.

Pemilik nama lengkap Abu Al Qasim Al Juanid bin Muhammad Al Khazzaz Al Qawariri As Sujj An Nahawandi ini lahir Junaid Al-Baghdadi ini lahir pada tahun 210 H di Baghdad dan wafat juga di daerah tersebut pada tahun 298 H, sebagaimana dijelaskan dalam buku Akidah Akhlak karya Aminudin dan Harjan Syuhada.

Imam Junaid Al-Baghdadi lahir dari keturunan bangsa Persia yang sudah lama menetap di Baghdad. Keluarganya berasal dari Nahawand yang terletak di Provinsi Jibal Persia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada saat itu, Nahawand adalah kota bahan makanan bagi wilayah sekitarnya, seperti Baghdad, Basrah, dan Kufah. Kota itu merupakan kota yang paling sejuk di daerah Persia. Sehingga kota ini mudah untuk ditanami tanaman pertanian dan menjadi wilayah yang sangat subur.

Keluarga Junaid Al-Baghdadi yang merupakan pedagang dan pebisnis pun merantau ke Baghdad, yang notabenenya adalah kota metropolitan dan pusat bisnis, untuk menjual dagangan mereka.

ADVERTISEMENT

Sosok Junaid Al-Baghdadi

Junaid Al-Baghdadi adalah seorang pedagang sutra. Ia mendapat julukan Al Khazzaz yang artinya "Pedagang sutra kasar." Hal ini sebagaimana dinukil dari buku Imam Al-Junaid Al-Baghdadi Pemimpin Kaum Sufi karya Ali Hasan Abdel Kader.

Sementara itu, keluarganya yang juga pedagang, memiliki julukannya masing-masing. Misalnya, ayahnya dijuluki dengan Qawariri yang berarti "pedagang kaca," sedangkan pamannya, Sari, dijuluki sebagai As Saqati yang artinya "pedagang rempah."

Ayah Junaid Al-Baghdadi wafat ketika dirinya masih remaja. Setelahnya ia dia dirawat oleh pamannya dari garis ibu, As Saqati, di rumahnya.

Di bawah bimbingan pamannya pula, Junaid Al-Baghdadi mengemban pelajaran mengenai ilmu-ilmu Islamnya. Mula-mula ia belajar mengenai fikih dan hadits (tradisi dari dan tentang Nabi Muhammad SAW).

Kemudian Junaid Al-Baghdadi baru memperoleh pengetahuan tentang tasawuf dan menjadi seorang sufi andal. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Al Makki.

Pemikiran Tasawuf Junaid Al-Baghdadi

Junaid Al-Baghdadi merupakan seorang pemimpin kaum sufi atau Sayyid Ath-Tha'ifah Ash-Shufiyyah. Hal ini sebagaimana dinukil dari buku Membersihkan Nama Ibnu 'Arabi: Kajian Komprehensif Tasawuf Rasulullah karya Kholilurrohman.

Dalam kacamata Junaid Al-Baghdadi, tasawuf adalah keluar dari setiap akhlak yang tercela dan masuk kepada setiap akhlak yang mulia.

Di lain kesempatan, ia juga berkata, "Kita tidak mengambil tasawuf dengan banyak berbicara. Kita mengambil tasawuf dengan banyak lapar (puasa), bangun malam, dan meninggalkan segala kenikmatan-kenikmatan."

Menurut Junaid Al-Baghdadi, tasawuf itu mengandung beberapa sepuluh pokok ajaran. Di antaranya:

1. Tidak memperbanyak benda-benda duniawi dan malah menguranginya. Contohnya harta

2. Berserah diri kepada Allah SWT

3. Mengerjakan segala hal yang disunahkan karena cinta kepada ketaatan

4. Sabar dari kehilangan dunia dengan tidak mengeluh dan meminta-minta

5. Memilih-milih sesuatu ketika hendak mengambil atau mengerjakannya

6. Hanya sibuk dengan Allah SWT dari segala apapun

7. Banyak melakukan dzikir khafyy

8. Melakukan segala perbuatan dengan ikhlas hanya karena Allah SWT saja

9. Memiliki keyakinan yang kuat kepada Allah SWT

10. Ketika dilanda gelisah atau terasingkan, tetap bisa merasa tenang sebab Allah SWT

Karya Junaid Al-Baghdadi

Dari sumber yang pertama disebutkan beberapa karya yang ditulis oleh Junaid Al-Baghdadi. Di antaranya:

1. Amsal Al-Qur'an dan Ar-Rasail. Hal ini didasarkan pada pernyataan yang dikeluarkan oleh Ibnu An-Nadim.

2. Al-Munajat dan Syarh Syathiyat Abi Yazid Al-Bustami. Hal ini didasarkan pada pernyataan yang dikeluarkan oleh Abu Nasr As-Sarraj At-Tusi.

3. Tashih Al-Iradah. Hal ini dinyatakan oleh Al-Hujwiri.




(kri/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads