Sejarah Lempar Jumrah, Rangkaian Ibadah Wajib Bagi Jemaah Haji dan Umrah

Sejarah Lempar Jumrah, Rangkaian Ibadah Wajib Bagi Jemaah Haji dan Umrah

Farah Ramadanti - detikHikmah
Rabu, 21 Jun 2023 14:00 WIB
Muslim pilgrims cast their stones at a pillar symbolising the stoning of Satan during the annual Haj pilgrimage in Mina, Saudi Arabia, July 9, 2022. REUTERS/Mohammed Salem
Ilustrasi lempar jumrah Foto: REUTERS/MOHAMMED SALEM
Jakarta -

Lempar jumrah menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yang harus dilakukan oleh setiap jemaah. Dalam sejarah Islam, lempar jumrah pertama kali dilakukan Nabi Ibrahim AS sebagai usaha menghalau iblis terkutuk yang berusaha mengganggu dan mencelakakan dirinya dan keluarganya. Berikut kisah lengkap dari sejarah lempar jumrah.

Dalam pelaksanaan ibadah haji, melempar jumrah sama saja dengan melempar batu-batu berukuran kecil pada sebuah tiang. Filosofinya adalah tiang tersebut dianggap sebagai perumpamaan syaitan dan hawa nafsu yang kerap menggoda hati manusia untuk melakukan perbuatan dosa dan maksiat.

Sejarah Lempar Jumrah

Menurut buku Sejarah Ibadah yang disusun oleh Syahruddin El-Fikri, disebutkan bahwa kegiatan melempar batu-batu kecil pada tiang jamarat ini dilakukan untuk meneladani apa yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS di masa lampau, ketika dirinya dihasut oleh iblis untuk melanggar perintah Allah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikisahkan pada saat itu Nabi Ibrahim AS menerima perintah Allah untuk menyembelih putranya, Ismail AS. Namun, di tengah-tengah usaha Nabi Ibrahim AS dalam melaksanakan hal tersebut, datang iblis yang berusaha sekuat tenaga untuk menggoda dan mengganggu Nabi Ibrahim AS agar mengurungkan niatnya menyembelih sang putra.

Nabi Ibrahim AS yang tetap teguh pada pendiriannya lantas dengan cepat mengetahui bahwa upaya iblis tersebut ditujukan agar dirinya tergoda dan tidak menaati perintah Allah. Oleh karena itu, ketika iblis kembali mengganggunya lagi, Nabi Ibrahim AS pun mengambil tujuh buah batu dan melemparkannya pada si iblis. Lemparan pertama itu dinamakan dengan jumrah Ula (pertama).

ADVERTISEMENT

Sayangnya, dikarenakan tidak berhasil menghasut Nabi Ibrahim AS, iblis dengan licik lalu membujuk istri Nabi Ibrahim, Siti Hajar, untuk menghalang-halangi penyembelihan putra kesayangan mereka. Dengan tegas Siti Hajar menolak hasutan tersebut dan melempari iblis dengan batu. Lokasi tersebut merupakan tempat melontar jumrah Wustha (pertengahan).

Tidak pergi dan menyerah begitu saja, Iblis kemudian beralih menggoda anak mereka Ismail AS yang dianggap masih lemah keimanannya. Namun, usaha iblis tidak membuahkan hasil. Sebab, sejak awal Ismail AS justru berpendirian dan meyakini bahwa perintah langsung dari Allah harus dilaksanakan.

Sebagaimana kedua orang tuanya, Ismail AS pun kemudian melempari iblis yang mendatanginya dengan batu. Pelemparan kali ini yang disebut sebagai jumrah Aqabah. Berkat keteguhan Nabi Ibrahim AS dan keluarganya, mereka berhasil menghadapi dan melewati ujian dari Allah.

Oleh karena itu Allah pun menebus penyembelihan Ismail AS. Dengan segala kuasa-Nya, Allah menukar Ismail AS dengan seekor domba. Hal tersebut yang menjadikan lempar jumrah kemudian dilakukan turun-temurun ketika ibadah haji sebagai simbol kemenangan manusia terhadap godaan syaitan atau iblis yang terkutuk.

Ketentuan Melempar jumrah

Melempar jumrah sejumlah tiga kali perlu dilakukan selama menetap dua atau tiga hari di Mina dan waktu tepatnya adalah setelah matahari tergelincir. Dinukil dari buku Sejarah Ka'bah yang ditulis oleh Prof. Dr. Ali Husni Al-Kharbuthli, tata cara melempar jumrah dimulai dari jumrah Ula atau jumrah yang jaraknya paling jauh dari Mekkah.

Setelah itu, baru disusul oleh jumrah Wustha dan juga jumrah Aqabah. Penting diketahui bahwa pada setiap jumrah, jemaah perlu lemparkan tujuh batu kecil secara berurutan sembari bertakbir pada setiap lemparannya.

Selain itu dianjurkan untuk berdiri sejenak dan berdoa setelah jumrah Ula dan jumrah Wustha. Keadaan tersebut merupakan salah satu waktu mustajab. Bagi siapa saja yang berdoa bersungguh-sungguh akan mendapatkan ridho dari Allah dan ijabah doanya.

Menurut aturan yang berlaku, apabila seseorang menghendaki untuk menetap selama dua hari saja, maka sebaiknya meninggalkan Mina sebelum matahari terbenam di hari kedua (nafar awwal). Lantas, jika ternyata matahari telah terbenam sebelum seseorang keluar dari batas Mina, diutamakan untuk bermalam lagi pada malam hari ketiga dan kembali melempar jumrah pada hari ketiga itu (nafar tsani).

Adapun bagi jemaah yang sakit atau dalam keadaan lemah, boleh diwakilkan oleh orang lain. Bagi siapa saja yang mewakili orang lain diprioritaskan melempar jumrah untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, barulah melemparkan untuk orang yang diwakili olehnya. Hal tersebut dapat dilakukan sekaligus dalam satu tempat jumrah.

Itulah sejarah singkat mengenai lempar jumrah yang dilaksanakan ketika ibadah haji dan umrah. Dengan melaksanakan lempar jumrah, umat muslim dapat terus mengabadikan kisah Nabi Ibrahim AS dan keluarganya dalam memperjuangkan perintah Allah dan memerangi hawa nafsu.




(dvs/dvs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads