PKB Akan Disiplinkan Menag Yaqut, GP Ansor Membela

PKB Akan Disiplinkan Menag Yaqut, GP Ansor Membela

Rahma Harbani - detikHikmah
Minggu, 01 Okt 2023 21:13 WIB
Wasekjen GP Ansor Wibowo Prasetyo
Wasekjen GP Ansor Wibowo Prasetyo. (Foto: Dokumentasi Wibowo Prasetyo)
Jakarta -

GP Ansor menilai, respons PKB yang menyatakan sudah menyiapkan langkah-langkah untuk mendisiplinkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas adalah bentuk respons yang terlalu reaktif dan arogan. Bahkan, pimpinan partai tersebut disebut sebagai politisi baperan.

Wakil Sekjen Pimpinan Pusat GP Ansor Wibowo Presetyo menyatakan, Yaqut tidak menyebut nama dalam pernyataannya saat meminta masyarakat tidak memilih pemimpin menggunakan agama untuk kepentingan politik seperti di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017.

"Soal pendisiplinan, saya kira itu terlalu reaktif dan arogan. Faktanya, Gus Men sama sekali tidak menyebut nama dalam pernyataannya. Sekali lagi, Gus Men hanya menyebut kriteria dan itu wajar bahkan perlu untuk Pendidikan politik," ujar Wibowo dalam keterangan yang diterima detikHikmah, Minggu (1/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebaliknya, Wibowo menilai pernyataan Yaqut sangat positif dan edukatif. Menurutnya, justru pernyataan tersebut merupakan ajakan agar warga bisa lebih cerdas dalam memilih calon pemimpin bangsa.

"Pernyataan Menteri Agama itu normatif, memberikan pendidikan politik kepada warga negara agar memilih calon pemimpin tidak dari penampilan saja tapi juga dari track record-nya, dari jejak rekamnya," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Wibowo mengatakan, pernyataan Yaqut sesuai dengan porsinya. Hal tersebut, kata Wibowo, disampaikan Yaqut sebagai Menteri Agama yang memberikan pendidikan politik pada publik.

"Track record capres dan cawapres sangat penting, terutama rekam jejak dalam penggunaan agama sebagai alat politik," katanya.

Senada dengan itu, Kadensus 99 PP GP Ansor Nuruzzaman menyebut, respons Ketua PKB Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin serta Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid terlalu berlebihan dan disebutnya politisi baperan.

"Cak Imin dan Jazil ini politisi baperan. Pernyataan seperti itu memang harus disampaikan Gus Men sebagai Menteri Agama," tegasnya.

"Kalau jadi politisi baperan mending berhenti saja dari politisi. Mereka berdua juga dapat gaji dari uang rakyat lho. Tugas mereka bukan mem-framing pernyataan Menag tapi harusnya mendukung pernyataannya," sambung dia lagi.

Sebaliknya, Nuruzzaman kembali mempertanyakan respons Cak Imin dan Jazil tersebut. "Jangan-jangan mereka berdua baper karena merasa menggunakan agama untuk kepentingan elektoral? Harusnya mereka berdua setuju dengan pernyataan menteri agama. Kenapa jadi takut dan baper begitu?" tandasnya.

Sebelumnya, konteks pernyataan Menag Yaqut tersebut disampaikan saat mengingatkan umat Buddha agar melihat rekam jejak calon presiden (capres) pada Pilpres 2024. Hal itu disampaikan Yaqut dalam sambutannya saat menghadiri acara doa bersama Wahana Nagara Rahaja di Hotel Alila, Solo. Acara itu diikuti umat Buddha seperti dilansir detikJateng, Jumat (29/9/2023).

Yaqut mengatakan agar masyarakat tidak memilih pemimpin negara dengan asal-asalan. Untuk itu, dirinya mengajak masyarakat memilih pemimpin yang tidak hanya pandai dalam berbicara dan mempunyai mulut yang manis.

"Oleh karena itu bapak ibu sekalian, saya berharap nanti bapak ibu sekalian dalam memilih pemimpin negeri ini untuk 2024-2029 benar-benar dilihat rekam jejaknya. Jangan karena bicaranya enak, mulutnya manis, mukanya ganteng itu dipilih, jangan asal begitu, harus dilihat dulu track record-nya," jelasnya.

Selain itu, Yaqut mengingatkan agar tidak memilih pemimpin yang menggunakan agama sebagai kepentingan politik. Yaqut lalu mengungkit Pilgub DKI Jakarta 2017 serta Pemilu 2014 dan 2019 yang menggunakan agama untuk kepentingan politik.

"Kita masih ingat, kita punya sejarah yang tidak baik atas politik penggunaan agama dalam politik, kita punya sejarah tidak baik beberapa waktu yang lalu ketika pemilihan gubernur DKI Jakarta kemudian dua pilpres terakhir, agama masih terlihat digunakan sebagai alat untuk mencapai kepentingan kekuasaan," kata Yaqut.




(rah/erd)

Hide Ads